Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah (GKK) atau Karen Agustiawan (KA) merupakan pelaku tindak pidana korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) pada PT Pertamina Persero tahun 2011 sampai 2021.
Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menanggapi pernyataan Karen yang membantah melakukan korupsi tersebut. Dalam kasus ini negara mengalami kerugian mencapai Rp2,1 triliun.
Baca Juga
"Ketika kami di KPK menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka, kami pun juga punya dasar dan bukti yang cukup. Berdasarkan kecukupan alat bukti tersebut, kami meyakini bahwa terjadi peristiwa pidana. Berdasarkan bukti yang cukup pula kami meyakini saudara KA (Karen Agustiawan) adalah pelaku tindak pidana korupsi," ujar Alex dalam keterangannya, Minggu (24/9/2023).
Advertisement
Alex tak mempersoalkan bantahan dan pembelaan Karen yang menyebut dalam pengadaan LNG sudah melibatkan pemerintah. Alex menegaskan bantahan Karen bisa disampaikan dalam proses pemeriksaan dan persidangan nanti.
"Tentu yang disampaikan yang bersangkutan itu nanti pasti akan diklarifikasi dan dikonfirmasi di dalam proses pemeriksaan saksi-saksi yang lain dan juga proses persidangan yang bersangkutan selaku tersangka, ya boleh untuk membela diri," kata Alex.
Karen Ungkap Eks Menteri BUMN Dahlan Iskan Tahu soal Pengadaan Gas Alam Cair di Pertamina
Sebelumnya, mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan menyebut mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengetahui pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina yang merugikan keuangan negara Rp2,1 triliun.
Karen mengungkapnya usai ditahan tim penyidik KPK. Karen ditahan usai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Pak Dahlan tahu, karena Pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres Nomor 14 Tahun 2014," ujar Karen di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023).
Karen Agustiawan Klaim Jalankan Instruksi Pemerintah
Karen membantah dirinya tidak melibatkan jajaran direksi serta pemerintah dalam pengadaan dan penujukkan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat sebagai produsen dan pemasok LNG.
"Begini, begini, yang namanya instruksi presiden, itu adalah perintah jabatan, harus dilaksanakan. (Jadi) pemerintah tahu. Itu perintah jabatan dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan melaksanakan sebagai pelaksanaan anggaran dasar," kata Karen Agustiawan.
Karen menyangkal dirinya menunjuk langsung CCL LLC Amerika Serikat dalam pengadaan tersebut. Dia mengklaim sebelum penunjukan sudah ada keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan melibatkan beberapa konsultan.
"Ada due diligence (uji kelayakan), ada 3 konsultan yang terlibat. Jadi sudah ada 3 konsultan, dan itu sudah disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial dan secara sah karena ingin melanjutkan apa yang tertuang dalam proyek strategis nasional," kata dia.
Diberitakan, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) pada PT Pertamina (Persero) tahun 2011 hingga 2021. Karena langsung ditahan di Rutan KPK terhitung 19 September 2023 hingga 8 Oktober 2023.
Advertisement
Akibat Perbuatan Karen Agustiawan, Negara Rugi Rp2,1 Triliun
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut perbuatan Karen merugikan keuangan negara sebesar Rp2,1 triliun.
"Dari perbuatan GKK alias KA (Karen) menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," ujar Firli dalam jumpa pers di gedung KPK, Selasa (19/9/2023).
Firli mengungkap konstruksi kasus yang menjerat Karen. Semua bermula pada 2012, saat itu PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan Liquefied Natural Gas (LNG) sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Defisit gas yang diduga akan terjadi di Indonesia dikurun waktu 2009 hingga 2040 membuat PT Pertamina mengadakan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), Industri Pupuk, dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.
Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan, Karen secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina.
Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibelidari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
"Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero," kata Firli.
Karen disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.