Liputan6.com, Jakarta Dalam ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF), Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyampaikan bahwa kolaborasi dalam transisi energi adalah kunci penting menyeimbangkan trilema energi, yaitu security, affordability, dan sustainability. Oleh karena itu, PLN berusaha untuk terus memperkuat kerja sama dalam ketahanan energi nasional dengan komunitas energi global
Menurut Darmawan, transisi energi kini semakin mungkin diwujudkan karena tarif listrik dari energi baru terbarukan (EBT) semakin terjangkau. Kendati demikian, tantangan utama dalam proses transisi energi terletak pada aspek finansialnya. Karena pembangkit EBT memiliki karakteristik yang memerlukan investasi modal besar sejak awal, meskipun biaya operasionalnya cenderung lebih ekonomis.
Baca Juga
"Untuk menjalankan komitmen ini, Indonesia tidak bisa berjalan sendiri. Memang tantangannya sangat besar, namun dengan adanya forum seperti AIPF ini memberi kita keyakinan, apapun tantangannya, kita akan terus melangkah maju bersama-sama," ungkapnya.
Advertisement
Darmawan menambahkan dalam 2 tahun terakhir, PLN telah menjalankan berbagai upaya transisi energi. Langkah-langkah tersebut mencakup pembatalan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 13,3 Gigawatt (GW), penggantian 1,1 GW pembangkit listrik batu bara dengan sumber energi terbarukan, serta identifikasi pembangkit listrik berbasis EBT sebanyak 51,6%.
"Kami saat ini sedang merancang dan meninjau rencana tenaga listrik nasional. Dengan sistem baru ini, kami menyadari adanya ketidaksesuaian antara sebagian besar sumber energi terbarukan dan pusat beban. Oleh karena itu, kami akan membangun supergrid hijau untuk menghubungkannya," terangnya.
ASEAN Power Grid, Cerminan Kekuatan Baru ASEAN
Darmawan menyampaikan bahwa PLN saat ini sedang aktif merancang dan membangun smart grid secara menyeluruh saat ini. Melalui jaringan baru ini, PLN memiliki peluang untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dan angin dari 5 GW menjadi 28 GW.
Pengembangan green enabling super grid dan end-to-end smart grid ini semakin mendesak. Hal ini guna mengatasi ketidaksesuaian sumber EBT dengan pusat-pusat kebutuhan listrik dan mengakomodasi penetrasi EBT variabel yang sangat masif.
Kedepannya, sistem ini akan menjadi fondasi yang mendukung ekspansi jaringan listrik ASEAN Power Grid. Dengan sistem ini, negara-negara ASEAN seperti Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, dan Indonesia dapat terhubung melalui jalur transmisi lintas negara yang saling terkoneksi.
"ASEAN Power Grid bukan hanya tentang listrik tetapi juga mencerminkan kekuatan baru ASEAN. Hal ini mencerminkan transformasi ASEAN yang sebelumnya terpecah belah menjadi ASEAN yang bersatu, dengan satu tujuan, yaitu kemakmuran Asia Tenggara," pungkas Darmawan.
CEO Canada Business Council Goldy Hyder sependapat bahwa dalam menjalankan transisi energi tidak bisa serta merta mengabaikan keterjangkauan dan ketahanan energi. Langkah transisi energi, menurut Hyder juga perlu mengedepankan aspek keberlanjutan dan kemakmuran masyarakat di dunia.
"Prinsip utama dalam mencapai sebuah target tidak bisa mengabaikan ketahanan energi, prinsip yang berkelanjutan dan juga keterjangkauan. Langkah-langkah perlu dipetakan secara matang dan mengedepankan kesejahteraan masyarakat," tambah Hyder.
Advertisement
Demi ASEAN Lebih Terkoneksi
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan AIPF bertujuan untuk menghubungkan sektor swasta dan publik di kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik untuk kerja sama yang lebih kuat. Forum ini akan menjadi platform bagi negara-negara anggota ASEAN dan mitra untuk terlibat dalam diskusi konstruktif yang menghasilkan proyek-proyek nyata yang pada akhirnya meningkatkan kolaborasi di kawasan Indo-Pasifik.
“Kita berkumpul di sini untuk membangun masa depan kita yang lebih terkoneksi, lebih makmur, dan lebih berkelanjutan untuk kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik,” kata Erick.
Seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, permintaan pasokan listrik juga semakin tinggi. Hal ini menjadi tantangan bersama, bagaimana menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketahanan energi.
(*)