Liputan6.com, Jakarta Perubahan iklim ternyata tak hanya berdampak untuk manusia, tapi juga ke tumbuhan. Perubahan iklim sendiri mempengaruhi suhu Bumi, karbondioksida di atmosfer dan intensitas cuaca ekstrem (seperti banjir dan kekeringan). Efek perubahan iklim ini berdampak signifikan terhadap populasi tumbuhan.
"Perubahan iklim menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi tumbuhan. Perubahan yang mencakup respons, metabolisme, reproduksi, interaksi, dan pertahanan suatu spesies tumbuhan dapat diketahui melalui riset-riset ekofisiologi dan simbiosis. Hal ini sangat fundamental sebagai salah satu upaya untuk mengonservasi tumbuhan langka dari ancaman kepunahan," kata Ketua Kelompok Riset Ekofisiologi dan Simbiosis Tumbuhan PRKTKK BRIN Frisca Damayanti, seperti dilansir laman BRIN, Minggu (17/9/2023).
Baca Juga
Jika tidak diantisipasi, kata dia, hal tersebut akan terus memburuk dan meningkatkan laju kepunahan spesies tumbuhan.
Advertisement
Oleh karena itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan (PRKTKK) berkomitmen untuk melakukan konservasi tumbuhan langka Indonesia dengan riset-riset ekofisiologi dan simbiosis tumbuhan.
Pihaknya pun melakukan riset ekofisiologi dan simbiosis tumbuhan dilakukan untuk mengetahui perilaku dan fungsi tumbuhan akibat perubahan lingkungan sekitarnya baik biotik maupun abiotik. Hal tersebut disampaikan pada acara Garden Talk ke-13, secara daring, pada Selasa 5 September 2023 lalu.
Seperti yang diketahui, dampak perubahan iklim tengah dirasakan dunia. Tak hanya di negara berkembang, negara maju pun mengalaminya.
“Dampak kekeringan berakibat juga terjadinya krisis air yang merata baik di negara maju ataupun di negara berkembang,” ujar Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, seperti dilansir Antara.
Menurut dia, untuk menghadapi dampak perubahan iklim, perlu ketangguhan nasional karena tidak bisa bergantung dengan negara lain yang juga mengalami hal yang sama.
Dia menegaskan Indonesia harus memaksimalkan dan mengoptimalkan sumber daya air melalui pembangunan bendungan, waduk, dan irigasi untuk mencegah kekeringan.
“Itu sangat penting untuk ketangguhan, ketahanan atau climate resilience secara nasional karena dampaknya itu kepada ketahanan pangan atau food security,” ujar Dwikorita.
Ancaman Krisis Pangan
Kepala BMKG mengatakan krisis pangan akan terjadi diprediksi pada 2050-an akibat krisis air. Kondisi seperti ini tersebar merata ke berbagai benua seperti Afrika, Eropa, Asia, termasuk Indonesia yang berada di Asia.
Kondisi tersebut membuat Indonesia tidak dapat mengharapkan impor pangan dari negara lain karena mereka juga mengalami kesulitan akibat kekeringan, sehingga ketangguhan nasional melalui pembangunan infrastruktur untuk mengelola tata air sangat penting.
"Jadi ini sesuatu yang global, namun akan berdampak lokal," imbuh Dwikorita.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan pembangunan infrastruktur penampungan air skala besar untuk menghadapi ancaman kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Juru bicara Kementerian PUPR Endra Atmawidjaja mengungkapkan bahwa mulai 2014 pemerintah mulai menginisiasi pembangunan bendungan. Jumlah yang direncanakan mencapai 61 bendungan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
dari total 61 bendungan, 36 bendungan sudah selesai dan 25 lagi masih dalam proses konstruksi
Pembangunan ini bertujuan untuk meningkatkan daya tampung air, ketika musim juan pun tidak banjir dan tidak mengalami kekeringan saat kemarau.
"Kita mengatur air supaya dari kedua musim tersebut bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan kita juga tidak terdampak bencana," kata Endra.
"Ini penting untuk pangan supaya dalam satu tahun musim tanam itu kita bisa memanfaatkan lahan yang juga semakin terbatas itu untuk produktivitas yang tinggi," imbuhnya.
Endra menjelaskan dengan infrastruktur bendungan membuat Indonesia tidak bergantung kepada negara lain. Dengan adanya bendungan Indonesia bisa menjamin keberlanjutan pembangunan dari sisi ketahanan pangan.
"Jadi kita bisa relatif aman tidak perlu impor beras, tidak perlu impor bahan pokok lainnya terutama yang berkaitan dengan pangan," pungkasnya.
Advertisement