Liputan6.com, Jakarta Dampak dari musim kemarau yang melanda wilayah DKI Jakarta membuat debit air di Kanal Banjir Timur (KBT) sepanjang Jalan Inspeksi KBT Malaka Sari hingga Jalan Rawa Bebek, Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, surut.
Warga yang melintas dapat dengan mudah melihat dasar kali KBT, termasuk lumpur dan gumpalan sampah-sampah plastik. Bahkan, di beberapa titik wilayah Rawa Bebek, permukaan tanah di tepi KBT terlihat pecah-pecah.
Petugas Pos Duga Air Weir I Malaka Sari, Duren Sawit, Sutisna menjelaskan, penyusutan permukaan air KBT terjadi akibat musim kemarau yang berlangsung sejak Juli 2023.
Advertisement
Menurut dia, surutnya air di KBT disebabkan debit air sungai yang mengalir ke KBT tidak berasal dari mata air.
"Kalau kering ini memang karena musim kemarau. Jadi enggak ada mata airnya," kata Sutisna di pintu air Malaka Sari, Senin 21 Agustus 2023, seperti dilansir dari Antara.
Penyusutan itu, kata dia, juga terlihat dari tinggi rendahnya permukaan air di dalam bendungan.
"Jika dalam keadaan normal, saat pintu air dibuka, permukaan air bendungan akan setinggi 30-50 sentimeter (cm). Namun saat musim kemarau ini, permukaan air bendungan pun hanya sebatas 15-20 cm saja," tuturnya.
Untuk mengantisipasi kekeringan di sejumlah kali, Pos Duga Air Weir I Malaka Sari terpaksa mengatur penggelontoran air (flushing) guna menjaga permukaan tanah tidak turun.
"Kalau permukaan tanah turun, maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan air," papar Sutisna.
Â
Air dari 5 Sungai Mengalir ke Kanal Banjir Timur Saat Musim Hujan
Sutisna menyebutkan, saat musim hujan, air melimpah dari lima sungai dan mengalir ke KBT hingga ke permukiman. Lima sungai itu, yakni Sungai Cipinang, Sungai Sunter, Sungai Buaran, Sungai Jati Kramat, dan Sungai Cakung.
Namun, saat musim kemarau tidak ada aliran air tambahan yang masuk ke KBT.
"Sungai yang masuk di sini ada lima sungai, tapi yang di atas ini (di pintu air) ada empat sungai, yakni Sungai Sunter, Cipinang, Jati Kramat dan Buaran," ujarnya.
Sutisna mencontohkan, Sungai Buaran dan Sungai Jati Kramat, aliran airnya lebih banyak merupakan limbah rumah tangga yang ada di sekitaran sungai tersebut.
Sedangkan untuk Sungai Sunter pun masih bergantung pada aliran dari Situ Cilangkap. Begitu pula dengan Sungai Cipinang yang debit airnya tergantung pada aliran dari Situ Jatijajar.
"Ini sungai-sungai kritis. Itu semua limbah dari rumah tangga. Jadi lebih banyak suplai airnya itu dari rumah tangga," kata Sutisna.
Advertisement