Liputan6.com, Jakarta - Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (18/8/2023). Gugatan ini terkait dengan batas usia Capres-Cawapres menjadi maksimal 70 tahun.
Menanggapi hal itu, Waketum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, gugatan tersebut layak masuk dalam museum Rakyat Indonesia.
Baca Juga
"Kalau saya melihat mungkin layak dimasukan di museum Rakyat Indonesia. Sebagai kemungkinan satu-satunya gugatan yang petitumnya mengambil hak orang," kata Habiburokhman kepada wartawan di Gedung Parlemen Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Advertisement
Ia menegaskan, petitum gugatan batas usia Capres-Cawapres ini hanya mengambil hak orang. Diketahui, untuk Bakal Calon Presiden (Bacapres) Prabowo Subiyanto yang diusung Partai Gerindra ini telah memasuki usia 71 tahun.
"ebagai gugatan pertama yang petitumnya mengambil hak orang. Artinya itu saya kan praktisi, tadinya sebelum di DPR saya di MK, mungkin belasan tahun paham sekali di konstitusi di MK adalah tempat orang mencari keadilan konstitusional menuntut hak konstitusi, tadinya pada hak ya kan tertentu haknya tidak diberikan pada Undang-Undang maka dia mengajukan gugatan," tegasnya.
"Kalau ini kan membatasi hak konstitusi orang itu yang saya bilang bisa, jadi ini gugatan pertama soal yang petitumnya secara prinsip ingin menbatasi hak orang hak konstitusional orang. Nah itu lah makanya layak diajukan museum rekor Indonesia ya," pungkasnya.
Sebelumnya, Puluhan advokat yang mengatasnamakan diri Aliansi '98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (18/8).
Mereka mengajukan uji materi atau judicial review Pasal 169 huruf (d) dan (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 terhadap UUD 1945.
Dalam keterangan yang disampaikan ke awal media, 98 pengacara itu meminta syarat usia capres dan cawapres diubah dari tidak terbatas menjadi maksimal 70 tahun.
"Pada hari ini, 18 Agustus 2023, bertempat di gedung Mahkamah Konstitusi, merupakan hari yang bersejarah dalam perjalanan demokrasi bangsa Indonesia yang untuk selanjutnya dinamakan sebagai Jum'at Glory," tulis keterangan pers Aliansi '98 kepada awak media, Jumat (18/8).
Â
Pasal yang Diuji
Pasal yang diuji materi itu terkait persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Dalam huruf (d) pasal itu berbunyi 'tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.' Sementara, huruf (q) dalam Pasal 169 berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun'.
Aliansi '98 menilai huruf (d) terkait tindak pidana berat lainnya, harus diperjelas oleh MK. Selain itu, menurut Aliansi '98, pasal 169 yang mengatur persyaratan menjadi capres dan cawapres belum mencakup semua hal.
"Dari calon presiden dan calon wakil presiden yang memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya," ujarnya.
Aliansi '98 membandingkan dengan syarat usia capres dan cawapres dengan sejumlah jabatan lain. Antara lain, usia hakim konstitusi maksimal 70 tahun, usia Ketua Mahkamah Agung maksimal 70 tahun, usia Wakil Ketua Mahkamah Agung maksimal 70 tahun, usia hakim agung maksimal 70 tahun, usia anggota Komisi Yudisial (KY) maksimal 68 tahun, usia ketua BPK maksimal 67 tahun, dan usia anggota BPK maksimal 67 tahun.
Menurut Aliansi '98, presiden terpilih seharusnya merupakan sosok pemimpin yang produktif dalam menjalankan kinerjanya. Artinya, presiden terpilih seharusnya mempunyai kemampuan secara fisik, psikologis, dan moral yang stabil.
"Untuk itu, batas usia maksimal calon presiden pada Pemilu 2024 harus negara (melalui Mahkamah Konstitusi) tetapkan dengan ketentuan paling tinggi 70 tahun pada proses pemilihan," demikian pendapat Aliansi '98.
Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com
Â
Advertisement