Liputan6.com, Jakarta Bareskrim Polri resmi menetapkan advokat Alvin Lim (AL) sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian. Hal ini dipandang, sudah sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Penetapan tersangka tersebut secara prosedural, substansial, dan kewenangan telah baik dan benar karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad, ditulis Minggu (3/9/2023).
Menurut dia, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri pasti telah melewati serangkaian proses sebelum menetapkan Alvin Lim sebagai tersangka.
Advertisement
"Proses (penetapan) tersangka tersebut telah melalui penyelidikan dan penyidikan," jelasnya.
Suparji yakin, penyidik tidak sembarangan begitu saja dalam memeriksa alat bukti, keterangan saksi dan ahli, hingga gelar perkara dan menetapkan Alvin Lim sebagai tersangka.
"Penyidik tentunya telah memperhatikan aspek formil dan materiil," ujarnya.
Sementara terkait dengan hak imunitas profesi advokat yang melekat pada Alvin Lim, Suparji menyebut hal itu tidak bisa diterapkan dalam kasus yang menjeratnya kali ini. Sebab, dalam perkara itu tidak sedang menjalankan profesinya sebagai seorang kuasa hukum.
Atas dasar itu, penetapan tersangka terhadapnya dipastikan tidak melanggar ketentuan hak imunitas profesi advokat.
"Ya tentunya tidak melanggar (hak imunitas advokat), karena tindakan yang dilakukan di luar konteks menjalankan profesinya," Suparji menandaskan.
Alvin Lim Jadi Tersangka
Sebelumnya, Bareskrim Polri resmi menetapkan advokat Alvin Lim (AL) sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian terkait video di akun YouTube Quotient TV, yang menyebutkan Kejaksaan sarang mafia.
"Sudah melakukan penetapan tersangka terhadap Saudara AL," tutur Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar di Mabes Polri, Rabu (30/8/2023).
Adi menyebut, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap 28 saksi dan delapan saksi ahli sebelum melakukan penetapan tersangka Alvin Lim.
Hal itu pun menyusul adanya delapan Laporan Polisi yang dikumpulkan dari sejumlah Polda, sebelum akhirnya ditarik dan ditangani oleh Bareskrim Polri.
“Di antaranya adalah saksi ahli Undang-Undang ITE, saksi ahli pidana, saksi ahli bahasa, saksi ahli sosiologi, saksi ahli kode etik advokat,” jelas dia.
Advertisement