Sukses

HEADLINE: Siap-Siap Jakarta Ganti Nama Jadi DKJ Usai IKN Resmi Pindah, Dampaknya?

Nama DKI Jakarta akan berubah menjadi DKJ setelah ibu kota negara (IKN) pindah ke Nusantara, Kalimantan Timur. Saat ini pemerintah tengah mempersiapkan RUU DKJ untuk mengubah status Jakarta setelah tak lagi menjadi ibu kota negara.

Liputan6.com, Jakarta - Nama Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta segera berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) setelah Ibu Kota Negara (IKN) resmi pindah ke Nusantara, Kalimantan Timur. Saat ini, nasib Jakarta setelah tak lagi berstatus sebagai ibu kota negara tengah dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang DKJ.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama sejumlah menterinya telah menggelar rapat internal kabinet untuk membahas RUU DKJ. Rapat yang diikuti Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menko Polhukam Mahfud Md, Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Yasonna H Laoly, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, hingga Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ini digelar di Istana Merdeka pada Selasa, 12 September 2023 lalu.

Lewat akun instagramnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) mengamanatkan perlunya mengganti UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab, Jakarta nantinya sudah tidak lagi menjadi ibu kota negara.

"Pemindahan Ibu Kota Negara berdasarkan UU IKN mengubah status Jakarta yang semula “Daerah Khusus Ibukota” diarahkan menjadi “Daerah Khusus Jakarta” (DKJ)," ujar Sri Mulyani dalam postingannya di akun @smindrawati, seperti dikutip Liputan6.com, Jumat (15/9/2023).

Dia menambahkan, RUU DKJ yang tengah digodok pemerintah ini mengusung konsep Daerah Khusus Jakarta menjadi kota global dan pusat ekonomi terbesar di Indonesia.

"Banyak aspek keuangan negara yang perlu diatur dalam RUU DKJ. Para menteri lainnya melaporkan penyusunan dan substansi RUU DKJ dan membahas untuk mendapat arahan Presiden @jokowi dan Wapres @kyai_marufamin," ucap Sri Mulyani.

Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menuturkan bahwa perubahan status DKI Jakarta menjadi Daerah Khusus Jakarta masih dibahas pemerintah bersama DPR.

RUU DKJ, kata Heru, masih memerlukan pembahasan lebih mendalam. Bahkan dia mengisyaratkan bahwa pembahasannya masih membutuhkan waktu yang panjang.

"Iya belum. Masih dibahas di RUU. Masih panjang," ujarnya saat ditemui di sela kegiatan menanam pohon di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (15/9/2023).

Karena itu, Heru belum bisa berkomentar lebih jauh soal RUU Daerah Khusus Jakarta, termasuk poin-poin utama yang dibahas dalam rapat terbatas mengenai hal tersebut.

"Intinya masih dibahas," katanya singkat.

Secara terpisah, Asisten Pemerintahan (Aspem) Sekretariat Daerah (Setda) DKI Jakarta Sigit Wijatmoko juga menuturkan bahwa perubahan tersebut masih dalam proses panjang dan akan dibahas bersama dengan DPRD DKI Jakarta.

"Masih proses ya. Tunggu saja. Ini kan masih proses. Nanti juga ada proses bersama dengan teman-teman DPRD juga pasti akan ada pembahasan," kata Sigit saat ditemui di Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/9/2023).

RUU DKJ Masuk Prolegnas Prioritas 2023

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyepakati memasukkan RUU DKJ ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Keputusan ini diambil dalam rapat pleno Baleg DPR bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa, 12 September 2023 lalu.

Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi alias Awiek menuturkan RUU DKJ masuk Prolegnas Perubahan Kedua RUU Prioritas 2023 atas usulan Baleg. RUU tersebut nantinya akan mengubah UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Itu usulan badan legislasi dan sampai sekarang belum diusulkan (pemerintah). Kalau sekarang pemerintah punya usulan, itu domain pemerintah, bukan di kita," ujar Awiek saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (15/9/2023).

Namun begitu, hingga saat ini Prolegnas Perubahan RUU Prioritas 2023 tersebut belum disahkan di rapat paripurna DPR RI. Karena itu, Awiek belum bisa bicara banyak soal RUU yang akan mengubah status Jakarta tersebut.

"Karena berdasarkan penyusunan prolegnas itu, UU tentang Ibu Kota Jakarta (UU 29/2007) itu direvisi menjadi (RUU DKJ) usulan badan legislasi. Maka akan segera melakukan penyusunan RUU ketika nanti prolegnas sudah disahkan. Tapi sampai sekarang prolegnas belum disahkan di rapat paripurna," ucap Awiek.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Pantas Nainggolan menuturkan, pihaknya tidak dilibatkan secara langsung dalam penyusunan draft RUU DKJ. Sebab, proses pembuatan UU merupakan kewenangan pemerintah pusat dan DPR RI.

Meski begitu, DPRD DKI tetap proaktif memberikan masukan-masukan dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Jakarta Pasca-Perpindahan Ibu Kota Negara. 

"Memang DPRD tidak terlibat secara yuridis formal lah, maka DPRD mengambil inisiatif untuk turut terlibat dalam proses tersebut dengan membentuk Pansus DKI Jakarta Pasca-IKN," ujar Pantas saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (15/9/2023).

Pantas menjelaskan, Pansus Jakarta Pasca-IKN nantinya akan proaktif memberikan masukan-masukan untuk merumuskan status Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara melalui RUU DKJ. "Sehingga betul-betul aspirasi masyarakat di DKI Jakarta terakomodir dalam undang-undang tersebut," katanya.

Pantas yang ditunjuk menjadi Ketua Pansus Jakarta Pasca-IKN ini menuturkan, pihaknya dalam waktu dekat akan mengundang Pemprov DKI Jakarta untuk membahas sejumlah rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan materi draft RUU DKJ.

"Hari Selasa ini pansus mengundang eksekutif untuk rapat terakhir untuk kemudian nanti bisa menghasilkan rekomendasi yang disampaikan oleh DPRD sebagai representasi rakyat DKI Jakarta," ucapnya.

Politikus PDIP ini mengaku, Pansus Jakarta Pasca-IKN belum menerima draft RUU DKJ. Karena itu, dia belum bisa bicara banyak soal poin-poin perubahan dalam RUU tersebut.

"Hanya yang kita dengar salah satunya namanya berubah dari DKI Jakarta menjadi Daerah Khusus Jakarta. Kemudian yang kedua Jakarta sebagai kota global dan menjadi pusat perekonomian terbesar di Indonesia," ujar Pantas.

"Nah kemudian beberapa kekhususan-kekhususan dari DKI sekarang ini mungkin akan dipertahankan, disesuaikan dengan ciri-ciri kekhususan yang ada di DKI Jakarta," sambungnya.

Lebih lanjut, Pantas berharap, berubahnya status Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara akan membawa dampak positif, di antaranya memperlambat laju pertumbuhan penduduk. Sebab, menurutnya, beban Jakarta saat ini sudah sangat padat dan berat.

"Kemudian kita harapkan ada perhatian yang lebih serius dari semua pihak tentang Jakarta ke depan ini," ucapnya.

Tak hanya itu, pemindahan ibu kota negara ini juga diharapkan membawa dampak positif terhadap seluruh wilayah Indonesia.

"Harapan kita dengan pindahnya ibu kota, aspek pemerataan itu bisa terjadi di seluruh wilayah Indonesia, tidak lagi hanya bertumpu di Jakarta, tetapi ya di Nusantara juga kita harapkan bisa menjadi poros, magnet baru untuk pemerataan di seluruh wilayah Indonesia," ucap Pantas Nainggolan menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ekonomi Jakarta Akan Tetap Stabil

Wakil Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai, perubahan status Jakarta tak akan berpengaruh pada geliat ekonomi dan arus investasi yang masuk.

Dia meyakini, kegiatan ekonomi masih akan menguat di Jakarta. Nantinya, Jakarta akan menjadi pusat perekonomian nasional setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.

"DKJ masih tetap akan menjadi pusat ekonomi Indonesia, karena perkembangan kota Jakarta jauh lebih maju dari kota lain di Indonesia," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (15/9/2023).

Menurut Eko, arus masuknya modal atau investasi juga akan terus bergerak positif ke Jakarta. Utamanya di sektor perdagangan, jasa, hingga sektor keuangan.

Meski nantinya pusat pemerintahan berada di IKN Nusantara, Eko melihat kemudahan perizinan di Jakarta juga tak akan terganggu. Apalagi saat ini aspek administrasi sudah bisa diakses lewat online.

"Investasi secara administrasi sudah OSS/basis digital jadi tidak ada kendala terkait teknis kalau mau investasi di Jakarta," ujarnya.

Sementara itu, dari sisi konsumsi pun diramal tidak akan turun. Hal ini mengingat masih banyak penduduk di Jakarta sebagai pusat pergerakam ekonomi nasional.

"Meskipun ibu kota pindah tapi keluarga masih akan tinggal di DKJ, jadi ekonomi dari sisi konsumsi tidak akan banyak berkurang atau berubah. Ini menggambarkan ekonomi DKJ nanti tetap akan stabil walau ibu kota pindah," ungkapnya.

Kendati demikian, Eko memberikan catatan penting agar DKJ bisa tetap menarik investasi. Caranya dengan meningkatkan level standar bisnisnya.

Hal ini merujuk pada peningkatan daya saing sebagai DKJ. Harapannya, jika level daya saingnya meningkat, juga akan menarik minat dari investasi yang bakal menggerakkan ekonomi.

"Menurutku lebih ke upaya untuk meningkatkan level standard benchmark Jakarta, sebagai pusat bisnis saingannya harus kota-kota setidaknya selevel Asia, menaikkan standar level akan menjaga daya saing Jakarta," ucap Eko memungkasi.

Infrastruktur Jakarta Tetap Nomor 1

Perubahan status Jakarta menjadi DKJ juga diyakini tidak akan terlalu berdampak pada kelompok pengusaha. Mereka masih percaya Jakarta ke depan akan tetap menjadi pusat bisnis. Pasalnya, Jakarta memiliki berbagai infrastruktur yang belum bisa ditandingi kota lain di Tanah Air.

"Jakarta tetap menjadi tumpuan aktivitas bisnis dengan kelengkapan infrastrukturnya, di mana perizinan usaha kalaupun ada dari pusat (ibu kota) akan dilakukan digitalisasi dari seluruh pelosok negeri," ujar Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno kepada Liputan6.com, Jumat (15/9/2023).

Tak hanya Jakarta, Benny menilai Pulau Jawa juga diyakini masih akan tetap menjadi sentra bisnis Indonesia, sekalipun ibu kota nantinya berlokasi di Pulau Kalimantan.

"Pelabuhan laut terbesar ada di Jakarta, Semarang, dan Surabaya untuk melayani industri manufaktur dari Pulau Jawa," imbuh Benny.

Atas dasar itu, ia memprediksi mayoritas pengusaha besar tidak akan berpindah dari Jakarta ke IKN Nusantara. "Tidak, pengusaha akan tetap di Jakarta sebagai Kota bisnis."

Apalagi Benny melihat, peluang pengembangan bisnis di IKN belum terlalu besar. "Potensi bisnis ada untuk kebutuhan penduduk IKN dan sekitarnya saja," katanya menandaskan.

3 dari 4 halaman

Jakarta Akan Tetap Jadi Kota Bisnis Berskala Global

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meyakinkan bahwa Jakarta akan tetap menjadi kota bisnis meski ibu kota negara (IKN) akan pindah ke Nusantara.

Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Sri Haryati mengatakan, ibu kota negara akan pindah ke Kalimantan Timur pada 2024 mendatang. Hal ini disampaikan Sri di hadapan para pengusaha ritel dalam Indonesia Retail Summit (IRS) 2023 di Jakarta, Senin (14/8/2023).

"Bapak-Ibu sekalian, mengetahui bahwa Insya Allah 2024 nanti IKN akan berpindah ke Kalimantan. Tetapi sesuai dengan arahan Bapak Presiden bahwa Jakarta tetap akan menjadi kota bisnis, kota ekonomi berskala global," kata dia, seperti dilansir Antara.

Menurut Sri, Pemprov DKI bersama pemerintah pusat terus melakukan pembahasan agar Jakarta tetap bisa menjaga kestabilan ekonominya ke depan meski bukan lagi menjadi ibu kota negara. Hal itu lantaran Jakarta menyumbang 16-17 persen terhadap perekonomian nasional sehingga kestabilan ekonominya akan sangat mempengaruhi ekonomi Indonesia.

Sri menambahkan, pihaknya tidak bisa sendirian menjaga ekonomi Jakarta. Oleh karena itu, ia meminta pelaku usaha, termasuk para pengusaha ritel untuk saling bahu membahu menjaga agar sektor tersebut bisa terus berkembang dan mendukung ekonomi Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga membuka diri jika ada regulasi atau masukan yang perlu didukung. Pemprov DKI Jakarta siap duduk bersama untuk membahas masukan pengusaha.

"Intinya segala upaya tentu kita lakukan agar pergerakan ekonomi Jakarta terus meningkat karena saya tahu persis kontribusi dari industri ritel ini terhadap lapangan pekerjaan dan lain-lain itu juga sangat-sangat tinggi sehingga itu perlu kita sama-sama support agar ini dapat berjalan dengan baik," tutur Sri.

Berdasarkan data Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), jumlah pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta mencapai 96 unit per 16 Januari 2023. Jumlah tersebut terdiri atas 76 mal dan 20 pusat perdagangan (trade center).

Adapun Kemenko Perekonomian mencatat pada tahun 2023 ini, secara nasional terdapat peningkatan jumlah pengunjung di pusat-pusat perbelanjaan. Sejumlah pusat perbelanjaan menjadi tempat favorit masyarakat khususnya di saat libur lebaran yang lalu.

Jumlah pengunjung dilaporkan sudah mencapai 100 persen, meningkat dibandingkan 2022 yang berkisar di angka 90 persen.

Peningkatan pengunjung disinyalir terjadi menyusul pencabutan status PPKM. Di sisi lain, peningkatan pengunjung itu juga sejalan dengan peningkatan indeks keyakinan konsumen (IKK) yang pada Juni 2023 berada pada level 127,1 atau meningkat 6 persen dari posisi akhir tahun lalu dan termasuk pada kategori zona optimis.

4 dari 4 halaman

Transformasi Nama Jakarta

Status Jakarta akan berubah setelah ibu kota negara resmi berpindah di Nusantara, Kalimantan Timur. Setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara, nama Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta akan berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

Ternyata bukan kali ini saja nama Jakarta berubah. Berdasarkan sejumlah sumber, tercatat setidaknya Jakarta telah berganti nama sebanyak 13 kali.

Pada abad ke-14, Jakarta dulunya bernama Sunda Kalapa dan menjadi pusat Pelabuhan Kerajaan Padjadjaran. Selanjutnya pada 22 Juni 1527, terjadi penyerangan pangeran Fatahillah ke Sunda Kalapa dan naman wilayahnya berubah menjadi Jayakarta, demikian mengutip dari Jakarta.go.id.

Tak berhenti di situ, pada 4 Maret 1621, Belanda mulai mendirikan pemerintahan kolonial dan menamakannya Stad Batavia. Pada 1 April 1905, pemerintah kolonial Belanda mengubah nama menjadi Gemeente Batavia.

Selanjutnya pada 8 Januari 1935, pemerintah kolonial Belanda mengubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.

Selain itu, saat pasukan Jepang tiba di Batavia, nama Jakarta juga berubah. Pada 8 Agustus 1942, pasukan Jepang tiba di Batavia dan mengubah namanya menjadi Jakarta Tokubetsu Shi.

Kemudian pada September 1945, Jakarta menjadi pusat politik dan pemerintahan Indonesia dengan nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.

Namanya kembali berubah pada 29 Maret 1950, dengan pemerintah Indonesia mengubah nama Jakarta menjadi Praj’a Jakarta. Selanjutnya pada 22 Juni 1956, Wali Kota Jakarta kembali menetapkan nama menjadi Jakarta.

Pada 18 Januari 1958, Jakarta menjadi daerah otonom dengan nama Kotamadya Djakarta Raya yang berada di bawah Provinsi Jawa Barat.

Jakarta pun berubah status menjadi Daerah Tingkat Satu (provinsi) yang dipimpin Gubernur pada 1959. Kemudian status Jakarta dari Daerah Tingkat Satu kembali diubah menjadi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) pada 1961.

Selanjutnya, Ibu Kota Jakarta Raya resmi menjadi ibu kota negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta pada 31 Agustus 1964.

Kemudian pada 31 Agustus 1999, status Jakarta diperbarui menjadi pemerintah provinsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta dengan status otonomi yang memiliki kota administrasi.

Pada 30 Juli 2007, melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta berganti nama menjadi DKI Jakarta dan mengukuhkan status sebagai daerah otonomi khusus ibu kota.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.