Liputan6.com, Jakarta - Muncul wacana pembentukan poros PPP-Demokrat-PKS di Pilpres 2024. Poros ini digadang-gadang bakal mengusung duet Ketua Bappilu PPP Sandiaga Uno dan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Lantas, bagaimana peluangnya?
PPP saat ini masih berada di poros Ganjar Pranowo bersama PDIP, Hanura dan Perindo. Namun, keinginan PPP untuk menjadikan Sandi sebagai cawapres Ganjar tak kunjung mendapat kepastian.
Baca Juga
Sementara Demokrat diketahui sudah keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Partai berlambang mercy itu masih menimbang langkah selanjutnya. Apakah akan merapat ke poros Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, atau bikin poros baru.
Advertisement
Adapun PKS meski sudah menegaskan tetap mengusung Anies Baswedan sebagai cawapres, namun masih belum memberi restu kepada Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai cawapres.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai pembentukan poros PPP, Demokrat, dan PKS sangat sulit. Sebabnya 2 hal. Pertama, PPP masih tegak lurus di koalisi Ganjar. Begitu pun PKS yang konsisten dengan Anies.
"Kedua, elektabilitas duet Sandi-AHY sangat rendah dan tak kompetitif," kata Adi kepada Liputan6.com, Senin (11/9/2023).
Ia menilai, Demokrat pasti lebih condong ke poros yang lebih berpeluang menang pilpres. Dan melihat kode-kodenya, Demokrat kelihatan mulai condong ke PDIP.
"Tanda-tandanya banyak dari pernyataan elite Demokrat di media," ucap Dosen UIN Syarif Hidayatullah tersebut.
Senada, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, juga melihat peluang terciptanya poros baru sangat kecil. Sebab, ketiga partai akan berhitung untuk lolos ke parlemen. Apalagi PPP yang tergolong partai dengan suara kecil dan memiliki kerjasama politik dengan PDIP.
"Maka dari itu, peluangnya kecil sekali bila PPP harus membuat poros baru dan melawan koalisi poros lainnya. Karena masih ada peluang misalnya saja Sandiaga dipilih jadi cawapres Ganjar, itu tentu menguntungkan PPP," kata Arifki kepada Liputan6.com, Senin (11/9/2023).
Terkait Demokrat, Arifki menilai akan sulit untuk merapat ke poros Ganjar. Pertama, karena hubungan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri. Kedua, narasi yang dimainkan Demokrat selama ini kontra pemerintah.
Sementara dengan poros Prabowo Subianto lebih mudah. Sebab, kedua partai pernah bekerjasama di 2019, walau ada unsur kecewa karena saat itu AHY tak jadi cawapres Prabowo.
"Jadi untuk merapat ke Ganjar atau Prabowo, tidak mungkin menggaransi posisi politik yang real bagi Demokrat misalnya cawapres, tapi negoisasi pasti ada hanya mungkin sebatas menteri," ucap dia.
Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, memprediksi PPP akan realistis dengan peluangnya dan lebih memilih bertahan bersama PDIP ketimbang membentuk poros baru bersama Demokrat dan PKS.
"Saya kira banyak hal yang bisa disepakati di sana. Lalu kan posisi Sandi di PPP saya kira pendatang baru juga, artinya ya belum teruji juga bisa mendongkrak elektabilitas PPP. Saya kira Sandi di PPP jadi cawapres tidak harga mati," kata Usep kepada Liputan6.com, Senin (11/9/2023).
Adapun PKS, kata Usep, pasti lebih memilih bertahan di Koalisi Perubahan. Sebab, PKS mendapat keuntungan besar jika tetap mengusung Anies di Pilpres.
"Jadi coattail effect dari Anies itu berpotensinya ke PKS. Sementara PKS jika mengusung yang lain, saya kira akan kehilangan potensi itu," ucap Usep.
PPP Tegaskan Takkan Buat Poros Baru Koalisi di 2024, Tetap Dukung Ganjar
Ketua Majelis Pertimbangan PPP, M. Romahurmuziy atau biasa disapa Rommy menegaskan, partainya tidak dalam posisi akan membentuk koalisi baru. Dia menyampaikan PPP tetap mendukung pencapresan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
"PPP dengan demikian, saat ini tidak dalam posisi mempertimbangkan adanya poros atau koalisi baru. Karena dukungan PPP kepada Mas Ganjar didasarkan atas kelanjutan koalisi Ganjar-Taj Yasin Maimoen Zubair di Jawa Tengah," kata Rommy kepada wartawan, Senin (11/9).
Sebelumnya, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengungkapkan, peluang terbentuknya poros baru untuk mengusung Ketua Bappilu PPP Sandiaga Uno dengan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) semakin menipis. Hal ini dikarenakan faktor PKS yang tetap mendukung Anies Baswedan.
"Isu poros baru sampai sejauh ini saya melihatnya makin menipis. Awalnya agak santer biasa ya. Kemudian sekarang sudah mulai menipis. Namanya politik segala kemungkinan bisa saja terjadi tetapi kemungkinannya kok kami melihat kecil dengan adanya poros keempat itu," jelas politikus yang akrab disapa Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Awiek mengatakan, belum tentu PKS mau semudah itu mendukung poros Sandi-AHY. PPP juga belum melakukan komunikasi yang resmi dengan PKS.
"Karena pertama dari temen-temen PKS apa iya mau semudah itu. Kan dia sudah beberapa kali bilang komitmen bersama Anies. Kalau poros baru Sandi AHY memang PKS setuju saja? karena kita belum melakukan komunikasi politik. Apa iya PKS tidak mengusulkan kadernya? di PKS kan banyak kadernya yang hebat-hebat. Apa iya diserahkan begitu saja?" kata Awiek.
Maka itu, kemungkinan untuk terbentuknya poros Sandiaga-AHY semakin menipis. Apalagi PPP masih memegang komitmen untuk mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
Di sisi lain, Sandiaga menjalin komunikasi dengan Demokrat dan PKS dalam rangka untuk mendukung Ganjar sebagai calon presiden.
"Dalam konteks pak Sandi mengajak mereka bersama-sama masuk dalam koalisi besar. Meskipun kalau kita melihat ada perbedaan kutub antara PDI dan PKS tapi barang kali itu bisa bersama-sama karena di beberapa pilkada PKS bisa berkoalisi dengan PDI," ujar Awiek.
Advertisement
Demokrat: Peluang Poros Baru Sangat Kecil, Paling Rasional ke Ganjar Atau Prabowo
Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron menyatakan, peluang Demokrat membuat poros baru bersama PKS-PPP atau poros empat untuk Pilpres 2024 sangat kecil.
“Kemungkinannya menurut saya sangat kecil ya, dibandingkan dengan kepada dua koalisi yang sudah pasti,” kata Herman di Kantor DPP Demokrat, Sabtu (9/9/2023).
Apalagi, kini KPU berencana memajukan jadwal pendaftaran bakal capres-cawapres yang semula 29 Oktober-25 November 2023, kini dalam PKPU No.3 menjadi 10-16 Oktober 2023.
Ia menyebut konsekuensi dari majunya jadwal pendaftaran tersebut adalah Demokrat harus secepatnya memutuskan arah koalisi.
“Itu konsekuensi Perppu. Yang pasti karena ada limitasi waktu pendaftaran capres cawapres, karenanya harus ada keputusan yang cepat juga dari partai Demokrat,” kata Herman.
Herman menyebut waktu yang hanya sebulan membuat peluang membuat koalisi baru menipis, dan hanya bisa memilih merapat Koalisi Ganjara Pranowo atau Prabowo Subianto saja.
“Pendaftaran sudah dekat bagaimanapun kita musti lebih rasional, tentu yang paling mungkin gabung Ke koalisi yang sudah terbentuk baik ke Pak Ganjar atau Pak Prabowo,” kata dia.
Saat ini, Herman menyakini Demokrat akan segera memutuskan sikap partai di Pilpres.
“Insya Allah saya yakin Ketua majelis tinggi, Ketum Insya Allah dalam waktu dekat bisa memutuskan arah koalisi Demokrat,” pungkasnya.
PKS Konsisten Dukung Anies
Wakil Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menegaskan kembali sikap partainya yang tetap konsisten dengan keputusan Majelis Syura, sejak awal mendukung Koalisi Perubahan untuk Persatuan bersama bakal calon presiden Anies Baswedan pada pemilihan presiden (pilpres) 2024 mendatang.
“Perubahan tentu merupakan sebuah keniscayaan, karena tidak ada sesuatu pun di dunia ini statis apalagi yang sempurna," ucap pria yang akrab disapa HNW.
"Sehingga, perubahan untuk perbaikan yang lebih baik dalam kebijakan pemerintah seharusnya menjadi fokus setiap kandidat. Termasuk untuk meneruskan hal-hal yang sudah dinilai baik agar menjadi lebih baik,” tukasnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (11/9).
Lebih lanjut, HNW menegaskan bahwa keputusan mendukung Anies Baswedan tersebut sesuai dengan keputusan Majelis Syura PKS, dan Majelis Syura dalam waktu yang tidak lama lagi akan bermusyawarah untuk menguatkan koalisi dengan merespons harapan dengan memutuskan sikap terhadap usulan Muhaimin Iskandar sebagai bacawapres untuk Anies Baswedan.
HNW menjelaskan bahwa esensi dari adanya koalisi perubahan juga agar tidak kembali lagi era otoritarianisme dengan menguatlah musyawarah dan kesetaraan, dan esensi dari persatuan adalah menjaga dan mengupayakan selalu bisa terjadinya harmoni di dalam koalisi sebagai sumbangsih bagi mengelola dinamika koalisi di tingkat negeri dalam kebersamaan bukan yang malah memecahbelah.
Sukses Pencapresan tentunya dilaksanakan dalam Pemilu yang “luber jurdil” untuk menyegarkan kembali penting tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Esensi itu sangat jelas tertulis di dalam konsiderans UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang dimaksud adalah terkait dengan pelaksanaan Pancasila juga melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
“Cita-cita dan tujuan nasional ini-lah yang harus menjadi acuan bagi setiap koalisi dan kandidat, baik untuk pemilu legislatif atau pun pilpres, bukan hanya melalui janji kampanye dan rencana program yang akan diusungnya kelak, tetapi juga melalui rekam jejak dan kampanye kinerjanya," kata dia.
"Dan saya yakin dengan rekam jejaknya yang bisa kita ikuti bersama, Bacapres Anies Baswedan sudah sangat memahami cita-cita dan tujuan nasional Bangsa dan Negara Indonesia, serta cara bagaimana mencapai tujuan tersebut. Dan PKS berharap Bacawapresnya akan dapat membantu mewujudkan komitmen dan cita-cita luhur tersebut. Itulah karenanya PKS tetap konsisten dengan Keputusan-keputusan Majelis Syura soal Bacapres maupun bacawapres,” pungkasnya.
Advertisement