Sukses

Mensos Risma Tegaskan Potensi Kerugian Negara Dalam Penyaluran Bansos Senilai Rp523 Miliar Dapat Diselamatkan

Dalam acara yang diselenggarakan di Gedung ACLC KPK tersebut Mensos Risma menyatakan potensi kerugian negara Dalam Penyaluran Bansos lebih dari Rp523 miliar per bulan, dapat diselamatkan melalui penidaklayakan penerima Bansos yang dilakukan bersama Pemerintah Daerah.

Liputan6.com, Jakarta Perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada 2020 mendapatkan catatan dari BPK, BPKP, dan KPK. Demikian disampaikan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Dalam acara yang diselenggarakan di Gedung ACLC KPK tersebut Mensos Risma menyatakan potensi kerugian negara Dalam Penyaluran Bansos lebih dari Rp523 miliar per bulan, dapat diselamatkan melalui penidaklayakan penerima Bansos yang dilakukan bersama Pemerintah Daerah sebanyak 2.284.992 Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Bersama Pemerintah Daerah juga telah berhasil diperbaiki 41.377.528 data dan telah diterima 21.072.271 data usulan baru, yang sudah mendapatkan Bansos sebanyak 15.294.921 jiwa dan yang diusulkan masuk DTKS saja sudah ada sebesar 4.473.332 jiwa.

 

Dalam acara "Interoperabilitas Data Antar K/L untuk Akurasi Data Penerima Bantuan" pada Selasa (5/9), Mensos Risma juga menyampaikan potensi kerugian negara penyaluran Bansos sebesar Rp140 miliar per bulan dapat diselamatkan bersama dengan kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi, Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, Badan Kepegawaian Negara serta BPJS Ketenagakerjaan.

Sebanyak 493.137 penerima bansos yang gajinya diatas UMK, 23.879 ASN dan 13.369 data yang terdaftar pada Ditjen AHU, sudah dikembalikan ke Daerah untuk diverifikasi ulang. Dalam pertemuan ini, Mensos Risma mengungkapkan, sejak menjabat, dia telah menerima banyak masukan dari BPK, BPKP dan lembaga lainnya terkait upaya pembersihan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga pada Agustus 2023 sebanyak 68. 211.528 data sudah ditidurkan atau di-non ops-kan.

"Sejak awal saya menjabat sebagai Menteri Sosial, saya menerima banyak surat cinta dari BPK, BPKP atau lembaga lain yang isinya data kami tidak berintegritas. Kemudian ada juga masalah transparansi dan regulasi data bansos. Dari sanalah kami bertekad melakukan perbaikan," ujar Mensos Risma. 

 

Selain itu, Mensos Risma menilai bahwa pembaruan data selama dua tahun (sesuai UU), atau bahkan enam bulan sekali dinilai masih sangat lambat. Karena data kependudukan berubah cepat, baik ada yang meninggal, berpindah domisili, bayi lahir, dan sebagainya. Oleh karena itu, Mensos Risma mengusulkan adanya pembaruan data tiap satu bulan sekali. 

"Maka, pada 2021, kami sudah mencoba evaluasi tiap enam bulan, itu data sudah tidak update. Karena itulah deviasinya terlalu tinggi jika kami melakukan pembaruan tiap dua tahun sekali. Risiko ketidakakuratan data sangat tinggi. Akhirnya, saya usulkan agar memperbarui data tiap bulan," ujar Mensos Risma. 

Selain itu, Mensos Risma juga menyinggung peran penting pemerintah daerah. Sesuai Undang-Undang No 13 tahun 2011, Mensos Risma hanya berwenang menetapkan, dan bukan mengubah atau mengusulkan data. 

 

UU tersebut memberikan mandat, data diusulkan dari tingkat desa/kelurahan dan naik secara berjenjang. Penetapan itulah yang menjadi dasar pemerintah atau pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan. Menteri Sosial tidak berwenang untuk mengubah data. 

"Oleh karena itulah saya meminta pemerintah daerah untuk aktif memperbarui data secara berkala," ujarnya pada para kepala daerah yang turut hadir dalam pertemuan tersebut melalui zoom meeting. 

Mensos Risma juga menambahkan bahwa Kementerian Sosial telah menyediakan aplikasi cek bansos di mana di dalamnya ada fitur usul sanggah. Dengan fitur usul sanggah ini, masyarakat bisa mengajukan data secara mandiri.  Fitur usul sanggah ini pun hadir karena banyak aduan kepada Menteri Sosial mengenai Bansos yang salah sasaran.

 

"Cukup banyak masyarakat yang merasa bahwa bansos tidak tepat sasaran, seperti yang miskin tidak dapat dan yang kaya justru dapat. Dengan fitur ini, masyarakat bisa mengajukan DTKS sendiri dan kami akan memeriksa kelayakannya," tutur Mensos Risma.

Dalam kesempatan sama, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan mengatakan bahwa Kementerian Sosial telah melakukan perbaikan yang signifikan untuk mengatasi permasalahan DTKS. Pahala menghimbau pemerintah daerah juga hendaknya berperan aktif dalam pengusulan sehingga DTKS bisa akurat dan kredibel. 

Menurut dia, sejak akhir tahun 2021, Kemensos sudah melakukan perbaikan yang signifikan: 98% data DTKS bisa dipastikan memiliki NIK, dan berada di Indonesia. Sementara sisanya yang meninggal atau lahir, selalu ada perubahan data dan diperbarui. 

 

"Untuk mengenai kaya dan miskin, semua bergantung pada usulan daerah. Jadi pemerintah daerah diharapkan aktif untuk memperbarui datanya," tutur Pahala. 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berpesan kepada Kementerian/Lembaga terkait dan pemerintah daerah agar turut aktif dalam pembaruan data ini. Alex pun berharap sinergitas ini nantinya akan terus dilaksanakan. 

"Maka dari itu, kami berharap berharap akurasi data dengan cara berbagi data antar Kementerian/Lembaga serta peran aktif pemerintah daerah akan menjadi suatu proses bisnis reguler. Jadi updating data ini harus dilaksanakan secara terus-menerus, berkesinambungan," ujarnya.

 

 

(*)