Liputan6.com, Jakarta - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan masih adanya potensi praktik politik uang yang tinggi dalam penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024. Salah satu faktornya yakni, mahar politik.
"Biaya tinggi akibat mahar politik di awal pencalonan serta budaya permisif masyarakat terhadap politik uang merupakan sebagian kecil penyebab sulitnya memutus mata rantai politik uang," kata Jaleswari dikutip dari siaran persnya, Senin (18/9/2023).
Baca Juga
Menurut dia, perlu adanya tiga pendekatan dalam pencegahan politik uang secara komprehensif. Pertama, di level kebijakan dengan meningkatkan akuntabilitas terhadap penggunaan anggaran partai politik dan peningkatan kontribusi negara untuk membantu operasional partai politik khususnya dalam menjalankan fungsi pendidikan dan rekrutmen politik.
Advertisement
Salah satunya dengan melakukan perubahan regulasi baik dengan Revisi PP 1/2018 untuk jangka pendek, dan/atau Revisi UU Parpol untuk jangka menengah.
"Perubahan dalam regulasi terkait terus didorong oleh Stranas PK bersama dengan KPK untuk meningkatkan akuntabilitas pembiayaan parpol," ujarnya.
Selanjutnya dari sisi penegakkan hukum, Jaleswari menyebut perlu adanya sanksi secara administratif dan sanksi hukum kepada pelaku politik uang untuk memberi efek jera.
"Fungsi pengawasan yang dipertegas menjadi tanggung jawab dari Bawaslu dan Lembaga Penegak Hukum," jelas dia.
Pendekatan ketiga adalah dengan sosialisasi dan advokasi yang massif tentang pencegahan politik uang di level akar rumput. Secara aturan, Jaleswari menuturkan Bawaslu memiliki peraturan yang bagus, namun pada praktiknya berbagai tantangan besar kerap muncul.
"Butuh pelibatan masyarakat untuk menindaklanjuti praktik politik uang, sehingga tercapai partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi yang luber jurdil sesuai cita-cita kita," pungkas Jaleswari.
Kata KPK Soal Zulkifli Hasan Bagi-Bagi Duit Gocapan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, perbuatan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) membagikan duit ke masyarakat merupakan politik uang. Diketahui Zulhas membagi-bagikan uang Rp50 ribu alias gocapan kepada masyarakat dan nelayan.
"Ya kita sebut dengan politik uang itu. Sebetulnya jauh dari pelaksanaan (Pemilu), kalau pas hari H atau minus satunya itu yang kita sebut dengan serangan fajar, kan biasanya seperti itu, ya," ujar Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana dalam keterangannya, Kamis (14/9/2023).
Wawan memastikan, meski jauh dari pelaksaan Pemilu, namun tindakan Zulhas merupakan bagian dari politik uang. Apalagi, Zulkifli Hasan merupakan ketua umum sebuah partai politik yang akan mengikuti kontestasi Pemilu 2024.
Wawan menduga ada konflik kepentingan dari perbuatan Menteri Perdagangan (Mendag) itu.
"Kalau kita, misalkan saya yang tidak punya kepentingan apa-apa kemudian datang ke kaum dhuafa atau fakir miskin, mungkin enggak masalah. Tapi, sebagai publik figur, apalagi di belakangnya itu membawa gerbong seperti itu, tentunya kan beda. Pasti lah ada sesuatu," kata Wawan.
Terkait dengan bantahan dari PAN soal bagi-bagi gocapan merupakan sedekah, Wawan tetap berpandangan hal itu merupakan politik uang. "Ya kalau dari pihak kami ya, itu perilaku yang menuju ke sana (politik uang), walaupun belum masuk ke kampanye," ucap Wawan.
Advertisement