Sukses

Permohonan Ayah David Minta Mario Divonis Hukuman Maksimal Terkabul, tapi Restitusi Terpangkas

Hakim memutuskan untuk memotong biaya restitusi yang diajukan sebesar Rp 120 miliar menjadi Rp 25 miliar.

 

Liputan6.com, Jakarta Ayah korban penganiayaan Cristalino David Ozora, Jonathan Latumahina mengaku cukup puas atas putusan hakim yang menjatuhi hukuman terhadap Mario Dandy Satrio dengan hukuman penjara selama 12 tahun penjara. Namun, untuk restitusi yang diajukan dirinya berdasarkan rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK) Rp120 miliar harus terpangkas.

"Kalau restitusi itu kan dari kemarin kami selalu menyampaikan bahwa kita ingin mendapatkan keadilan yang maksimal karena secara subjektif saya ditanya, adil atau tidak tentu saja, adil kecuali dia (Mario) juga koma," kata Jonathan di PN Jakarta Selatan, Kamis (7/9/2023).

Meskipun pada akhirnya restitusi hakim memutuskan untuk memotong biaya restitusi yang diajukan olehnya, ia belum sepenuhnya dapat menerima. Tapi menurut dia keadilan yang selama ini dicarinya sudah cukup menjawab.

"Kalau mendengar vonis tadi saya kira cukup mewakili pencarian kami atas keadilan karena dibuka peluang oleh majelis untuk kita tetap bisa melanjutkan upaya-upaya hukum," jelas dia.

Sebelumnya, hakim dalam amar putusannya, menjatuhi hukuman kepada Mario dengan pidana penjara selama 12 tahun serta membayar biaya restitusi kepada David sebesar Rp25 miliar.

"Membebankan terhadap terdakwa untuk membayar ganti rugi sebesar Rp25.150.161.900 rupiah," kata ketua hakim, Alimin Ribut Sudjono dalam amar putusannya, Kamis.

Agar Mario dapat membayar restitusi, kata Sudjono terdakwa dapat menjual satu ini mobil Rubicon merk Jeep dengan Nopol B 2571 PBP agar dapat dijual berikut dengan kunci dan STNKnya.

"Serta harta lainnya milik terdakwa untuk dijual milik terdakwa dijual di muka umum dilelang dan hasil diberikan untuk mengurangi sebagian restitusi yang dibayarkan ke anak korban," ucapnya.

Berbeda dengan halnya dengan Shane Lukas, hakim dalam pertimbangannya mengatakan terdakwa bukanlah pelaku utama dalam kasus penganiayaan itu. Sehingga Shane tidak dikenakan untuk membayar restitusi sebagaimana yang telah diajukan oleh kubu David.

Selain itu, dalam amar putusan hakim, menyebut tidak ada hal yang meringankan bagi terdakwa.

"Hal yang meringankan nihil," kata ketua Majelis Hakim.

Sementara itu, Alimin juga menyatakan hal yang memberatkan terhadap anak eks petinggi Ditjen Pajak Kemenkeu itu diantaranya perbuatan yang sadis hingga menikmati perbuatannya.

"Perbuatan terdakwa sadis dan sangat kejam. Terdakwa menikmati perbuatannya bahkan melakukan selebrasi dan menyebabkan rekaman video atas perbuatannya," jelas Ketua Hakim.

Hakim menilai, Dandy sapaan Mario telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan berat yang menyebabkan korbannya sempat mengalami koma.

Hakim menilai terdakwa melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu.

2 dari 2 halaman

Shane Lukas Tidak Diwajibkan Bayar Restitusi

Berbeda dengan halnya dengan Shane Lukas, hakim dalam pertimbangannya mengatakan terdakwa bukanlah pelaku utama dalam kasus penganiayaan itu. Sehingga Shane tidak dikenakan untuk membayar restitusi sebagaimana yang telah diajukan oleh kubu David.

Selain itu, dalam amar putusan hakim, menyebut tidak ada hal yang meringankan bagi terdakwa.

"Hal yang meringankan nihil," kata ketua Majelis Hakim.

Sementara itu, Alimin juga menyatakan hal yang memberatkan terhadap anak eks petinggi Ditjen Pajak Kemenkeu itu diantaranya perbuatan yang sadis hingga menikmati perbuatannya.

"Perbuatan terdakwa sadis dan sangat kejam. Terdakwa menikmati perbuatannya bahkan melakukan selebrasi dan menyebabkan rekaman video atas perbuatannya," jelas Ketua Hakim.

Hakim menilai, Dandy sapaan Mario telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan berat yang menyebabkan korbannya sempat mengalami koma.

Hakim menilai terdakwa melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com