Sukses

HEADLINE: Menko Luhut Urus Polusi Udara di Jabodetabek, Target dan Sasarannya?

Polusi udara yang terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi membuat pemerintah pusat ikut turun tangan. Presiden Joko Widodo atau Jokowi langsung menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) RI Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk Presiden Joko Widodo atau untuk membentuk dan memimpin satuan tugas (satgas) polusi udara.

Liputan6.com, Jakarta Polusi udara yang terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi membuat pemerintah pusat ikut turun tangan. Presiden Joko Widodo atau Jokowi langsung menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) RI Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk Presiden Joko Widodo atau untuk membentuk dan memimpin satuan tugas (satgas) polusi udara.

Disebut, Luhut bakal bertugas melakukan pengawasan terhadap sumber-sumber emisi penyebab polusi udara. Khususnya, polusi yang dihasilkan industri yang ada di Jakarta. 

Luhut pun langsung bergerak. Dia pun menuturkan, perlu adanya langkah kurangi deforestasi, penanganan lahan kritis, dan sampah.

Hal ini menyusul diramalkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada bulan ini sama sekali tidak akan ada hujan paling tidak di Jakarta yang dianggap memperburuk kondisi kualitas udara di Jakarta.

"Karena perubahan cuaca itu besar, ini adalah musuh kita ramai-ramai. Mungkin kalau bahasa kerennya itu war against pollution atau perperangan melawan polusi. Jangan ada motong-motong pohon atau deforestasi lagi. Indonesia salah satu negara terbaik yang mengurangi deforestasi tahun lalu dan saya kira ini kerja keras dari KLHK," ungkap Menko Luhut dalam kunjungan kerja ke Hulu DAS Citarum di Desa Ciminyak, Kec. Cililin, Kab. Bandung Barat pada Selasa (29/8/2023).

"Kita juga salah satu negara di dunia juga yang terbaik dalam penanganan polusi, penanganan sampah-sampah ini. Kita akan ambil semua langkah yang terpadu untuk mengurangi (polusi)," lanjut dia.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, penanganan polusi udara di Jabodetabek memerlukan kerja total bersama. Menurutnya, mengatasi polusi udara perlu waktu dan tak bisa langsung selesai.

"Memang perlu kerja total, kerja bersama-sama, tetapi memerlukan waktu, tidak bisa langsung," kata Jokowi di SMKN Jawa Tengah Kota Semarang, Rabu (30/8/2023).

“Dibutuhkan usaha bersama-sama semuanya, yang dilakukan juga semuanya harus melakukan," tambahnya.

Jokowi membeberkan sejumlah cara pemerintah mengamati polusi udara. Pertama mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik. "Perpindahan dari transportasi pribadi ke transportasi publik, ke transportasi massal," ucapnya

Kemudian, melakukan penanaman pohon sebanyak-banyaknya di halaman kantor-kantor. Jokowi menyebut, bagi kantor yang belum ada pohonnya maka diwajibkan menanam.

"Penanaman pohon yang sebanyak-banyaknya, di kantor-kantor, di halaman kantor-kantor yang memang belum ada pohonnya, diwajibkan dan diharuskan," kata Jokowi.

Selanjutnya, pemerintah telah berupaya melakukan modifikasi cuaca dan penerapan work from home (WFH). Selain itu, pemerintah juga mengawasi sektor industri yang menyumbang polusi udara seperti PLTU hingga emisi kendaraan bermotor.

"Pengawasan kepada industri, PLTU, semuanya sekarang ini dilakukan. Kepada sepeda motor, mobil, kita cek semuanya emisinya," ucapnya.

"Termasuk pemakaian mobil listrik buanyak yang kita kerjakan untuk menyelesaikan ini. Tapi memang bertahap," kata Jokowi.

Lebih lanjut, Jokowi memastikan bakal memberi sanksi terhadap perusahaan bandel yang menjadi sumber polusi udara di Jabodetabek. Sanksinya perusahaan itu bisa ditutup.

"Sanksi pasti dan bisa ditutup. Kemarin pas rapat sudah disampaikan," kata Jokowi.

Jokowi akan menindak tegas perusahaan yang tidak memakai scrubber. Dirinya menegaskan, kesehatan masyarakat adalah hal yang sangat penting.

Srubber berfungsi untuk menghilangkan racun lingkungan dari emisi industri. Tanpa scrubber, kualitas udara di kawasan industri akan jauh lebih buruk

"Kalau tidak mau memperbaiki, tidak pasang scrubber, tegas untuk ini, karena harga kesehatan yang harus kita bayar sangat mahal sekali," pungkasnya.

Punya Sistem

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melalui Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Dampak Polusi Udara sedang menyiapkan sistem peringatan dini (early warning system) untuk penanganan polusi udara.

Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Dampak Polusi Udara Agus Dwi Susanto mengungkapkan, sistem peringatan ini akan terintegrasi dengan SATUSEHAT Mobile.

"Kami sedang mempersiapkan early warning system. Sistem integrasi data-data yang ada juga ke SATUSEHAT. Jadi ini diharapkan bisa memberikan warning kepada masyarakat, apakah kualitas udara di tempat tinggal jelek gitu," ungkap Agus saat memberikan 'Press Briefing - Penanganan Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan Masyarakat' di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Senin (28/8/2023).

"Nah, nanti akan keluar notifikasi, apa yang harus Anda lakukan. Ini yang kami sedang siapkan konsepnya."

Agus melanjutkan, early warning system dalam waktu dekat akan segera dikeluarkan. Namun, ia belum memastikan secara jelas, kapan akan mulai dirilis.

"Teman-teman dari kesehatan lingkungan atau kesling lain juga sudah berkoordinasi. Semoga dalam waktu dekat ini sudah akan keluar early warning system-nya," katanya.

Secara umum, mekanisme sistem peringatan dini (early warning system) polusi udara juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Implementasi di lapangan sedang dibahas, apakah akan mengeluarkan selebaran atau peringatan sirine tatkala kualitas udara sedang buruk.

"Sistem juga bisa dilakukan secara manual dan harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, apakah peringatan dini bisa dalam bentuk sirine misalnya, ketika kualitas udara lagi jelek," terang Agus Dwi Susanto, yang juga Direktur Utama RSUP Persahabatan Jakarta.

"Apakah juga kemudian akan keluar selebaran-selebaran. Konsep seperti ini yang lagi dipikirkan."

Sistem peringatan dini polusi udara yang terintegrasi dengan SATUSEHAT Mobile ini juga dipersiapkan secara nasional.

"Kemenkes secara nasional menyiapkan yang terintegrasi dengan early warning system data SATUSEHAT, sehingga bisa dari handphone masing-masing," imbuh Agus.

2 dari 3 halaman

Satgas Harus Murni

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Muhammad Aminullah mengatakan, ini akan efektif jika membenahi sumber polusi salah satunya soal pengawasan industri.

“Kalau tujuannya memang betul untuk mengatasi polusi udara dari sumbernya dan ada peningkatan di segi pengawasan dan penindakan industri mungkin akan sangat efektif. Tapi kalau hanya mau memasarkan kendaraan listrik seperti sebelum-sebelumnya, ya tidak ada gunanya juga Luhut turun tangan,” kata pria yang akrab disapa Anca kepada Liputan6.com, Rabu (30/8/2023).

Karena itu, lanjut dia, penting Satgas Polusi Udara ini meningkatkan pengawasan usaha dengan izin lingkungan masih sangat rendah, khususnya di Jakarta.

“Dari ribuan usaha yang ada, rata-rata setiap tahun pemerintah hanya bisa mengawasi 800 usaha, itu kan sangat jauh. Tingkat ketaatan sektor usaha dengan izin lingkungan, termasuk industri manufaktur di Jakarta juga cukup rendah,” jelas Anca.

Dia pun mencontohkan, tahun 2021 ada 400 yang tidak taat, di mana pun dengan pengawasan yang rendah. Bagaimana, jika pengawasannya maksimal, kemungkinan angka bagi yang tidak taat akan bertambah.

“Kalau Satgas Luhut membenahi itu, bisa saja efektif. Atau melakukan pensiun dini terhadap beberapa PLTU yang dianggap menjadi pencemar dominan Jakarta,” ungkap Anca.

Karena itu, kata dia, berharap satgas ini bekerja murni mengatasi polusi udara dari sumbernya.

“Dan jangan sampai Luhut memanfaatkan polusi udara untuk jualan mobil listriknya yang selama ini dia gembar gemborkan,” pungkas Anca.

Sementara, Pengkampanye Iklim & Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu memandang pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi dan KLHK mencabut kasasi  atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang memenangkan gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) yang diajukan 32 warga atas buruknya polusi udara di Jabodetabek.

Diketahui, Warga yang tergabung dalam citizen lawsuit pencemaran udara Jakarta (CLS Udara) berhasil memenangkan perkara gugatan polusi udara di Jakarta setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan atau vonis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor 374/PDT.G-LH/2019/PN.JAK.PUS.

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan putusan hakim yang memerintahkan agar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Kesehatan (Menkes), dan kepala daerah untuk segera mengatasi pencemaran udara Jakarta. 

"Cabut kasasi dalam gugatan warga negara mengenai polusi udara yang sudah dimenangkan. Tinggal laksanakan perintah hakim dalam putusan," kata Bondan kepada Liputan6.com, Rabu (30/8/2023).

Selain itu, membuat base line data Mengenai sumber pencemar udara secara berkala, bukan hanya Jakarta tapi juga Jawa Barat dan Banten.

"Menambah alat pantau udara yang bisa representatif. Jakarta butuh alat pantau," jelas Bondan.

Dia juga menuturkan, jadikan angka korban dan kerugian ekonomi akibat polusi udara menjadi dasar pengambilan kebijakan untuk membuat kebijakan yang benar-benar bisa mengendalikan sumber pencemaran udara salah satunya adalah penggunaan bahan bakar fosil.

"Berikan kesempatan agar publik bisa berpartisipasi dalam upaya memonitoring dan evaluasi keberhasilan kebijakan pemerintah dalam upaya pengendalian pencemaran udara," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Antisipasi Pemerintah

Seluruh Puskesmas di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dalam waktu dekat akan dipasang alat sensor pengukur kualitas udara. Upaya ini merupakan salah satu strategi pemantauan kualitas udara, apakah polusi udara lagi buruk atau tidak.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan, pemasangan alat sensor kualitas udara yang akan disebar di Puskesmas Jabodetabek masih menunggu proses lanjutan.

Sembari menunggu proses kehadiran alat sensor tersebut, tiap Puskesmas sudah dilengkapi dengan sanitarian kit.

Sanitarian kit adalah alat untuk melakukan pemeriksaan terhadap kualitas sanitasi dan kesehatan lingkungan langsung di lapangan. Alat ini dilengkapi dengan alat pemeriksaan udara dan deteksi cemaran makanan serta pelaporan hasil uji untuk seluruh parameter.

“Yang sensor pengukur kualitas udara ini belum dipasang, kita masih proses. Jadi sambil tunggu itu kita punya namanya sanitarian kit, yang bisa untuk mengukur polusi udara juga tapi itu masih manual," jelas Maxi usai 'Press Briefing - Penanganan Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan Masyarakat' di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Senin, 28 Agustus 2023.

Maxi Rein Rondonuwu menambahkan, rencana pemasangan alat sensor kualitas udara di Puskesmas Jabodetabek berjumlah 674 unit. Jumlah 674 unit berdasarkan data Kemenkes RI hingga per 30 Agustus 2023.

"Itungannya baru rencana, Jabodetabek ada 674 unit kalau enggak salah ditaruh di Puskesmas," tambahnya.

Ketika ditanya lebih lanjut, apakah ada rencana untuk memasang alat sensor kualitas udara di Puskesmas yang berada di luar DKI Jakarta, seperti daerah rawan kebakaran lahan dan hutan (karhutla)?

Maxi menjawab, saat ini fokus Kemenkes baru untuk di Puskesmas Jabodetabek.

"Sementara, kami fokus dulu di Jabodetabek ya Puskesmas kecamatan dulu di Jabodetabek. Kalau di DKI kan ada 300 lebih Puskesmas di kecamatan dan kelurahan," pungkasnya.

Pemakaian masker KF94 atau KN95 dinilai dapat memblok paparan partikel polusi udara. Hal ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin saat memberikan 'Keterangan Pers Ratas Peningkatan Kualitas Udara Jabodetabek' pada Senin, 28 Agustus 2023.

Menurut Menkes Budi, standar masker KF94 atau KN95 memiliki keretakan yang baik untuk mencegah partikel polutan terhirup. Upaya pemakaian masker termasuk imbauan kepada masyarakat tatkala beraktivitas di luar ruangan.

"Nah kita edukasi terus. Kita lakukan dan mengimbau preventif. Jadi polusi udaranya, kita akan standarkan maskernya, karena apa? Itu bisa diblok dengan masker, tapi maskernya yang KF94 atau KN95 minimum yang memiliki kerekatan," terangnya di Kantor Presiden Jakarta.

Pencegahan terhirup polutan dengan masker KF94 dan KN95 juga melihat dari bahaya partikulat PM2.5. Partikulat PM2.5 dapat masuk ke paru-paru.

"PM2.5 ini bisa masuk ke pembuluh darah paru, karena saking kecilnya ya. Jadi perlu masker yang KF94 atau KN95 untuk pencegahannya," lanjut Budi Gunadi.

Video Terkini