Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah menjadi perhatian. Hal itu lantaran putra bungsunya Kaesang Pangarep bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Pilihan politik Kaesang berbeda dari Jokowi dan sang kakak, Gibrang Rakabuming Raka yang merupakan kader PDI Perjuangan (PDIP). Sementara anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) PDIP mengatur bahwa satu keluarga harus berada dalam satu partai.
Baca Juga
Terkait hal tersebut, Politikus PDIP Deddy Yevri Sitorus menyampaikan partainya saat ini fokus memenangkan bakal calon presiden (capres) dari PDIP, Ganjar Pranowo, dibanding mengurus masalah Kaesang. Dia menilai PDIP tak mungkin memanggil Presiden Jokowi terkait masalah Kaesang.
Advertisement
"Kalau Kaesang mengambil partai lain masa kita panggil Pak Jokowi karena gagal meyakinkan anaknya? Beliau kan presiden. Kan begitu. Jadi ya itu menurut saya silakan saja nanti bagaimana pimpinan partai melihat," tutur Deddy dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu 23 September 2023.
Senada, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pun menanggapi santai masuknya putra bungsu Jokowi yang bernama Kaesang Pangarep ke PSI bahkan kini menajdi Ketua Umum PSI. Hasto juga membantah kabar bahwa masuknya Kaesang bukti kerenggangan hubungan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Jokowi.
Namun jika menilik kebelakang, pada 2020 silam, kala itu PDIP memecat Bupati Semarang Mundjirin dan anaknya, Biena Muwatta Hatta yang menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Semarang dari keanggotaan. Keduanya dipecat Kamis 1 Oktober 2020.
Pemecatan tersebut dilakukan karena istri Mundjirin yaitu Bintang Narsasi mencalonkan diri pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada Semarang 2020.
Pemecatan keduanya berdasar keputusan DPP PDIP yang tertuang dalam SK No. 53/KPTS/DPP/IX/2020 atas nama Biena Munawa Hatta dan SK No.54/KPTS/DPP/IX/2020 atas nama Mundjirin tertanggal 28 September 2020 yang ditandangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP.
"Kita harus menjaga kehormatan partai yang berpedoman terhadap kode etik. Jika tidak tunduk pada perintah partai maka ada hukumannya, termasuk pemecatan," ungkap Wakil Ketua DPC PDIP Kabupaten Semarang Bidang Kehormatan Partai, The Hok Hiong, Kamis 1 Oktober 2020.
Selain itu pada Mei 2023 lalu, Murad Ismail dipecat dari jabatannya sebagai Ketua DPD PDIP Maluku. Hal itu imbas sikap emosional yang ditunjukkannya saat Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat melakukan konfirmasi terkait kabar istrinya yang menjadi anggota PAN.
Berikut sederet kepala daerah yang dipecat dari keanggotaannya di PDIP lantaran ada keluarganya yang berbeda pilihan politik dihimpun Liputan6.com:
Â
1. Bupati Semarang dan Anaknya
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi memecat Bupati Semarang, Mundjirin dan anaknya, Biena Muwatta Hatta yang menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Semarang dari keanggotaan PDIP.
Keduanya dipecat Kamis 1 Oktober 2020. Pemecatan itu dilakukan karena istri Mundjirin yaitu Bintang Narsasi mencalonkan diri pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Semarang 2020.
Pemecatan keduanya berdasar keputusan DPP PDIP yang tertuang dalam SK No. 53/KPTS/DPP/IX/2020 atas nama Biena Munawa Hatta dan SK No.54/KPTS/DPP/IX/2020 atas nama Mundjirin tertanggal 28 September 2020 yang ditandangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP.
"Kita harus menjaga kehormatan partai yang berpedoman terhadap kode etik. Jika tidak tunduk pada perintah partai maka ada hukumannya, termasuk pemecatan," ungkap Wakil Ketua DPC PDIP Kabupaten Semarang Bidang Kehormatan Partai The Hok Hiong, Kamis 1 Oktober 2020.
Alasan di balik pemecetan tersebut karena Mundjirin dan Biena Munawa Hatta tidak melaksanakan perintah partai terkait Pilkada 2020. Yakni mendukung calon yang diusung partai dan bukan dari kubu lain.
Pada Pilkada Semarang 2020 ini, PDIP bersama Demokrat, dan Hanura mengusung pasangan Ngesti Nugraha-Basari.
Namun, Mundjirin sepertinya tidak sepakat dengan keputusan tersebut lalu mendorong istrinya, Bintang Narsasi untuk tetap mencalonkan diri dengan kendaraan politik yang lain.
Bintang pun akhirnya mendapat dukungan dari PKS, PPP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, dan PAN untuk maju pada Pilkada Semarang 2020.
Dia berpasangan dengan Gunawan Wibisono yang sebelumnya menjabat sebagai Sekda Kabupaten Semarang.
"Karena tidak mendukung rekomendasi partai terkait pilkada maka ini termasuk pembangkangan berat dan pelanggaran terhadap disiplin partai," kata Hok.
Dia menyatakan karena telah dipecat maka Kartu Tanda Anggota (KTA) PDIP harus dikembalikan.
"Kalau tidak dikembalikan maka akan kita minta agar tidak disalahgunakan," jelasnya.
Â
Advertisement
2. Bupati Made Gianyar
Bupati Bangli I Made Gianyar resmi dipecat dari PDI Perjuangan bertepatan saat Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020. Eks Ketua DPC PDIP Bangli dipecat lantaran dinilai terbukti dan membangkang dari garis kebijakan partai dan melakukan pelanggaran berat.
Selain Bupati I Made Gianar, PDIP Perjuangan juga memecat eks Ketua DPRD Bangli Ngakan Made Kutha Parwatha dan Sang Ayu Putri Adnyanawati.
Ketiganya dinyatakan terbukti tidak mengikuti instruksi DPP PDI Perjuangan terkait rekomendasi calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bangli pada Pilkada Serentak tahun 2020 dengan mendukung calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari partai politik lain.
Pengumuman pemecatan ketiganya disampaikan Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali Wayan Sutena didampingi Wakil Sekretaris Made Suparta dan Kepala Sekretariat DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali Ida Bagus Kresna Dana di Sekretariat DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali, Jumat 4 Desember 2020.
Sutena menjelaskan, pemecatan berawal saat PDIP merekomendasikan Sang Nyoman Sedana Arta menjadi calon bupati dan I Wayan Diar menjadi calon wakil bupati Bangli (Paket Sadia).
"Entahlah mereka malah mendukung calon bupati dan calon wakil bupati dari partai politik lain. Mereka tidak mengindahkan instruksi partai alias melakukan pembangkangan," ucap Sutena, melansir laman resmi PDIP Bali www.pdiperjuanganbali.id.
Surat pemecatan ketiganya diterbitkan tanggal 2 Desember dan ditandatangani langsung Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
"Dalam SK tersebut menetapkan memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada I Made Gianyar; Sang Ayu Putri Adnyanawati, Ngakan Made Kutha Parwata dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," ucap Sutena membacakan isi surat.
Untuk diketahui, I Made Gianyar sebelumnya menjabat Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Ideologi DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali Masa Bakti 2019-2024.
Ia juga Bupati Kabupaten Bangli dari PDI Perjuangan Periode 2016-2020. Sedangkan Sang Ayu Putri Adnyanawati merupakan Calon Anggota Legislatif DPRD Provinsi Bali Periode 2019-2024 dari PDI Perjuangan.
Sementara Ngakan Made Kutha Parwata adalah Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bangli Masa Bakti 2010-2015,
Ketua DPRD Kabupaten Bangli periode 2014-2019, Wakil Ketua Bidang Komunitas Seni Budaya DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali masa bakti 2015-2020.
Kutha Parwata membelot dan maju sebagai calon wakil bupati Bangli mendampingi calon bupati Bangli Made Subrata (dikenal dengan Paket Bagus) yang diusung Partai Golkar dan koalisinya.
Dalam surat keputusan pemecatan tersebut, selain dipecat dari keanggotaan, ketiganya dilarang melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apapun dengan mengatasnamakan PDI Perjuangan.
Selain itu DPP PDI Perjuangan akan mempertanggungjawabkan surat keputusan itu dalam kongres partai.
Â
3. Murad Ismail
Murad Ismail dipecat dari jabatannya sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku. Hal itu imbas sikap emosional yang ditunjukkannya saat Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat melakukan konfirmasi terkait kabar istrinya yang menjadi anggota PAN.
"Partai mengambil keputusan membebastugaskan Saudara Murad Ismail dari jabatan sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan, dan menetapkan Saudara Benhur Watubun sebagai Ketua DPD dan Mercy Barends sebagai Sekretaris DPD Partai," kata Ketua DPP PDI Perjuangan bidang perempuan Sri Rahayu dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 9 Mei 2023.
Sri Rahayu menyayangkan sikap Murad Ismail yang lebih mengedepankan kepentingan keluarga, khususnya istrinya sendiri, daripada kepentingan rakyat.
"Sebagai gubernur yang diusung oleh PDI Perjuangan, seharusnya Pak Murad lebih mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara," ucapnya.
PDI Perjuangan, kata Sri Rahayu, punya aturan yang menyebut suami-istri tidak boleh berbeda partai. Kemudian, ketika Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Syaiful Hidayat dan Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Komarudin Watubun melakukan klarifikasi kepada Murad, Murad Ismail justru menunjukkan sikap emosional.
"Atas sikap Murad Ismail yang emosional tersebut, maka ketika DPP Partai memberikan laporan kepada Ketua Umum PDIP Ibu Megawati Soekarnoputri, arahan beliau sangat tegas bahwa seluruh kader partai wajib menjaga disiplin partai dan juga mematuhi peraturan partai," kata Sri Rahayu.
Sri Rahayu mengatakan, apa yang terjadi di Maluku menjadi pelajaran penting mengenai bagaimana setiap kader partai agar bisa menjaga perilaku, bersikap santun, namun tegas dan kokoh di dalam membela rakyat kecil.
Advertisement