Sukses

Hakim Tinggi PTTUN Palembang Dicecar KPK soal Pertemuan dengan Hasbi Hasan

Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Palembang Irhamto dicecar soal pertemuannya dengan Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan.

Liputan6.com, Jakarta Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Palembang Irhamto dicecar soal pertemuannya dengan Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan.

Irhamto diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan pengurusan perkara di MA yang menjerat Hasbi Hasan. Dia diperiksa di gedung Merah Putih KPK pada Selasa, 19 September 2023.

"Irhamto (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan kedatangan saksi menemui Tersangka HH (Hasbi Hasan) di MA," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (20/9/2023).

Diketahui, KPK menjerat Hasbi Hasan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Selain Hasan Hasbi, KPK juga menetapkan Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto. Nama keduanya muncul dalam dakwaan kasus dugaan suap penanganan perkara di MA dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/1/2023).

Dadan disebut sebagai penghubung antara pengacara Theodorus Yosep Parera dan debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka dengan Sekretaris MA Hasbi Hasan.

Hingga saat ini, sudah ada 17 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, yakni sebagai berikut:

1. Sudrajad Dimyati (SD) selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung

2. Gazalba Saleh (GS) selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung

3. Prasetyo Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh

4. Edy Wibowo (EW) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung

5. Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung

6. Redhy Novarisza (RN) selaku PNS Mahkamah Agung/staf

7. Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung

8. Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung

9. Nurmanto Akmal (NA) selaku PNS Mahkamah Agung

10. Albasri (AB) selaku PNS Mahkamah Agung

11. Theodorus Yosep Parera (TYP) selaku pengacara

12. Eko Suparno (ES) selaku pengacara

13. Heryanto Tanaka (HT) selaku swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidan

14. Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) selaku swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana

15. Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar

16. Dadan Tri Yudianto (DTY) selaku wiraswasta/Komisaris Independen PT Wika Beton

17. Hasbi Hasan (HH) selaku PNS/Sekretaris Mahkamah Agung RI.

2 dari 2 halaman

Awal Mula Kasus

KPK menyebut kasus yang menjerat Hasbi bermula saat Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka meminta bantuan kepada Dadan Tri untuk mengurus perkara kasasi di MA dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto meminta agar Budiman dinyatakan bersalah.

Selain itu, Heryanto juga meminta bantuan Dadan Tri untuk mengecek apakah pengacara Theodorus Yosep Parera (YP) sedang mengurus dan mengawal perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA mengenai kasus perselisihan KSP Intidana.

Dadan Tri pun menyatakan siap membantu dan mengawasi pekerjaan Yosep Parera dalam mengurus kedua perkara tersebut di MA. Dadan Tri Kemudian menghubungi Hasbi Hasan dan menyampaikan soal permintaan Heryanto Tanaka dan Yosep Parera untuk membantu mengurus dua perkara itu di MA.

Untuk pengurusan dua perkara di MA itu, Heryanto menyerahkan uang kepada Dadan Tri sebanyak tujuh kali transfer dengan total sekitar Rp11,2 miliar. Sebagian uang tersebut diduga diberikan oleh Dadan Tri kepada Hasbi Hasan pada sekitar bulan Maret 2022.

Alhasil, pada 5 April 2022, hakim MA memutus perkara Nomor: 326 K/Pid/2022, atas nama Terdakwa Budiman Gandi Suparman diputus bersalah dengan vonis penjara selama 5 tahun.

Atas perbuatan tersebut, Dadan Tri bersama Hasbi Hasan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Â