Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyita tiga mobil mewah mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono. Penyitaan berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Tiga mobil tersebut yakni, satu unit merk Honda CR-V model Jeep warna hitam metalik beserta satu buah kunci kontak. Satu unit merek Honda Brio Satya model minibus warna abu baja metal beserta satu buah kunci kontak, dan satu unit merek Smart Tipe Fortwo 52 KW model minibus beserta satu buah kunci kontak.
Baca Juga
"Tim penyidik KPK, (5/10) bertempat di Komplek Legenda Wisata, Nagrak Gunung Putri Kabupaten Bogor, Jawa Barat telah selesai melakukan penyitaan 3 unit mobil milik tersangka AP (Andhi Pramono)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (6/10/2023).
Advertisement
Sebelumnya, KPK juga sempat menyita tiga mobil mewah Andhi Pramono. Tiga mobil tersebut yakni, Hummer Type H3, model Jeep, warna silver beserta satu buah kunci kontak; mobil merek Morris, tipe mini, model sedan warna merah beserta satu buah kunci kontak; dan mobil merek Toyota, type Roadster, mobel Mb penumpang warna merah beserta 2 buah kunci kontak.
"Tim penyidik telah melakukan penyitaan 3 unit kendaraan mewah yang diduga milik Tersangka AP (Andhi Pramono) yang diduga sengaja disembunyikan yang berada di Ruko Green Land, Kecamatan Batam Centre, Kota Batam, Kepulauan Riau," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (21/9/2023).
Ketiga mobil mewah tersebut akan disita dan dijadikan alat bukti memperkuat dugaan pidana Andhi Pramono. Nantinya mobil-mobil mewah tersebut akan dilelang jika terbukti hasil tindak pidana korupsi. Namun untuk sementara waktu, mobil-mobil tersebut dititipkan sementara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan).
"Selanjutnya dilakukan penitipan dan penyimpanan sekaligus pemeliharaan disertai pengamanan di Rupbasan Klas II Tanjungpinang," kata Ali.
KPK menahan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono. Andhi ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu).
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 7 Juli 2023 hingga 26 Juli 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jumat (7/7/2023).
Alex menyebut, Andi diduga telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai pegawai di Bea Cukai sebesar Rp28 miliar. Uang gratifikasi ini digunakan Andi untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
"Diduga AP membelanjakan, mentransfer uang yang diduga hasil korupsi dimaksud untuk keperluan AP dan keluarganya, diantaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jaksel senilai Rp20 miliar," kata Alex.
Andhi Pramono Melancarkan Aksi Korupnya Sejak 2012 hingga 2022
Alex menyebut Andhi Pramono menjadi makelar barang di luar negeri dan memberi karpet merah kepada pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor. Andhi melakukan aksinya itu sejak 2012 hingga 2022.
"Dalam jabatannya selaku PPNS sekaligus pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diduga memanfaatkan posisi dan jabatannya tersebut untuk bertindak sebagai broker atau perantara dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor. Sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktivitas bisnisnya," kata Alex.
Alex menyebut, Andhi Pramono diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang di antaranya dikirim ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja. Dari rekomendasi dan tindakan makelar yang dilakukannya, Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Menurut Alex, setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikan Andhi diduga menyalahi aturan kepabeanan termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor-impor yang tidak berkompeten.
Siasat yang dilakukan Andhi untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor-impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nomine.
Tindakan Andhi itu diduga sebagai upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitasnya sebagai pengguna duit yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan, maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain.
Di sisi lain, lanjut Alex, KPK juga menemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya, Kamariah.
"Pada proses penyidikan, ditemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya," pungkas Alex.
Andhi disangkakan melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Serta Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Advertisement