Sukses

Viral Video Perundungan Remaja di Kuningan, Polisi Utamakan Sistem Peradilan Anak

Kasat Reskrim Polres Kuningan, AKP Anggi Eko Prasetyo mengungkapkan, aksi perundungan itu terjadi pada 21 September 2023 yang melibatkan empat remaja berusia 12 tahun dan 17 tahun

Liputan6.com, Jakarta - Aparat Polres Kuningan, Jawa Barat, telah menyelidiki kasus perundungan remaja di daerah itu, dengan proses penanganan yang mengacu pada ketentuan sistem peradilan pidana anak.

"Yang terlibat karena masuk kategori di bawah umur, maka yang kami terapkan adalah ketentuan sistem peradilan anak. Kami fokus penanganan," kata Kasat Reskrim Polres Kuningan, AKP Anggi Eko Prasetyo dilansir dari Antara, Selasa (3/10/2023).

Anggi menjelaskan, aksi perundungan itu terjadi pada 21 September 2023 yang melibatkan empat remaja berusia 12 tahun dan 17 tahun. Kasus itu kemudian mencuat dan menjadi perhatian publik, setelah rekaman video yang menampilkan aksi perundungan tersebut tersebar di media sosial.

"Terkait video yang viral, betul ada di dalam wilayah hukum Kabupaten Kuningan, di Kecamatan Cigugur," ucap Eko.

Menindaklanjuti info itu, aparat Polres Kuningan langsung bergerak cepat untuk mengumpulkan keterangan dan menelusuri kebenaran isi video tersebut.

Tidak lama setelah itu, Satreskrim Polres Kuningan akhirnya bisa mengidentifikasi pihak-pihak yang ada di dalam video tersebut.

"Artinya, terkait dengan korban dan yang melakukan di sana kita sudah dapati semua, sedang ditangani oleh kami. Di scene video itu ada empat orang," ujarnya.

Anggi menambahkan, pihak keluarga korban sudah membuat laporan polisi. Karena itu, Polres Kuningan langsung turun tangan dalam menangani kasus perundungan ini. Ia menuturkan kondisi korban saat ini sedang dalam perawatan di rumahnya, dan dipastikan remaja itu masih bisa beraktivitas.

"Kami bekerjasama dengan tim medis untuk menindaklanjutinya," ucap dia.

2 dari 2 halaman

Cegah Perundungan, Sekolah Diminta Punya Channel Pengaduan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudin menegaskan bahwa perbuatan tersebut berbahaya dan harus dicegah.

"Jadi bullying bukan sesuatu yang biasa, jangan sampai ada tindakan kekerasan sesama teman di lingkungan sekolah," ujar Hetifah, Senin (2/10), dilansir Antara. 

Praktik-praktik bullying, kata Hetifah, bukan hanya fisik, terkadang juga nonfisik. Misalnya, berkata kasar atau bahkan perundungan di dunia maya (cyber bullying).

Hetifah menjelaskan, pemerintah telah meluncurkan episode ke-25 yaitu pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Tujuannya adalah memastikan bahwa kekerasan di sekolah bisa diminimalisir sebanyak mungkin.

Pihak sekolah harus memiliki kanal pengaduan, kata Hetifah. Hal ini agar peserta didik dapat mengadu jika terkena masalah.

"Pihak sekolah harus punya channel untuk mengadu jika peserta didik terkena masalah, selain itu guru BK harus beda, jangan jadi killer terus ditakuti tapi menjadi teman yang baik bagi peserta didik," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini.

Selain itu, Hetifah juga menyoroti peran orangtua dalam mencegah bullying di sekolah. Menurutnya, orangtua harus menciptakan suasana rumah yang menyenangkan dan membahagiakan bagi anak-anak, bukan menekan atau membully mereka yang kemungkinan akan melampiaskan ke teman sejawatnya.

"Jadi supaya membentuk mental anak dari kecil, maka bisa PAUD sehingga punya jiwa kreatif, karnea seorang anak dalam keadaan tertekan tidak mungkin jadi kreatif," ucapnya.Â