Liputan6.com, Jakarta - Pakar lingkungan Universitas Indonesia sekaligus CEO Environment Institute Mahawan Karuniasa menyatakan seluruh pembangkit listrik di Indonesia sudah seharusnya terintegrasi dengan konservasi ekosisten di daratan. Hal itu disampaikan dalam Seminar Integrasi Transisi Energi dengan Konservasi Ekosistem Daratan di IPB, Rabu 11 Oktober 2023.
"Tidak hanya mungkin, namun memang sudah seharusnya pembangkit listrik tenaga air terintegrasi dengan konservasi ekosistem daratan," katanya.
Baca Juga
Menurut Mahawan, integrasi tersebut tidak dapat ditawar lagi sebab agenda Paris Agreement untuk tidak melampaui 1,5° Celsius perlu upaya mitigasi agar emisi global tidak melampaui 33 Giga ton CO2e melalui transisi energi, termasuk di Indonesia.
Advertisement
"Indonesia memasuki dekade dominasi emisi sektor energi, artinya sebagian besar emisi gas rumah kaca nasional berasal dari sektor ini yang meliputi tiga sumber utama yaitu pembangkit listrik, transportasi, dan industri," tegasnya.
Khusus untuk pembangkit listrik, Mahawan menambahkan, berdasarkan dokumen LTS-LCCR (Long Term Strategi for Low Carbon and Climate Resilience) strategi utama pemangkasan emisi dilakukan dengan coal phase down, penggunaan gas, penerapan teknologi Carbon Capture and Storage.
Karena itu, Mahawan menilai tepat jika pemerintah serius membangun PLTA Batang Toru di Sumatera Utara. Di sisi lain ia mengingatkan pembangunan PLTA Batang Toru tidak boleh merusakan konservasi hutan
"Ya tentu kami dukung penuh pembangunan PLTA Batang Toru. Tapi mesti diingat PLTA tidak boleh merusak konservasi hutan dan harus menggunakan teknologi yang ramah lingkungan," tegas Mahawan.
Â
Dilaksanakan Sesuai Komitmen Indonesia
Sementara itu, Staf Ahli Menteri KLHK, Haruni Krisnawati menyatakan bahwa transisi energi diperlukan dalam implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) bersamaan dengan pencapaian target FOLU Net Sink 2030.
"Implementasi NDC ini perlu dilaksanakan sesuai komitmen Indonesia dan strategi implementasi NDC yang telah disusun," kata Haruni.
Pakar lingkungan Jatna Suprijana menyampaikan biodiversity loss menjadi masalah global termasuk Indonesia sebagai negara mega biodiversity, sehingga upaya transisi energi mesti sinergi dengan konservasi ekosistem.
"Seperti pengembangan PLTA Batang Toru dengan konservasi Orangutan Tapanuli yang tersisa 200 ekor. Nah ini harus dipastikan aman dan diperhatikan betul," ujar Jatna.
Advertisement
Wujud Konkret Transisi Energi Bersih
Akademisi UIN Syahada Padangsidempuan, Mhd. Latip Kahpi menyatakan, PLTA Batang Toru adalah wujud konkret upaya transisi ke energi bersih di Indonesia. Menurutnya PLTA tersebut bukan saja dapat memenuhi kebutuhan energi warga Sumut, tapi juga dampak ekonomi yang besar.
"PLTA Batang Toru memberikan dampak ekonomi yang besar. Di mana saat ini telah terserap ratusan angkatan kerja baru yang berasal dari masyarakat Tapsel," kata Latip katanya saat menghadiri Diskusi Politik Perubahan Iklim dan Energi Terbarukan yang digelar Environmental Institute di Padang Sidempuan, Minggu (3/9/2023).
Latip menambahkan, PLTA Batang Taru juga menjawab ratusan ribu warga masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses terhadap listrik. Menurut dia masih ada 65.000 rumah tangga atau sekitar 300.000 orang belum mendapatkan aliran listrik di Sumatera Utara. Padahal listrik adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi semua orang.
"Dampak PLTA Batang Toru sangat besar, kita dukung untuk segera beroperasi, supaya segera menjawab kebutuhan listrik seluruh masyarakat Sumatera Utara," tegasnya.
Di sisi lain, Latip menilai keberadaan PLTA Batang Taro bukan hanya mampu menyerap tenaga kerja, tetapi juga memberi dampak positif bagi pertanian di wilayah Tapanuli Selatan.
"Keberadaan PLTA Batang Toru juga lingkungan akan lebih terjaga. Karena saat hutan rusak makan debit air tengganggu, dan pas akhirnya akan mengurangi pasokan air yang digunakan untuk memproduksi sumber energi," urainya.