Sukses

Pemprov Kaltim Ukir Sejarah Baru, APDB Meningkat Signifikan Mencapai Rp25 Triliun

Signifikansi peningkatan APBD ditunjang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama dari sektor pajak dan arus investasi yang masuk ke Kaltim. Peningkatan PAD dari sektor pajak, berkat inovasi yang terus dilakukan Pemprov Kaltim.

Liputan6.com, Samarinda Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengukir sejarah baru, dalam peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ya, di era kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Isran Noor-Hadi Mulyadi dari tahun ke tahu atau sejak 2019, APBD Kaltim terus meningkat signifikan. 

Mulai di angka Rp13 triliun pada 2019, kini APBD Kaltim menyentuh angka Rp25,3 triliun pada tahun anggaran 2023. Nilai APBD itu, bahkan diklaim tertinggi sepanjang sejarah fiskal Benua Etam. 

"Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, APBD tahun ini Rp25,3 triliun. Saya 10 tahun di sini, tidak pernah lebih Rp15 triliun. Alhamdulillah ini perjuangan Bapak Gubernur didukung seluruh rakyat Kaltim," kata Wagub Kaltim, Hadi Mulyadi. 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kaltim, Yusliando juga menyebutkan, signifikansi peningkatan APBD ditunjang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama dari sektor pajak dan arus investasi yang masuk ke Kaltim. Peningkatan PAD dari sektor pajak, berkat inovasi yang terus dilakukan Pemprov Kaltim. 

Salah satu yang paling jitu adalah kebijakan relaksasi pajak berupa pemberian diskon pajak kendaraan bermotor dan pembebasan sanksi administrasi. Beleid ini berhasil menjadi stimulus positif untuk meningkatkan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Serta melalui inovasi dan digitalisasi pelayanan kesamsatan.

 

"Pada kurun waktu empat tahun terakhir, struktur pendapatan daerah Provinsi Kaltim didominasi oleh komponen PAD dengan rata-rata kontribusi sebesar 55,02%. Selebihnya pendapatan transfer dengan rata-rata kontribusi sebesar 44,86% dan sisanya pada komponen lain dari pendapatan daerah yang sah," terang Yusliando

Persentase itu, menurut Yusliando cukup baik karena artinya, Kaltim telah satu langkah lebih maju menuju kemandirian fiskal. Kondisi itu dapat terjadi karena APBD didominasi oleh PAD dibandingkan pendapatan transfer dari pusat. 

"PAD 55%,  berarti tingkat kemandirian fiskal kita cukup baik ketimbang pendapatan dari DBH (Dana Bagi HAsil)," katanya. 

Selain itu, Kaltim juga memiliki sumber pendapatan baru melalui skema pembiayaan alternatif dana karbon. Pemprov Kaltim telah menerima dana kompensasi penurunan emisi karbon tahap pertama dari World Bank senilai USD20,9 juta dari total USD110 juta.

 

(*)