Liputan6.com, Jakarta - Isu dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mencuat seiring proses penyidikan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Dugaan adanya pemerasan itu diketahui muncul usai beredar surat panggilan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya terhadap sopir Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Dia dipanggil sebagai saksi untuk diminta keterangan terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK.
Baca Juga
Dalam surat itu, Sopir Syahrul Yasin Limpo bernama Heri diminta menemui penyidik pada Senin 28 Agustus 2023 pukul 09.30 WIB di ruang pemeriksaan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
Advertisement
Adapun maksud panggilan untuk memberikan klarifikasi terkait dengan kasus yang sedang ditangani oleh Subdit V Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
"Untuk kepentingan proses penyelidikan, dimohon kepada saudara untuk hadir guna memberikan keterangan," bunyi kutipan dalam surat panggilan yang beredar.
Namun tak lama usai surat panggilan itu muncul, kemudian beredar foto dan catatan tulisan tangan yang menjelaskan soal kronologi pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo. Pemerasan disebutkan terjadi pada 2022.
Dalam kronologi disebutkan pada Juni 2022 Irwan yang diduga representasi Firli Bahuri ini menyampaikan kepada Mentan Syahrul Yasin Limpo berkaitan dengan akan adanya tim lembaga antirasuah yang masuk ke Kementerian Pertanian untuk menyelidiki dugaan korupsi. Kemudian Irwan mengatur pertemuan Syahrul Yasin Limpo dengan Firli Bahuri.
Irwan sempat mendatangi rumah dinas Syahrul Yasin Limpo dan menyampaikan permintaan dana dari Firli Bahuri. Namun Syahrul Yasin Limpo hanya menyanggupi Rp1 miliar yang diubah ke dalam bentuk dollar Singapura.
Singkat cerita, pada Desember 2022, pertemuan antara Syahrul Yasin Limpo bersama ajudannya bernama Panji dengan Firli Bahuri dijadwalkan terjadi di lapangan bulu tangkis Mangga Besar. Syahrul Yasin Limpo sempat berbincang dengan Firli Bahuri di pinggir lapangan. Namun saat hendak pulang, saat itulah uang Rp1 miliar diberikan ajudan Syahrul Yasin Limpo kepada ajudan Firli Bahuri.
Terkait hal ini, Mantan Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memandang, isu dugaan pemerasan pimpinan KPK telah menjadi skandal besar yang mengguncang lembaga antirasuah Indonesia.
Menurutnya, hal ini menjadi level tertinggi dari perbuatan tindak pidana korupsi. Terlebih pelakunya melibatkan pimpinan lembaganya sendiri.
"Ini skandal besar. Terjadinya pemerasan begini saya yakin tidak terjadi seketika. Diawali dengan pelanggaran-pelanggaran Firli Bahuri diawal masa jabatan, bertemu atau berhubungan dengan pihak berperkara, diduga membocorkan data rahasia, juga banyaknya informasi diduga menerima suap, hingga sekarang akhirnya perbuatan memeras dalam penanganan perkara korupsi," kata Novel kepada Liputan6.com, Jumat (6/10/2023).
"Kejahatan ini adalah level tertinggi dari perbuatan korupsi, celakanya diduga dilakukan oleh Pimpinan Penegak Hukum yang bertugas memberantas korupsi," sambungnya.
Menurut Novel, Firli Bahuri biasa berbohong kepada publik. Kini hal itu pun terbukti dengan tersebarnya foto pertemuan antara Ketua KPK itu dengan Mentan Syahrul Yasin Limpo.
“Dan apa yang sering saya katakan bahwa Firli Bahuri sering berbohong terjawab dari foto pertemuan dengan SYL di lapangan badminton, padahal sebelumnya yang bersangkutan mengatakan tidak pernah bertemu dengan SYL, kecuali dalam acara-acara resmi karena pekerjaan atau jabatannya,” kata dia.
Selain itu, Novel menilai, dugaan perbuatan pemerasan yang terjadi di KPK menjadi bukti pengkhianatan terhadap negara yang harusnya menjadikan KPK sebagai penegak hukum dalam tindak pidana korupsi, namun justru menjadi pelaku tindak pidana tersebut.
"Ini pengkhianatan terhadap negara yang sangat dirugikan karena praktek korupsi," ucapnya.
Oleh karena itu, Novel mendesak pimpinan KPK yang terlibat kasus pemerasan tersebut harus dihukum berat dan dicopot dari jabatannya.
"Kasus ini harus segera dituntaskan dan pelakunya diberikan hukuman yang berat. Ganti Dewas KPK, dan juga Pimpinan KPK lain yang bermasalah," ujar Novel.
Novel menambahkan, negara harus segera memperbaiki KPK untuk kembali di jalan yang benar dan berlaku profesional dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Selanjutnya negara harus segera memperbaiki KPK dan mendorong pemberantasan korupsi kembali berjalan dengan jujur, obyektif dan Profesional," tutupnya.
Di sisi lain, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengaku sangat terkejut dengan munculnya isu dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih, usai beredarnya foto pertemuan antara Ketua KPK Firli Bahuri dengan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Menurutnya, berdasarkan aturan di Undang-Undang KPK, pimpinan maupun pejabat lembaga antirasuah tidak diperkenankan melakukan pertemuan dengan pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani lembaga antirasuah dengan alasan apapun.
"Dengan dalih apapun, dalam pasal 36 (UU KPK) itu (Pejabat KPK) tidak boleh bertemu dengan terduga pelaku tindak korupsi dengan alasan apapun. Sekalipun didatangi harusnya bisa menghindar dengan segala cara," kata Boyamin kepada Liputan6.com, Jumat (6/10/2023).
Untuk itu, Ia merasa prihatin dengan kehadiran KPK saat ini, dan ia berharap Dewan Pengawas (Dewas) KPK segera menindaklanjuti isu dugaan pemerasan tersebut secara tegas, lantaran hal ini sudah masuk dalam kategori pelanggaran berat yang menyangkut pimpinan KPK sendiri.
"Saya sudah sangat sedih dan prihatin. Saya hanya berharap Dewas Pengawas (Dewas) KPK langsung turun tangan, karena ini memenuhi kriteria pelanggaran pasal 36 UU KPK dan tidak harus menunggu aduan dari masyarakat," ucapnya.
Boyamin menyatakan, sudah sepatutnya Dewas KPK menjemput bola untuk menindak dugaan pemerasan ini. Mengingat ini sudah pada level tertinggi dari kebobrokan KPK.
"Dalam istilah sepak bola ini bisa jadi kartu kuning kedua bagi KPK seteleh kisruh korupsi Heli. Dan kali ini sudah seharusnya KPK mendapatkan kartu merah," ujar Boyamin.
Oleh karena itu, Boyamin menyarakan, pimpinan KPK khususnya Firli Bahuri untuk mundur dari jabatannya demi kebaikan penegakan tindak pidana korupsi di Indonesia.
"Dan sebaiknya kalau saya pun memohon pak Filri untuk mengundurkan diri saja demi kebaikan republik ini, karena yang malu bukan hanya insan KPK, tapi seluruh republik ini juga malu," ujarnya.
Adapun terkait pengusutan dugaan pemerasan pimpinan KPK oleh Polda Metro Jaya, Boyamin mengatakan, pihaknya hanya bisa menunggu perkembangan penyelidikannya, Ia enggan berkomentar lebih lanjut terkait hal tersebut.
"Kita tunggu saja saya tidak bisa mengintervensi dan mengomentari, Mari kita tunggu saja perkembangannya. Yang terpenting Dewas KPK jangan sampai kedahuluan dengan Polda Metro soal kasus ini," jelasnya.
Non-Aktifkan dan Sidik Terduga Pemerasan
Sementara itu, Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menonaktifkan pimpinan KPK yang diduga terlibat dalam pemerasan di kasus korupsi Kementerian Pertanian (Kementan). Hal itu dilakukan agar mencegah adanya konflik kepentingan.
"Seharusnya Presiden menonaktifkan Komisioner yang diduga terlibat kasus pemerasan serta larangan dalam melakukan segala intervensi dalam penanganan kasus korupsi Kementerian Pertanian," kata Praswad kepada Liputan6.com, Jumat (6/10/2023).
Tak hanya itu, langkah tersebut juga dinilai bisa bermanfaat untuk menjaga integritas KPK dan kepolisian dalam menangani perkara dugaan pemerasan ini.
"Bukan hanya bermanfaat untuk kelanjutan penanganan kasus dugaan pemerasan yang saat ini sedang ditangani oleh pihak Kepolisian, tetapi juga terhadap integritas dan indepesensi penanganan kasus korupsi di Kementan yang sedang ditangani KPK," ujarnya.
Selain itu, Praswad juga meminta pihak kepolisian terus bekerja untuk membongkar dugaan pidana korupsi atas penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh pimpinan KPK untuk menghindari digunakannya kasus tersebut sebagai bahan barter.
"Hal tersebut mengingat proses penegakan hukum yang akuntabel dan berintegritas terhadap kasus tersebut memiliki dampak yang serius untuk mendorong pembenahan Komisi Pemberantasan Korupsi serta menunjukkan komitmen kepolisian untuk menerapkan prinsip equality before the law termasuk kepada khususnya pimpinan KPK yang diduga melakukan Tindak Pidana Korupsi," ucap Praswad.
Terlebih, kata dia, pada konsep penegakan hukum pidana ketika kejahatan dilakukan dalam jabatan, maka ada pemberatan terhadap pejabat yang melakukan kejahatan korupsi.
"Kepolisian Republik Indonesia harus segera mengumumkan kepada publik siapa tersangka pemerasan terhadap Menteri Pertanian, agar publik dapat mengawal penanganan perkara ini secara transparan dan akuntabel," tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK terhadap penanganan kasus korupsi di Kementan mengindikasikan adanya perilaku yang tidak biasa atau uncommon behaviour dalam penanganan perkara.
Hal itu dikarenakan adanya dugaan disparitas atau perbedaan waktu yang sangat jauh antara waktu pelaksanaan ekspose perkara dengan penerbitan surat perintah penyidikan.
Padahal, kata dia, normalnya penerbitan surat perintah penyidikan ditandatangani oleh pimpinan dan dikeluarkan dalam bentuk Sprindik dalam waktu yang sesegera mungkin dan secara langsung pasca diputuskannya hasil ekspose perkara korupsi untuk dinaikkannya tersangka pada suatu proses penyidikan.
"Untuk itu, wajar apabila publik mempertanyakan apakah pemerasaan yang terjadi pada penanganan kasus korupsi pada Kementan ini terkait dengan penundaan penerbitan Sprindik? terlebih lagi telah tersiar kabar di sejumlah rekan-rekan jurnalis bahwa diduga telah terjadi pertemuan antara salah satu komisioner KPK dengan salah seorang Menteri yang sedang terlibat perkara di KPK," jelasnya.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pengawas KPK soal dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri yang diduga bertemu dengan Menteri Pertahanan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Terkait pelaporan dugaan pelanggaran etik pimpinan yang disampaikan para pihak kepada Dewas KPK, kami tentunya menghormati hak setiap masyarakat untuk menyampaikan aduan tersebut, sebagai bagian dari kontrol sosial terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (6/10/2023).
"Sekaligus, kami juga menghormati proses pemeriksaan nantinya oleh Dewas, yang tentunya dilakukan secara profesional dan independen," kata Ali.
Ali meminta masyarakat tidak menyimpulkan sendiri apa yang sudah tersebar di media. Dia berharap setiap kesimpulan selalu didasari oleh fakta.
"Sehingga mari kita tunggu hasil proses tersebut, dengan tidak menyampaikan opini tanpa didasari fakta-fakta yang justru akan membuat situasi menjadi kontraproduktif," kata Ali.
Polisi Usut Dugaan Kasus Pemerasan Pimpinan KPK
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya membenarkan sedang mengusut kasus dugaan pemerasaan yang dilakukan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan berbentuk aduan masyarakat atau Dumas tentang dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan oleh Pimpinan KPK dalam penanganan perkara di Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2021.
"Pada tanggal 12 Agustus 2023 tim penyelidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah menerima dumas atau pengaduan masyarakat terkait dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia dalam penanganan perkara di Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2021," kata Ade kepada wartawan.
Namun, Ade mengaku tak bisa menyebut identitas pelapor. Dia berasalan hal itu demi menjaga kerahasiaan.
"Untuk Pendumas atau yang melayangkan Dumas yang diterima 12 Agustus 2023 kami menjaga kerahasiaan pelapor untuk efektifitas penyelidikan yang saat ini kami lakukan," ujar dia.
Ade menerangkan, pihaknya kemudian menelaah atau memverifikasi dumas atau pengaduan masyarakat hingga terbit surat perintah pengumpulan bahan keterangan pada 15 Agustus 2023.
Berikutnya, dikeluarkan surat perintah penyelidikan pada 21 Agustus 2023 untuk menemukan unsur pidana dari peristiwa yang dilaporkan.
Berdasarkan surat perintah, penyidik memanggil enam orang saksi untuk dimintai keterangan. Proses pemeriksaan berlansung sejak 24 Agustus sampai 5 Oktober 2023.
Ade menyebut, total ada enam orang saksi yang diperiksa termasuk salah satunya Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Sedangkan, lima orang lainnya driver maupun ADC beliau.
"Di mana beliau (Syarul Yasin Limpo) telah dimintai keterangan untuk klarifikasi sebanyak 3 kali dan hari ini adalah yg ketiga kalinya beliau dimintai keterangan atau klarifikasi atas dugaan tindak pidana yang terjadi dan itu dilaporkan. Dan saat ini proses penyelidikan sedang berlangsung, berproses," ujar dia.
Ade belum berbicara secara detail terkait bentuk pemerasan. Dia berdalih, itu merupakan materi penyelidikan dan belum bisa dibeberkan ke publik.
"Mohon maaf ini masih konsumsi penyidik. Karena kita masih berproses saya kira kita bisa saling menghormati," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean memastikan pihaknya akan mengusut dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK dalam pengusutan kasus dugaan korupsi Syahrul Yasin Limpo di Kementerian Pertanian (Kementan).
Dugaan itu akan ditindaklanjuti oleh Dewas KPK jika menerima laporan.
"Oh tentulah (diusut) kalau ada laporan. Kalau enggak ada?," ujar Tumpak dalam keterangannya.
Tumpak menyebut sejauh ini belum ada laporan berkaitan hal tersebut. Tumpak juga mengaku belum menerima informasi terkait kecuali dari pemberitaan di media.
"Belum, endak ada, saya hanya melihat itu saja, melihat kau punya berita juga," kata dia.
Senada dengan Tumpak, anggota Dewas KPK Albertina Ho menyebut pihaknya belum menerima laporan dugaan adanya pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK. Albertina meminta masyarakat segera melaporkannya ke Dewas agar segera ditindaklanjuti.
"Ya kita menunggu (laporan) ya, kita nunggu dululah. Baru saja kita tahu dari media," kata Albertina.
Advertisement
Respons Kapolri dan Bantahan Firli Bahuri
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menanggapi kasus dugaan pemerasan yang melibatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
“Nanti akan kita cek di Polda, nanti setelah itu kita akan berikan rilis,” tutur Kapolri kepada wartawan.
Listyo sendiri belum menanggapi lebih jauh terkait kasus dugaan pemerasaan yang dilakukan oleh Pimpinan KPK tersebut.
“Nanti dicek dulu,” jelasnya.
Adapun sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) FIrli Bahuri angkat bicara soal dugaan adanya pimpinan lembaga antirasuah melakukan pemerasan dalam penanganan kasus korupsi yang menyeret Menteri Pertanian atau Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Firli mengklaim dirinya dan pimpinan lain di KPK tak pernah melalukan hal tersebut.
"Tentu saya ingin katakan bahwa apa yang menjadi isu sekarang tentu kita juga harus pahami, namun demikian kita juga menyampaikan bahwa hal tersebut tidak benar dan tidak pernah dilakukan oleh pimpinan KPK," ujar Firli di Gedung KPK.
Begitu juga dengan adanya keterangan yang tertulis sebagai kronologi pemerasan yang diduga dilakukan olehnya melalui Irwan yang disebut sebagai salah satu ajudannya, Firli menyebut hal itu tak pernah ada.
"Kalaupun ada konfirmasi-konfirmasi yang bertanya kepada melalui WA, saya ingin katakan itu tidak benar. Beberapa kali terjadi penyalahgunaan foto, maupun picture yang mengatasnamakan, ada beberapa kali, mengatasnamakan pimpinan, menghubungi beberapa kepala daerah, bahkan menteri, bahkan anggota DPR RI pun pernah," kata dia.
Firli juga mengklaim ajudannya hanya satu, bernama Kevin bukan Irwan seperti yang disebutkan dalam kronologi dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo.
"Yang kedua, saya juga ingin sampaikan kepada rekan-rekan semua, ada yang bertanya, ajudan saya itu cuma satu orang. Namanya kevin, enggak ada yang lain," jelas dia.
Kata Jokowi soal Dugaan Pemerasan Ketua KPK Firli Bahuri ke Syahrul Yasin Limpo
Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi enggan menanggapi kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Jokowi meminta agar hal tersebut ditanyakan kepada KPK dan aparat penegak hukum.
"Enggak tahu. Ya tanyakan aja ke aparat penegak hukum. KPK atau ke mana? Kepolisian ya," kata Jokowi di Presidential Lounge, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Terkait KPK yang belum mengumumkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka, Jokowi meminta ditanyakan ke lembaga antirasuah itu. Dia menolak bicara banyak soal kasus yang menjerat Syahrul Yasin Limpo.
"Tanyakan ke KPK. Masa tanyakan ke saya. Tanyakan ke KPK. Jangan tanyakan ke saya," ujar dia.
Diketahui, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo telah mengungkapkan, tujuannya datang ke Polda Metro Jaya untuk memenuhi panggilan dari penyidik. Terkait pengaduan masyarakat (dumas) perihal dugaan kasus pemerasan pada 12 Agustus 2023.
"Satu hari setelah datang, saya langsung dihadapkan dengan masalah dan salah satu yang saya selesaikan hari ini adalah mendatangi atau diminta oleh Kapolda untuk menyampaikam keterangan dan tentu berbagai hal yang yang berkait dengan dumas 12 Agustus 2023," kata SYL.
Dalam keterangan yang disampaikan kepada Polda, SYL mengatakan dirinya telah melaporkan semua yang ia ketahui dan membantu penyidik dalam proses penyelidikan yang berlangsung selama 3 jam.
SYL hanya menyebutkan pemeriksaan itu hanya terkait pemerasan dan tidak menyebutkan siapa pemimpin KPK yang dimaksud.
“Semua yang saya tahu sudah saya sampaikan, dan secara terbuka saya sampaikan apa yang dibutuhkan penyidik, dia dihadapi oleh banyak banget tadi, dan prosesnya berlangsung cukup panjang hampir 3 jam. Saya capek banget, sementara saya baru pulang,” kata Syahrul.
Advertisement