Sukses

Dino Patti Djalal: Manusia Hadapi Ancaman Serius Akibat Meningkatnya Suhu Dunia

Dino meyakini iklim bumi akan terus memanas, bahkan hanya dalam 1 generasi dari sekarang. Artinya, suhu bumi akan sangat panas sekali sehingga umat manusia tidak bisa hidup nyaman.

Liputan6.com, Jakarta - “Umat manusia menghadapi ancaman serius, existential threat!” kata Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal saat membuka paparannya dalam acara ESG Symposium 2023 di di Queen Sirikit National Convention Center Bangkok, Thailand, 5 Oktober 2023.

Seisi auditorium tersentak, seraya bertanya maksud dari kalimat pembuka dari paparan yang disampaikan Dino. 

Menurut Dino, ancaman itu dapat menjadi kenyataan jika umat manusia tidak segera membenahi tata kelola kehidupan yang dapat mempengaruhi keadaan iklim planet bumi. Khususnya terkait emisi karbon sehingga terjadi pemanasan global.

“Sekarang ini kan dunia sudah naik suhunya 1,1 derajat celcius dibanding sebelum industrialisasi dimulai di Inggris, setelah industrialisasi kan ada pembangunan ekonomi kemudian menghasilkan suhu emisi yang luar biasa sehingga suhu dunia naiknya 1,1 derajat celcius. Kalau ini naiknya 3-4 derajat celcius maka dunia ini rasanya akan seperti neraka,” ujar Dino.

“Mungkin planet bumi akan survive tapi kalau manusianya? belum tentu!,” wanti Dino.

Dino meyakini iklim bumi akan terus memanas, bahkan hanya dalam 1 generasi dari sekarang. Artinya, suhu bumi akan sangat panas sekali sehingga umat manusia tidak bisa hidup nyaman.

“Dibanding ice age bedanya hanya 2 derajat celcius, jadi bedanya sekarang dengan zaman es itu hanya 2 derajat celcius secara global ya rata-rata. Jadi bisa dimaknai kalau jaman es dan sekarang hanya 2 derajat celcius kalau dari sekarang sampai 3 derajat celcius berarti apa? panas!,” tegas Dino.

 

2 dari 3 halaman

ESG Jadi Solusi Pencegahan Pemanasan Global

Dino menjelaskan, perubahan iklim disebabkan salah satunya oleh meningkatnya jumlah emisi karbon. Sehingga pemanasan global tidak bisa dihindari. 

Menugutip data dari Kementerian ESDM pada tahun 2019, industri yang bergerak sebagai produsen energi menyumbang angka mayoritas produksi emisi karbon yaitu sebesar 46,35%, kemudian transportasi 26,39%, selanjutnya industri manufaktur dan konstruksi 17,75% dan sektor lain sebesar 4,63%.

Namun Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat ini optimis masih punya waktu mengatasi ancaman tersebut. Salah satunya, jika pelaku bisnis secara bersama memiliki pandangan senada untuk menciptakan industri ramah lingkungan dan berkelanjutan atau yang kini umum dikenal dengan konsep ESG alias Environmental, Social, and Governance.

“ESG adalah  resep kalau kita mau mengubah masa depan. Kalau 10 tahun lalu baru nge-trend tapi sekarang sudah menjadi semakin penting walau pun belum mewabah,” tutur Dino.

3 dari 3 halaman

ESG Jadi Faktor Penentu bagi Pemodal Berinvestasi

Dino mendorong, ESG dapat diterapkan kepada mereka para pemodal untuk memperhatikan dampak ESG saat ingin berinvestasi. 

“Pertama, apakah pihak penerima modal nantinya memperhatikan faktor lingkungan atau environment? bagaimana dampaknya terhadap emisi dan kedua soal sosialnya, bagaiaman masyarakatnya diperhatikan dan ketiga soal tata kelolanya atau governane, ada suap tidak? komitmen antikorupsinya bagaimana?,” ungkap Dino.

Dino meyakini, jika ketiga hal tersebut diperhatikan maka ancaman eksistensi umat manusia bisa diselamatkan. Dia pun berharap, dunia dan khususnya Indonesia bisa lebih peka terhadap konsep ESG. Sebab,  ke depan tekanan dan peluang ESG akan semakin besar.

“Jadi orang kalau akan menanam modal di Indonesia orang akan nanya, ESG-nya Indonesia gimana? ada tidak misal Indonesia kotor gak energinya? dan apakah. banyak korupsi? ini dan itu, jadi yang akan dilihat sangat detil adalah performance Indonesia di tiga kategori itu. Kalau tidak diperhatikan maka mereka akan menari tempat lain, itu pasti,” Dino menandasi.