Sukses

KPK Panggil Eks Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto Terkait Korupsi Pengadaan LNG

Pemeriksaan Hari Karyulito dilakukan untuk melengkapi berkas penyidikan eks Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa tiga saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021.

Ketiga saksi yang dipanggil yakni mantan Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto yang pernah dicegah ke luar negeri dalam kasus ini, kemudian mantan Komisaris PT Pertamina Mayjen TNI (Purn) Nurdin Zainal, dan Managing Director PPT ET Singapura 2015 - 2021 Arief Basuki.

Ketiganya akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.

"Hari ini (21/9) bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi sebagai berikut," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (21/9/2023).

Karen Agustiawan Jadi Tersangka

Sebelumnya diberitakan, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada PT Pertamina (Persero) tahun 2011 hingga 2021.

Karena langsung ditahan di Rutan KPK terhitung 19 September 2023 hingga 8 Oktober 2023.

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut perbuatan Karen merugikan keuangan negara sebesar Rp2,1 triliun.

"Dari perbuatan GKK alias KA (Karen) menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," ujar Firli dalam jumpa pers di gedung KPK, Selasa (19/9/2023).

 

2 dari 2 halaman

Konstruksi Kasus Korupsi Karen Agustiawan

Firli mengungkap konstruksi kasus yang menjerat Karen. Semua bermula pada 2012, saat itu PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan liquefied natural gas (LNG) sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.

Defisit gas yang diduga akan terjadi di Indonesia dikurun waktu 2009 hingga 2040 membuat PT Pertamina mengadakan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), Industri Pupuk, dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.

Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan dan keputusan, Karen secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina.

Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.

Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

"Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero," kata Firli.

Karen disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.