Sukses

Zul Zivilia Terima Uang Rp4 Juta Perbulan dari Fredy Pratama Meski Dipenjara

Zul Zivilia menerima uang meski dibalik penjara pada 2019 lalu. Komunikasinya dilakukan lewat blackberry messanger dan terputus semenjak dirinya tidak lagi dikirimi uang oleh Fredy Pratama.

 

Liputan6.com, Jakarta Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap vokalis band Zivilia, Zulkifli alias Zul Zivilia. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa gembong narkoba kelas kakap jaringan internasional Fredy Pratama rutin mengirimkan uang Rp4 juta per bulan kepadanya.

"Betul, Zul terlibat langsung kepada Fredy Pratama. Dan dia di dalam sel pun menerima uang sebanyak Rp4 juta, kurang lebih 7 bulan atau 8 bulan dari Fredy Pratama,” tutur Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa kepada wartawan, Jumat (6/10/2023).

Menurut Mukti, Zul menerima uang meski dibalik penjara pada 2019 lalu. Komunikasinya dilakukan lewat blackberry messanger dan terputus semenjak dirinya tidak lagi dikirimi uang oleh Fredy Pratama.

"Itu katanya kalau di jaringan Fredy itu di dalem (penjara) diopeni,” jelas dia.

Lebih lanjut, Zul menjadi kaki tangan Fredy Pratama untuk mengedarkan narkotika jenis sabu dan ekstasi di wilayah Sulawesi. Adapun soal pemberatan masa hukuman, penyidik belum sampai pada kesimpulan tersebut.

"Belum, belum. Dia masih napi, dia hukumannya kan 18 tahun,” Mukti menandaskan.

Diketahui, Bareskrim Polri membongkar sindikat narkoba internasional kelas kakap jaringan Fredy Pratama. Pengungkapan itu bekerjasama dengan Royal Malaysia Police, Royal Malaysian Customs Departement, Royal Thai Police, Us-Dea, dan instansi terkait lainnya, sekaligus  membongkar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil peredaran narkotika jenis sabu dan ekstasi lintas negara itu.

Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyampaikan, pengungkapan kasus tersebut dimulai dengan adanya operasi bersama atau join operating yang bahkan hingga kini masih dilakukan. Pasalnya, tersangka Fredy Pratama selaku aktor utama dalam perkara ini masih berstatus DPO alias buron dan diduga berada di Thailand.

"Ditelusuri bahwa sindikat narkoba ini mengedarkan narkoba dan bermuara pada satu orang yaitu Fredy Pratama dan masih DPO, dan berada di Thailand,” tutur Wahyu di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/9/2023).

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

408 Laporan Polisi Sejak 2020

Menurut Wahyu, sejak 2020 sampai dengan 2023 terdapat 408 laporan polisi dengan 884 tersangka yang sudah ditangkap, yang keseluruhannya pun terkait dengan Fredy Pratama. Jaringan tersebut nyatanya memang menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran narkoba dan dikendalikan oleh Fredy Pratama yang bersembunyi di Thailand.

"Sindikat ini memang rapi dan terstruktur. Siapa berbuat apa, ada bagian keuangan, bagian pembuat dokumen, dan sebagainya,” jelas dia.

Selain itu, lanjutnya, jaringan narkoba Fredy Pratama menyusun komunikasi dengan sangat rapi melalui penggunaan aplikasi yang jarang digunakan oleh masyarakat umum. Selain itu, banyak pula rekening dari berbagai bank yang digunakan.

Rekening yang digunakan 406 dengan saldo Rp28,7 miliar dan sudah dilakukan pemblokiran,” katanya.

Wahyu menyatakan, total aset dari sindikat narkoba internasional Fredy Pratama mencapai Rp10,5 triliun. Adapun total penyitaan yang dilakukan terhadap barang bukti narkotika dalam kasus ini adalah 10,2 ton sabu, dengan perkiraan yang sudah masuk ke Indonesia untuk diedarkan mencapai 100 hingga 500 kilogram.

 

 

3 dari 3 halaman

Jumlah Aset yang Telah Disita Rp 273,45 Miliar

Sementara, TPPU yang dikenakan terhadap tangkapan kali ini sebesar Rp273,45 miliar. Masih ada aset lainnya yang dalam proses penyitaan di Thailand.

"Jumlah aset yang telah disita ini secara keseluruhan sekitar Rp273,45 miliar,” Wahyu menandaskan.

Para tersangka dikenakan Pasal Primer Pasal 114 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Yaitu Mengedarkan Narkotika Golongan I dengan ancaman hukuman pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan pidana denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp10 miliar.

Subsider Pasal 112 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati, penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan pidana denda minimal Rp800 juta dan maksimal Rp8 miliar ditambah sepertiga.

Kemudian Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Pasal 137 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman maksimal hukuman pidana penjara 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.