Sukses

Soal Gugatan Batas Usia Capres, PDIP: Jangan Gunakan Hukum untuk Saling Jegal

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta semua pihak patuh terhadap aturan hukum yang berlaku terkait batas usia capres.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta semua pihak patuh terhadap aturan hukum yang berlaku terkait batas usia capres. Dia mengingatkan semua pihak untuk tidak menggunakan hukum untuk saling menjegal.

Hal ini disampaikan Hasto menanggapi soal gugatan batas usia calon presiden (capres) menjadi maksimal 70 tahun. Jika gugatan ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), maka Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang saat ini berusia 71 tahun tak bisa maju Pilpres 2024.

"Pemilu tinggal 6 bulan lagi, mari kita ikuti bersama dengan penuh kedisplinan, seluruh aturan-aturan hukum yang ada. Yang penting rakyat memiliki kedaulatan tertinggi dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpinnya. Jangan gunakan hukum sebagai alat saling menjegal," jelas Hasto kepada wartawan di Kota Yogyakarta, Selasa (22/8/2023).

Menurut dia, batasan usia calon presiden yang digugat ke MK tidak relevan dilakukan. Terlebih, apabila gugatan tersebut ditujukan untuk menjegal kandidat tertentu menjelang pilpres.

"Sejak awal PDI Perjuangan tidak pernah menggunakan instrumen hukum, termasuk melalui judicial review ke MK," ujarnya.

Hasto mengatakan, gugatan ke MK tentang syarat batasan usia capres itu merupakan open legal policy yang dimiliki oleh DPR RI sebagai pembentuk undang-undang. Dia menilai MK tak memiliki kewenangan legislasi untuk membuat materi muatan suatu UUD yang berbeda dengan muatan materi pokok UU.

"Kewenangan MK adalah menguji apakah suatu UU bertentangan dengan konstitusi," kata Hasto.

Kajian PDIP

Hasto juga menyampaikan berdasarkan kajian yang dilakukan PDIP serta para ahli hukum tata negara, batas usia capres ini bukanlah kewenangan dari MK. Ia khawatir nantinya akan muncul banyak gugatan apabila sengketanya dinilai kewenangan MK.

"Ada yang mengusulkan 17 tahun, 18 tahun 19 tahun, ada yang mengusulkan 65 tahun maksimum, ada 72 tahun, bahkan belajar dari pak Mahathir (Perdana Menteri Malaysia, red) ada yang mengusulkan boleh 98 tahun misalnya," tutur dia.

"Sehingga ini menjadi suatu persoalan yang memunculkan berbagai problematika. Padahal yang harus dikaji adalah apakah materi muatan itu bertentangan dengan konstitusi. Karena itulah sikap PDIP," sambung Hasto.

 

2 dari 2 halaman

Gugatan Batas Usia Capres ke MK

Sebelumnya, syarat usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan dilayangkan Gulfino Guevarrato, seorang sipil berusia 33 tahun berlatar swasta. Gulfino menggugat tentang batas usia capres-cawapres 21-65 tahun serta maksimal dua kali maju di pencalonan presiden maupun wakil presiden.

Gugatan itu ditegaskan bukan untuk menghambat laju Prabowo Subianto maju di Pilpres 2024. Diketahui, Ketua Umum Partai Gerindra itu merupakan kandidat capres paling tua dibanding dua kompetitor lainnya yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Prabowo saat ini berusia 71 tahun.

Menurut Donny Tri Istikomah, selaku juru bicara dari pemohon gugatan ke MK, bertujuan meluruskan dan mewujudkan pemilu yang semakin demokratis.

"Secara politik bisa saja ada tuduhan-tuduhan seperti itu. Tetapi harus diingat bahwa kami ini para advokat yang concern di tata negara, hanya ingin meluruskan ya dan bagaimana mewujudkan pemilu berjalan semakin demokratis di Indonesia. Itu saja," kata juru bicara pemohon gugatan, Donny Tri Istikomah, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (21/8/2023).

Menurut Donny, secara hukum pihaknya hanya fokus pada tata negara yang ingin diluruskan dan mewujudkan pemilu berjalan semakin demokratis. Dia membantah gugatan dilayangkan untuk menggagalkan Prabowo Subianto yang sudah berusia lebih dari 70 tahun dan sudah dua kali maju dalam kontestasi pilpres.

"Persoalan nanti apakah MK memutus aturan ini akan diberlakukan di pemilu berikut ataukah kalau seandainya dikabulkan (untuk pemilu 2024), ya, permohonan kami, kalau keputusannya berlaku sekarang, ya, konsekuensinya ada salah satu (capres) yang enggak bisa calon lagi," kata Donny.

"Tetapi bisa saja putusannya untuk pemilu berikutnya, bonus. Jadi, tak perlu suuzonlah, husnuzan saja kita. Husnuzan bahwa permohonan kami ini demi kebaikan bersama pemilu yang lebih demokratis," kata Donny.

Walau demikian, Donny mengatakan bahwa urgensi pembatasan yang diajukan pihaknya memang berkaitan erat dengan etika politik dan sifat kenegarawanan.

Donny menilai, apabila seorang warga negara telah mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden sebanyak 2 (dua) kali pemilu dan tetap tidak terpilih, seyogyanya yang bersangkutan menunjukkan sifat kenegarawanannya.

"Yakni dengan memutuskan untuk tidak lagi mencalonkan diri sebagai calon presiden dan/atau wakil presiden pada pemilu berikutnya, dalam rangka memberikan kesempatan kepada warga negara lainnya yang belum pernah mencalonkan diri," ungkap Donny.