Sukses

Environmental Institute Urai Alasan Indonesia Harus Beralih ke Energi Bersih

Founder/CEO Environmental Institute, Mahawan Karuniasa menyatakan produksi karbon dioksida dunia mencapai rekor pada 2022 dibandingkan volume yang dihasilkan sejak 1900.

Liputan6.com, Jakarta - Transisi energi adalah hal yang sangat penting pada situasi iklim global saat ini, di mana batas kenaikan suhu global mencapai 1,5 derajat, bahkan telah menjadi isu setelah COP 26.

Environmental Institute menyadari hal ini. Bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, pada tanggal 30 Agustus, Environmental Institute menggelar seminar Perubahan Iklim dan dan mengangkat isu Transisi Energi Berkelanjutan sebagai tema seminar.

Founder/CEO Environmental Institute, Mahawan Karuniasa menyatakan produksi karbon dioksida dunia mencapai rekor pada 2022 dibandingkan volume yang dihasilkan sejak 1900.

Peningkatan tersebut tak lepas dari pulihnya aktivitas masyarakat, industri, hingga transportasi pasca pandemi dan lebih banyak kota beralih ke batu bara sebagai sumber listrik berbiaya rendah

“Sektor energi merupakan penyumbang terbesar emisi Karbon. Angkanya mencapai 37,5 miliar ton. Penyumbang emisi lainnya berasal dari lahan, limbah, juga perhutanan. Dari sektor energi, penyumbang emisi terbesar berasal dari pembangkit listrik, industri, transportasi dan lainnya," kata Mahawan.

Mahawan berujar, karbon dioksida dilepaskan ketika bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, atau gas alam digunakan sebagai bahan bakar mobil dan pesawat, serta untuk konsumsi rumah tangga, dan pabrik.

"Ketika gas memasuki atmosfer, maka karbon-karbon itu memerangkap panas sehingga mempengaruhi pemanasan iklim," terang Mahawan.

2 dari 2 halaman

Cuaca Ekstrem Tingkatkan Emisi Karbon Dioksida

Peristiwa cuaca ekstrem meningkatkan emisi karbon dioksida pada tahun lalu. Mahawan berkata, peristiwa tersebut di antaranya bencana kekeringan yang mengurangi debit air yang digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan gelombang panas. Kedua hal tersebut mendorong meningkatkan kebutuhan energi fosil.

“Data data ilmu pengetahuan dan penelitian menunjukkan bahwa Pengembangan energi mikro hydro bisa mengurangi emisi dan akan mengurangi bencana hidro meteorologi di Indonesia. Pembangunan PLTA menjadi kontributor penting bagi energi hijau sekaligus mengurangi emisi," tukas Mahawan.