Sukses

KPK Duga Istri Eks Dirut BUMN PT Amarta Karya Terima Aliran Uang Korupsi Proyek Fiktif

Amelia Rinayanti, istri dari mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo diduga turut menikmati aliran uang haram proyek pengadaan subkontraktor fiktif di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.

Liputan6.com, Jakarta Amelia Rinayanti, istri dari mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo diduga turut menikmati aliran uang haram proyek pengadaan subkontraktor fiktif di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu. KPK menduga Amelia menerima upah karena membantu menukarkan uang atas arahan Catur Prabowo.

Dugaan itu diketahui saat Amelia Rinayanti diperiksa tim penyidik KPK pada Kamis, 24 Agustus 2023 di gedung KPK. Amelia Rinayanti diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan sang suami.

"Amelia Rinayanti (Ibu Rumah Tangga), saksi hadir dan bersedia memberikan keterangan di hadapan tim penyidik. Dari saksi, didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya penukaran uang ke bentuk mata uang asing dan adanya penerimaan fee atas penempatan dari dana proyek fiktif di PT Amarta Karya Persero," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (25/8/2023).

"Tindakan ini atas perintah dan sepengetahuan Tersangka CP (Catur Prabowo)," Ali menambahkan.

Tak hanya Amelia, pada Kamis, 24 Agustus 2023 kemarin tim penyidik juga turut memeriksa seorang wiraswasta Adi Firmansyah. Adi dicecar soal aliran uang ke beberapa pihak oleh Catur Prabowo.

"Adi Firmansyah (wiraswasta), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya sejumlah uang yang dialirkan Tersangka CP ke beberapa pihak," kata Ali.

KPK menjerat mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Persero Tahun 2018 hingga 2020. Catur Prabowo juga dijerat dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Catur sudah ditahan pada Rabu, 17 Mei 2023.

 

2 dari 3 halaman

Awal Mula Kasus

Selain Catur, KPK menjerat Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna. Trisna sudah lebih dahulu ditahan di Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara pada 11 Mei 2023.

"Dalam rangka kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Tersangka CP (Catur Prabowo) untuk 20 hari pertama terhitung 17 Mei 2023 hingga 5 Juni 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers, Rabu (17/5/2023).

Kasus ini bermula pada 2017 saat Catur Prabowo memerintahkan Trisna Sutisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadi Catur Prabowo. Sumber uang diambil dari pembayaran nlberbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

Kemudian, Trisna Sutisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV.

"CV tersebut digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan yang sebenarnya alias fiktif," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.

Kemudian pada 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.

 

3 dari 3 halaman

Rugikan Negara

Johanis menyebut untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur Prabowo selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani oleh Trisna Sutisna.

Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang staf bagian akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Catur Prabowo.

Johanis menyebut diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur Prabowo dan Trisna Sutisna. Di antaranya yakni pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta, dan pembangunan laboratorium Bio Safety level 3 Universitas Padjajajran.

Akibat perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sekira Rp46 miliar.

"Saat ini tim penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," pungkasnya.

Atas perbuatannya, keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Video Terkini