Sukses

Polemik Food Estate, Pengamat Nilai Sudah Tuai Pro Kontra Sejak Awal dan Libatkan Kemenhan

Polemik terkait program lumbung pangan atau food estate terus menghangat beberapa waktu belakangan.

Liputan6.com, Jakarta - Polemik terkait program lumbung pangan atau food estate terus menghangat beberapa waktu belakangan.

Kritik terbaru terlontar dari Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pada Kamis (21/9/2023), yang menyebutkan adanya salah satu menteri yang ditugasi mengurusi proyek lumbung pangan tersebut, tidak mampu bekerja dengan baik karena ada estate of interest seperti melibatkan perusahaan-perusahaan kroninya.

Tudingan Hasto yang sebenarnya tidak menyebutkan nama menteri dimaksud, mendapatkan tanggapan dari Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sumi Dasco Ahmad dengan menyebutkan sejumlah argumen bernada bantahan pada Jumat (22/9/2023). Dasco mengakui ada kendala terkait lahan yang masih sulit ditanami, selain juga membantah dugaan adanya bagi-bagi proyek yang melibatkan perusahaan kroni-kroninya.

Pengamat Pertanian Khudori, melihat bahwa program food estate sendiri sebenarnya memang telah memicu sejumlah kontroversi sejak digagas pada pertengahan 2020.

Ia menilai bahwa program itu dirancang untuk mengatasi ancaman krisis pangan yang sudah dekat, namun dengan solusi membangun food estate yang membutuhkan waktu panjang.

“Sejak digagas pada pertengahan 2020, program food estate dikaitkan dengan ancaman krisis pangan. Jadi krisis pangan sudah di depan mata, tapi mau bangun food estate yang jelas butuh waktu, tidak cukup satu dua tahun. Oleh karenanya dalam konteks program food estate untuk menjawab persoalan jangka pendek jadi tidak tepat, karena program food estate itu butuh waktu yang tidak sebentar," kata Khudori.

2 dari 2 halaman

Kontroversi Lain

Kontroversi kedua, adalah persoalan penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai salah satu pimpinan proyek food estate untuk kawasan Kalimantan Tengah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kementerian lain yang juga ditugasi adalah Kementerian Pertanian, bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian BUMN.

“Dalam perkembangannya, dua kementerian yang akhirnya ditunjuk Presiden Jokowi untuk mengurusi yakni Kementerian Pertanian dan Kementerian Pertahanan. Nah penunjukan Kementerian Pertahanan ini kan juga memicu kontroversi. Jadi sejak awal saja sudah ada pro kontranya,” ujar Khudori.

Perjalanan selanjutnya, sambung Khudori, program food estate yang dipegang Menhan Prabowo Subianto ternyata tidak disetujui anggarannya, sementara lahan hutan yang sudah disiapkan itu sudah dibuka. Yang menarik, lanjutnya, anggaran program food estate kembali dialokasikan dalam APBN tahun 2024.

“Nah apakah lahan yang dipegang Kemenhan itu kembali didanai, masih belum tahu saya karena belum ada rinciannya. Padahalkan lahan sudah dibuka, tapi malah dibiarkan terbengkalai, sehingga justru mengganggu keharmonisan ekosistem yang sudah ada sebelumnya”, imbuhnya.

Oleh karenanya, Khudori turut mempertanyakan mengapa persoalan mandeknya proyek lumbung pangan itu baru dibongkar saat ini. Ia menilai seharusnya kritik atau silang pendapat publik sudah dilakukan sejak awal digagas, ternyata studi kelayakan proyek itu tidak dilakukan secara memadai.

“Apa yang dimunculkan sekarang sudah pasti tidak lepas dari kontestasi politik nasional. Karena dari awal saja konon tidak ada feasibility study yang cukup memadai dan ideal. Nah kalau dari sejak awal saja sudah tidak benar, bagaimana mau berlanjut dengan sesuatu yang benar juga? Jadi kalau baru dikoar-koarkan atau dibongkar-bongkar sekarang ini, pasti ada dimensi lain tidak semata proyek itu kan?” pungkas Khudori.