Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden atau Pilpres 2024 tinggal hitungan sekitar 5 bulan ke depan. Tak mengherankan, bila kemudian beberapa koalisi politik mulai menghitung kekuatan sekaligus memprediksi perolehan suara dalam pilpres mendatang.
Sejauh ini ada 3 koalisi politik yang masing-masing mengusung bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto. Selain mengerahkan kader dan mesin partai, para koalisi ini menyasar dukungan suara dari sejumlah organisasi besar kemasyarakatan dan keagamaan seperti Nahdlatul Ulama atau NU.
Baca Juga
Namun, dalam sejumlah kesempatan, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan NU tidak mau terlibat di dalam politik praktis. Sebelumnya, merujuk hasil survei tahun 2022, Gus Yahya juga sempat mengklaim 59,2 persen dari populasi muslim di Indonesia mengaku sebagai nahdliyin atau warga NU.
Advertisement
"Jangan ada calon (capres-cawapres) mengatasnamakan NU. Kalau ada calon mengatasnamakan (NU), kredibilitasnya atas nama perilakunya sendiri-sendiri, bukan atas nama NU," ujar Yahya Cholil Staquf di Jakarta, Sabtu 2 September 2023.
Penegasan serupa disampaikan Gus Yahya usai menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 4 September 2023. "Kalau ada pengurus NU kemudian menggunakan lembaga NU untuk kegiatan politik praktis, langsung kita tegur."
Ketum PBNU ini juga menekankan capres 2024 tidak bisa mengatasnamakan NU. "Kalau ada capres mengatasnamakan NU, tapi bukan pengurus NU, ya kami juga bisa mengatakan itu tidak benar. Tapi kan kami tak bisa beri sanksi apa-apa kalau bukan pengurus."
Gus Yahya selaku Ketum PBNU telah mengeluarkan sikap tegas. Lalu, bagaimana ragam tanggapan perihal berebut dukungan dan suara nahdliyin di Pilpres 2024? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:
Infografis Berebut Dukungan dan Suara Nahdliyin di Pilpres 2024
Advertisement