Sukses

HEADLINE: Kode "Breaking News" Ridwan Kamil Bakal Jadi Cawapres Ganjar, Peta Politik Berubah?

Golkar menegaskan jika Ridwan Kamil terpilih menjadi cawapres Ganjar, posisi Partai Golkar tetap berada di Koalisi Indonesia Maju dan mendukung pencapresan Prabowo Subianto.

Liputan6.com, Jakarta - Peta politik jelang pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden diyakini bakal berubah usai mantan gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan sinyal akan adanya berita baru tentang dirinya pada pekan depan.

"Kalau minggu depan ada breaking news, ya, mohon dimaklumi. Kodenya itu aja," kata Ridwan Kamil saat pisah sambut sebagai Gubernur Jawa Barat di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat pada Selasa 5 September 2025.

Ucapan Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil itu, disambut tawa dan tepuk tangan dari hadirin dan undangan yang hadir. Ucapan tersebut diyakini terkait bursa cawapres yang saat ini jadi sorotan. Nama Ridwan Kamil digadang menjadi salah satu calon kuat pendamping Ganjar Pranowo.

Terlebih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sudah terang-terangan menyebut sedang mempertimbangkan Ridwan Kamil menjadi calon wakil presiden pendamping Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. 

Terlebih, pujian Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah kepada Ridwan Kamil yang menyebutnya salah satu kepala daerah yang dinilai sukses memimpin Jawa Barat merupakan kode keras PDIP.

"Jadi sebagai satu kandidat yang masuk dalam pertimbangan-pertimbangan tersebut," kata Ahmad Basarah.

Menanggapi hal ini, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai kode 'breaking news' yang disampaikan oleh Ridwan Kamil bisa jadi mantan Gubernur Jawa Barat ini akan diumumkan menjadi calon wakil presiden pendamping Ganjar Pranowo, bukan Prabowo. 

Sebab, menurut Emrus, secara sosiologis Ridwan Kamil tampak cukup dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 

"Saya melihat bahwa relasi politik dan relasi personal Ridwan Kamil dan Megawati sangat baik. Saya lihat sendiri Ridwan Kamil ini sangat hormat dengan Megawati," kata Emrus kepada Liputan6.com di Jakarta.

Hubungan personal yang baik ini, kata Emrus bisa menjadi pintu masuk untuk menjalin hubungan formal dengan Megawati sehingga Ridwan Kamil bisa dipasangkan dengan Ganjar Pranowo. 

Jika PDIP memilih Ridwan Kamil sebagai pasangan Ganjar Pranowo, kata Emrus, maka keduanya saling menguntungkan. Bagi PDIP dan Ganjar bisa mendulang suara di Jawa Barat sebagai lumbung suara terbesar. Sebab, selama menjadi gubernur, Ridwan Kamil cukup diterima dan dekat dengan rakyat Jawa Barat. 

"Dari perpisahan kemarin saat tidak lagi menjabat gubernur, tampaknya masyarakat itu ada ikatan emosional yang kuat seolah-olah tidak rela melepas. Ini suatu modal politik," ujarnya.

Sementara Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai Ridwan Kamil dapat mendongkrak elektabilitas Ganjar Pranowo jika dipasangkan di Pilpres 2024. Sebab Ridwan Kamil cukup menguasai Jawa Barat.

"RK dianggap bisa mendongkrak Jawa Barat dan tentunya dia ahli lah," kata Siti dikutip dari Antara, Jumat, (9/8/2023).

Di samping itu, kata dia, RK dan Ganjar memiliki kesamaan kepribadian misalnya keduanya adalah sosok yang cair dan asik. Maka, ketika mereka dipasangkan sebagai bakal capres dan cawapres maka akan cocok.

"Dua orang itu betul-betul orang publik, orang milenial dan memang bagus," ujarnya.

Selain itu, Ridwan Kamil juga dinilai mampu menutupi kelemahan Ganjar Pranowo di Jawa Barat. Di mana Ganjar Pranowo hanya menguasai Jawa Tengah. Sementara lumbung suara terbesar di Indonesia adalah di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

"Jadi, mungkin itu menjadi pertimbangan," kata Pengamat Politik Ade Reza Hariyadi saat dihubungi.

Survei terbaru yang digelar Lembaga Survei Indonesia (LSI) awal Agustus lalu menunjukkan mayoritas pemilih di Jabar terkonsentrasi pada bacapres Prabowo Subianto (39,2%) dan Anies Baswedan (29,6%). Hanya sekitar 25,2% responden yang menyatakan bakal memilih Ganjar. 

Jika ditandemkan, menurut Reza, pasangan Ganjar-Kang Emil juga klop lantaran kinerja keduanya tergolong baik dalam memimpin provinsi masing-masing. Itu, misalnya, tecermin dalam tingkat kepuasan publik terhadap Ganjar dan Kang Emil. 

"Salah satu nilai tambah dalam membangun persepsi publik tentang keberhasilan mereka (Ganjar dan Kang Emil) dalam pemerintahan yang bisa direplikasi kalau mereka mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres," terangnya. 

Dalam sigi Poltracking Indonesia yang dirilis pada 2022, tingkat kepuasan publik Jateng terhadap pemerintahan Ganjar-Taj Yasin Maimoen mencapai 83,2%. Pada survei itu, tingkat kepuasan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum di Jabar mencapai 79,7%. Survei-survei yang dirilis lembaga lainnya juga lazimnya menunjukkan tren serupa. 

Khusus untuk Ridwan Kamil, elektabilitasnya juga tergolong tinggi di Jabar. Sebagai calon Gubernur Jabar, survei Charta Politica yang dirilis Juli lalu menunjukkan tingkat elektabilitasnya mencapai 44,3%. Unggul dari eks Bupati Purwakarta Dedy Mulyadi yang mengantongi 29,3% di peringkat kedua. 

Diposisikan sebagai cawapres, Charta mencatat Ridwan Kamil punya elektabilitas sebesar 38% di Jabar. Pria yang akrab disapa Kang Emili itu mengguguli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (18,7%), Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (9,1%), dan Menteri BUMN Erick Thohir (6,4%).

Reza menilai tak mudah untuk meminang Kang Emil sebagai cawapres Ganjar. Pasalnya, Kang Emil saat ini sudah menjadi kader Golkar. Agustus lalu, Golkar telah bergabung dalam koalisi parpol pendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024. 

Meski begitu, peluang untuk merealisasikan pasangan Ganjar-Kang Emil tak sepenuhnya tertutup. Menurut Reza, dinamika politik masih sangat cair. Selama belum didaftarkan nama paslon belum didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), kejutan-kejutan masih mungkin terjadi. 

"Jadi peluang Pak Ganjar dan Pak Ridwan Kamil untuk berduet saya kira sangat terbuka sekali. Bisa saja Golkar di tengah jalan mengubah keputusan politiknya atau mungkin bisa juga  Ridwan Kamil di tengah jalan mengubah tujuan politiknya untuk tanpa harus mempertimbangkan statusnya di Golkar. Tetapi, keputusan secara pribadi untuk menjadi pasangan Pak Ganjar Pranowo," jelasnya.

 

Peta Politik Bisa Berubah

Dengan dipasangkannya Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil ini, dapat mengubah peta koalisi Pilpres 2024. Pasalnya, Ridwan Kamil kini berstatus politikus Partai Golkar yang sudah mendeklarasikan mendukung Prabowo Subianto.

Selain itu, apabila Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil maju dalam Pilpres 2024, tak dapat dipungkiri suara Prabowo Subianto bisa teriris di Jawa Barat.

"Masalahnya kan ini kader sudah, anak ini (Ridwan Kamil) kader, wakil ketua umum lagi. Jadi, menurut saya, kita di pemilu ini dipertontonkan dengan masalah etika," tegas Peneliti BRIN, Siti Zuhro.

Siti kemudian menyinggung saat Ganjar ingin dipinang oleh partai lain dan mantan Gubernur Jawa Tengah itu dengan tegas menolak dan menyatakan bahwa dirinya merupakan bagian dari PDIP.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga menyerukan agar partai politik lain tidak membajak kader-nya.

"Itu yang harus ditaati, kalau seandainya dia bisa bersatu bagus. Tapi, ya mestinya Golkar ikut," jelas dia.

Ia melihat apabila kedua sosok itu ingin maju bersama dalam Pilpres 2024, Golkar harus diajak dan didiskusikan secara baik bukan tiba-tiba berpindah haluan. Siti menuturkan kondisi tersebut merupakan etika politik.

"Dalam pemilu ini etika politik jangan dinafikan, jangan dikesampingkan. Itu harus dikedepankan," ucapnya.

Tanpa etika politik, sambung dia, politik akan menghalalkan semua cara untuk mewujudkan tujuannya. Apabila sudah seperti itu, politik Indonesia tak beradab.

"Kita tidak punya etika lagi, kita kehilangan kemuliaan budaya kita sebagai tentu bangsa Indonesia," pungkas Siti.

Sementara menurut Pakar Komunikasi Politik, Emrus Sihombing, di internal Golkar sendiri, bisa jadi Ridwan Kamil disiapkan untuk Plan B apabila Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto tidak dipilih menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto. Sebab Emrus menilai dinamika politik di Koalisi Indonesia Maju masih sangat tinggi sehingga belum ada kepastian soal terpilihnya Airlangga sebagai cawapres Prabowo.

"Sampai saat ini belum ada kepastian apakah Airlangga menjadi cawapres oleh karena itu, bisa jadi mereka melakukan evaluasi di internal partai sehingga sosok RK menjadi kandidat yang mungkin diputuskan dari Golkar sebagai plan B," kata dia.

Sementara Ridwan Kamil ini, kata Emrus dinilai bukan hanya memiliki elektabilitas yang tinggi tetapi merupakan sosok yang mudah diterima di semua partai politik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Golkar Bisa Main di Dua Kaki

Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto sendiri mengaku sampai saat ini belum ada pembicaraan soal Ridwan Kamil menjadi bakal calon wakil presiden pendamping Ganjar. 

"Itu belum dibahas (Ridwan Kamil menjadi cawapres Ganjar)," ujar Airlangga Hartarto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Airlangga menyampaikan partainya saat ini masih fokus pada Koalisi Indonesia Maju.

"Ya nanti akan ada pembicaraan. Di saat sekarang, Golkar konsentrasi pada Koalisi Indonesia Maju. Proyeksinya nanti. Kalau gubernur sudah disiapkan," jelas Airlangga.

Sementara, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menyatakan pihaknya tidak bisa melarang jika salah satu kadernya dipertimbangkan menjadi cawapres. 

Bahkan, kata Agung, jika Ridwan Kamil terpilih menjadi cawapres Ganjar, menjadi sebuah kehormatan bagi Partai Golkar.

"Kalau sekarang disebut-sebut RK ini juga bagi kami hak politik kader Golkar untuk memilih dan dipilih. Tapi kalau diminta berpasangan dengan Pak Ganjar saya kira itu sebuah kehormatan dan bagi Golkar tentu tidak ada alasan untuk melarang karena saya yakin bahwa dia tetap sebagai salah satu Waketum DPP Partai Golkar," kata Agung Laksono.

Namun, Agung Laksono menegaskan dengan peluang Ridwan Kamil menjadi cawapres Ganjar bukan berarti mantan Gubernur Jawa Barat itu keluar dari Golkar. Ridwan Kamil tetap menjadi salah satu wakil ketua umum DPP Partai Golkar.

"Pengalaman-pengalaman kami ada mengusung bukan kader partai, tapi kesepakatan dalam koalisi kan kita hormati juga. Kalau ada kader kami yang diminta sebagai pendamping presiden sebagai wapres, ya itu juga saya kira hak dia untuk menjalankannya. Walaupun demikian dia tetap sebagai Waketum tidak keluar dari Golkar," kata Agung.

Kendati demikian, dia menegaskan posisi Partai Golkar saat ini tetap berada di Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan mendorong Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagai cawapres Prabowo Subianto.

"Sudah mendukung sebagai cawapres dalam Koalisi Indonesia Maju, sudah diputuskan pada hari Sabtu atau Minggu yang lalu. Jadi sudah diputuskan, ya tetap dijalankan, makanya di situlah uniknya Golkar," ungkapnya.

"Pokoknya Pak RK kalaupun terpilih ini kan masih berandai-andai belum final ya. Andaikan pada waktunya ditetapkan (jadi cawapres Ganjar), Partai Golkar tidak ada rencana keluar dari koalisi," tegasnya.

Agung Laksono bercerita bahwa partainya sudah memiliki pengalaman berada di dua posisi dalam langkah politik saat penyelenggaraan pilpres.

"Kalau kita ya begitu, beberapa kali pengalaman Pak Jusuf Kalla, pengalaman Pak Wiranto," kata Agung Laksono.

Namun, dia menegaskan, jika Ridwan Kamil terpilih menjadi cawapres Ganjar, posisi Partai Golkar tetap berada di Koalisi Indonesia Maju dan mendukung pencapresan Prabowo Subianto.

"Kita ikut apa yang sudah disepakati oleh DPP Partai Golkar. Kan unik tuh kita ya, tapi ya begitulah keadaanya. Yang penting negara tetap stabil, pemilu tidak sampai ada hantaman-hantaman. Justru harus menambah kemajuan di ekonomi, hukum, budayanya, termasuk demokrasi," ujar Agung.

"Jadi ya monggo misalnya dengan Pak Ganjar, tapi dengan wakilnya Pak RK secara selaku individu yang kebetulan sebagai Waketum Partai Golkar bukan sebagai Golkar. Tapi sebagai individu yang kebetulan sebagai Waketum Golkar," sambung dia.

Sementara Wakil Ketua Umum Golkar Melchias Markus Mekeng justru membuka peluang Golkar bergabung dengan PDI Perjuangan apabila Ridwan Kamil menjadi calon wakil presiden. Namun, saat ini proses komunikasi dengan PDIP masih dilakukan.

"Semua masih berproses, dan politik itu dinamis sampai waktu yang pas untuk posisi-posisi tersebut, jadi kita lihat aja," kata Mekeng.

Golkar tidak terburu-buru menduetkan Ridwan Kamil dengan Ganjar Pranowo. Sebab saat ini Golkar masih berkoalisi dengan Prabowo Subianto. Golkar tidak ingin gaduh.

"Tentunya partai Golkar senang karena salah satu kader terbaik menjadi cawapresnya Ganjar, namun kita semuanya harus bersabar agar tidak gaduh karena Airlangga juga didorong untuk menjadi Cawapres dari Prabowo," kata Mekeng.

Partai Golkar tengah mencari jalan yang terbaik. Apakah akan berkoalisi dengan Ganjar dengan mengusung Ridwan Kamil. Atau tetap bersama Prabowo.

"Intinya Partai Golkar akan mencari yang terbaik buat bangsa dan negara serta persatuan bangsa agar bisa terus membangun untuk masyarakat adil dan sejahtera," pungkas Mekeng.

3 dari 3 halaman

Harus Ada Musyawarah Mufakat

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengingatkan PDIP dalam menentukan nama calon wakil presiden harus berdasarkan musyawarah mufakat partai-partai pendukung Ganjar Pranowo. 

"Mekanisme di internal koalisi bahwa semua keputusan akan dibicarakan bersama musyawarah mufakat. Supaya satu sama lain kalau pun nanti ditentukan calon wapresnya itu menjadi keputusan bersama tidak ada yang merasa tidak dikomunikasikan," ujar Ketua DPP PPP Achmad Baidowi.

Menurut politikus yang akrab disapa Awiek ini, dengan musyawarah mufakat maka ada kesepahaman antar seluruh partai pendukung Ganjar Pranowo.

"Sehingga tidak perlu ada melabelisasi bahwa telah terjadi pengkhianatan. Misalkan marah. Kalau dibicarakan semua tentu bisa terjadi kesepahaman satu sama lain," katanya.

Seperti halnya koalisi pendukung Ganjar Pranowo menetapkan nama Ketua Umum KADIN Arsjad Rasjid sebagai ketua tim pemenangan.

Awiek menilai munculnya nama Ridwan Kamil menjadi calon wakil presiden merupakan dinamika politik yang biasa.

"Terhadap munculnya nama-nama itu kami di PPP menganggapnya sebagai bagian dari dinamika politik yang ada di lapangan menjelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden yang informasinya mau dimajukan," jelasnya.

Sikap PPP sampai hari ini masih merujuk Rapimnas yang mendorong nama Sandiaga Uno menjadi calon wakil presiden. Kalau ada perubahan harus menggelar rapimnas kembali. Sampai hari ini belum ada perubahan untuk mengubah hasil rapimnas.

"Terkait dengan itu terkait dengan tahapan, di internal PPP karena keputusan Rapimnas adalah pak Sandi kalau nanti ada perubahan sikap politik nanti menjadi kesepakatan bersama kita harus melegalkan kembali dalam rapat pimpinan nasional atua Rapimnas. Tapi sampai hari ini belum ada agenda Rapimnas terdekat," ujar Awiek.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini