Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri tidak terlihat saat pengumuman penahanan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo terkait kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, penerimaan gratifikasi dan TPPU.
Dalam jumpa pers yang berlangsung di Gedung Juang KPK, Jumat (13/10/2023), pejabat yang hadir hanya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Plt Deputi Penindakan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu, dan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Baca Juga
Bahkan, saat pengumuman Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka pada Rabu, 11 Oktober 2023, Firli juga tak terlihat. Pimpinan KPK yang hadir dalam jumpa pers yakni Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Advertisement
Berkaitan hal itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memastikan Firli Bahuri ada di dalam ruangannya di lantai 15 gedung Merah Putih KPK.
"Kemudian Pak Ketua dua hari terakhir di mana? Sampai sekarang pun masih sampai di ruangan. Enggak usah khawatir," ujar Alex di Gedung Juang KPK, Jumat (13/10/2023).
Alex mengatakan, selama ini Ketua KPK Firli Bahuri hanya memantau dari jauh pengumuman tersangka dan penahanan terhadap Syahrul Yasin Limpo. Alex mengeklaim Firli Bahuri memantau perkembangan kasus ini.
"Jadi, beliau dua hari terakhir itu selalu di ruangan, mengikuti setiap konpers, mengikuti setiap perkembangan ini," kata Alex.
Syahrul Yasin Limpo rampung menjalani pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai ditangkap pada Kamis malam, 12 Oktober 2023. Dia ditangkap karena terlibat kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Usai menjalani pemeriksaan, Syahrul Yasin Limpo terlihat mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye. Selain Syahrul Yasin Limpo, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta juga terlihat menggunakan rompi oranye.
Syahrul dan Hatta rencananya akan ditahan di rumah tahanan KPK selama 20 hari pertama.
"Dari analisis dan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka SYL dan tersangka MH untuk masing-masing 20 hari pertama terhitung 13 Oktober 2023," kata Alexander Marwata.
Syahrul Yasin Limpo Jadi Tersangka Korupsi di Kementan
KPK resmi mengumumkan status mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
KPK juga menjerat dua anak buah Syahrul Yasin Limpo, mereka yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, awal mula kasus ini saat Syahrul Yasin Limpo menduduki jabatan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengangkat kedua anak buahnya itu menjadi bawahannya di Kementan. Kemudian Syahrul Yasin Limpo membuat kebijakan yang berujung pemerasan dalam jabatan.
"SYL kemudian membuat kebijakan personal kaitan adanya pungutan maupun setoran di antaranya dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya," ujar Johanis dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu (11/10/2023).
Johanis menyebut, Syahrul Yasin Limpo menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.
"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekertaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4 ribu hingga USD10 ribu," kata Johanis.
Penerimaan uang melalui Kasdi dan Harta sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan Syahrul Yasin Limpo dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahuai KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," kata Johanis.
"Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik," Johanis menandaskan.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Tersangka SYL turut pula disangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Advertisement