Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Surokhim Abdussalam menilai Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ingin mendapatkan Jokowi Effect secara instan dengan mengangkat putra bungsunya, Kaesang Pangarep jadi Ketua Umum.
"PSI berkepentingan supaya punya jalan pintas mendapatkan Jokowi efek dan mendapatkan limpahan itu," ucap Surokhim seperti dikutip dari Antara, Rabu, (27/9/2023).
Baca Juga
Selain itu, Surokhim menilai penunjukan tersebut tidak hanya didasari popularitas yang dimiliki Kaesang sebagai seorang publik figur yang sedang naik daun lewat aktivitasnya sebagai konten kreator, namun motif utama dikarenakan anak seorang kepala negara.
Advertisement
"Kalau semacam aktif di media sosial, usaha saya kira itu pertimbangan kesekian, namun yang dituju PSI kalau pandangan saya karena putra presiden dengan harapan mendapatkan tuah Jokowi Effect itu," ucapnya.
Ia pun menganalogikan ditunjuknya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI sebagai akrobat yang dilakukan di dalam dunia politik.
"Ini seperti akrobat politik, ternyata akrobat itu nyata," kata Surokhim.
Sebab, kata dia, penunjukan Kaesang sebagai ketua umum cukup kilat. Terlebih Kaesang juga belum lama bergabung dengan PSI.
"Prosesnya cepat, kemudian di dalam organisasi semestinya berlaku proses atau mekanisme pemilihan yang mengakomodasi kepentingan anggota," ujarnya.
Namun, ia mewanti-wanti PSI bahwa langkahnya ini bisa saja tidak berjalan mulus karena bisa jadi berdampak kepada hubungan antara Presiden Joko Widodo dengan keluarga besar dengan PDIP maupun bagi kedua partai.
"Akrobat politik itu bisa jadi tidak mesti selalu diharapkan, yang diharapkan belum tentu dapat. Artinya semua masih fifty-fifty," kata Surokim.
Â
Sim salabim
Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti menilai penetapan Kaesang sebagai ketua umum PSI sangat menggelikan, layaknya pertunjukan sebuah sulap, sim salabim.
"Tidak ada yang paling menggelikan dalam bulan ini di ruang politik kecuali PSI memilih Kaesang sebagai ketua umum partai itu. Seperti sim salabim. Baru sehari bergabung langsung didapuk menjadi ketua umum. Tujuannya jelas, meraih suara pada pemilu 2024 yang akan datang," ujar Ray kepada Liputan6.com, Selasa, 26 September 2023.
Ray mengaku tidak mengetahui mekanisme pengangkatan seseorang untuk menjadi pimpinan di PSI, terutama ketua umum. Namun, melihat secara kasat mata, apa yang dipraktikkan PSI sungguh menggelikan.
"Bagaimana tidak, orang yang baru sehari ditetapkan sebagai anggota, tetiba sudah ditetapkan jadi ketua umum. Bila merujuk ke suasana ini, maka sangat patut kita geli melihatnya," kata Ray.
Menurut Ray, cara yang dilakukan PSI telah mengabaikan banyak aspek. Bahkan untuk organisasi yang paling sederhana sekali pun, kata Ray, ada tata cara, waktu, syarat dan pelibatan anggota di dalam pemilihan ketua umumnya.
"Ini seperti orang Mandailing menyebutnya, 'belum masak tandan pisang, dia sudah jadi ketua umum'," ujar Ray.
PSI, kata Ray, sudah seperti perusahaan keluarga. Ketua umum digilir bukan karena sederet alasan ideal, tapi semata demi meraup suara.
"Demi kepentingan suara itu, kualitas-kualitas personal diabaikan lalu ditukar dengan kualitas 'bapakisme'," kata Ray.
"Kaesang adalah anak Presiden, dan PSI hendak meraup suara pemilih yang memilih berdasar popularitas Pak Jokowi," Ray menambahkan.
Sifat menggantungkan diri pada "bapakisme" ini, menurut Ray, mengaburkan idiom PSI sebagai partai anak muda atau kaum milenial.
"Anak muda yang seharusnya diberi teladan untuk selalu siap mandiri, malah yang terlihat sebaliknya: manggantung nasib pada 'bapakisme'," ujar Ray.
Dalam kondisi seperti ini, Ray mengaku ragu PSI akan menarik simpati pemilih Jokowi.
"Tapi yang sudah pasti, PSI menukar hal-hal ideal dalam berpolitik untuk semata mengejar suara. Satu perilaku yang mencerminkan standar etika politik PSI yang biasa-biasa saja," tuturnya.
Advertisement