Sukses

Jusuf Kalla: Negara Besar Harus Bisa Hentikan Perang Hamas-Israel

Jusuf Kalla mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat untuk menemukan cara terbaik agar bisa mengirimkan bantuan ke Palestina.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden periode 2004–2009 dan periode 2014–2019 Muhammad Jusuf Kalla berharap, negara-negara besar seperti Amerika, negara-negara Arab, dan juga Eropa untuk dapat mengambil bagian dalam menghentikan perang antara Hamas dan Israel.

"Perang ini tentu perang lama, sebenarnya konflik lama 75 tahun sudah konflik ini, malah mungkin berabad-abad. Jadi, agar negara-negara yang besar seperti Amerika, negara-negara Arab, Eropa itu dapat menjaga sehingga terjadi penghentian perang itu sendiri. Itu harapan kami," kata Jusuf Kalla di Jakarta, Sabtu (14/10/2023).

Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat untuk menemukan cara terbaik agar bisa mengirimkan bantuan ke Palestina.

"Ya, tidak mudah kirim bantuan karena diblokade. Kami sudah rapat bagaimana caranya mengirimkan bantuan ke situ, dan ini tidak mudah," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan bahwa pengakhiran siklus kekerasan, perlindungan warga sipil, dan pencegahan bencana kemanusiaan yang lebih parah di Palestina adalah prioritas yang mendesak.

Hal ini disampaikan Menlu Retno Marsudi dalam pembicaraan melalui sambungan telepon dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan Al Saud, Menlu Uni Emirat Arab Abdullah Bin Zayed Al Nahyan, Menlu Mesir Sameh Shoukry dan Menlu Palestina Riyad Al-Maliki.

"Saya berbicara dengan Menlu Arab Saudi, UEA, Mesir, dan Palestina mengenai situasi yang mengkhawatirkan di Gaza," cuit Retno Marsudi pada platform X, Sabtu.

Selain itu, Retno Marsudi juga membahas masalah Palestina dalam pertemuan bilateral di Jakarta dengan Menlu Brasil Mauro Vieira yang juga menjabat sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB pada bulan Oktober.

Konflik Palestina-Israel berlangsung sejak Sabtu lalu ketika Hamas mulai melakukan Operasi Badai Al Aqsa, yakni serangan mendadak dari segala penjuru, termasuk serentetan peluncuran roket dan penyusupan ke Israel lewat jalur darat, laut, dan udara.

Hingga Jumat (13/10) sebanyak 1.843 warga Palestina dinyatakan meninggal dunia, dan 7.138 orang lainnya terluka akibat serangan Israel yang dilancarkan setelah Hamas menyerang Israel pada tanggal 7 Oktober. Sementara itu, Israel kehilangan 1.200 nyawa akibat serangan Hamas.

2 dari 4 halaman

Israel Beri Waktu 6 Jam bagi Warga Utara Gaza untuk Mengungsi ke Selatan

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan batas waktu enam jam bagi warga utara Gaza untuk melarikan diri ke selatan melalui rute-rute yang telah ditentukan.

IDF mengumumkan pada Sabtu (14/10/2023), mereka akan mengizinkan warga Gaza pindah ke selatan demi keselamatan mereka melalui rute-rute tertentu di Gaza dari pukul 10.00 hingga 16.00 waktu setempat. Demikian pernyataan yang dibagikan oleh juru bicara IDF Avishay Adraee di X alias Twitter.

Tidak jelas seberapa luas pesan tersebut diterima warga setempat mengingat pemadaman listrik dan internet sebagai akibat dari blokade total Gaza.

Ketika ditanya oleh CNN bagaimana waktu enam jam ini dikomunikasikan kepada warga di Gaza, juru bicara IDF Mayor Doron Spielman mengatakan bahwa semua orang di Kota Gaza sekarang tahu persis apa yang terjadi.

"Mereka diberitahu dalam bahasa Arab, dalam berbagai bahasa di setiap platform yang tersedia, baik platform elektronik maupun non-elektronik. Semua orang di Kota Gaza tahu bahwa mereka harus melewati Wadi Gaza," ujar Spielman, seperti dilansir CNN.

Spielman mengonfirmasi bahwa IDF telah menyebarkan selebaran yang memberi informasi kepada masyarakat di Gaza tentang pengumuman IDF. Namun, seorang pejabat PBB, paramedis, dan jurnalis di lapangan yang ditanya terkait hal ini semuanya tidak mengetahui peringatan terbaru.

3 dari 4 halaman

Relokasi Penduduk Gaza dalam Waktu 24 Jam

Di tengah evakuasi yang sedang berlangsung dari utara Gaza, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengaku telah menerima batas waktu yang direvisi, yaitu pukul 16.00 waktu setempat untuk memindahkan pasien dan staf dari Rumah Sakit Al-Quds di Kota Gaza.

Meski demikian, mereka menegaskan bahwa mereka tidak dapat mengevakuasi rumah sakit dan rumah sakit tersebut diwajibkan berdasarkan mandat kemanusiaan untuk terus memberikan layanan kepada orang sakit dan terluka.

Mengutip laporan BBC, konvoi warga sipil Palestina diserang di jalur evakuasi yang ditentukan. Angkanya belum dapat dipastikan, namun korban tewas termasuk perempuan dan anak-anak. Israel belum merespons laporan ini.

Pada Jumat (13/10), Israel telah lebih dulu memperingatkan lebih dari 1 juta warga di utara Gaza agar mengungsi, sementara pasukan dan peralatan militer mereka menumpuk di perbatasan dan serangan udara terus berlangsung sebagai respons terhadap serangan Hamas pada Sabtu 7 Oktober.

Pejabat PBB awalnya diberitahu oleh Israel bahwa relokasi penduduk Gaza harus dilakukan dalam waktu 24 jam. Namun, Israel kemudian mengakui bahwa migrasi massal akan memakan waktu dan juru bicara IDF Letkol Peter Lerner mengatakan pada Jumat bahwa tenggat waktu mungkin meleset, sehingga menambah ketidakpastian yang ada.

Sebelum peringatan Israel tersebut, lebih dari 400.000 warga Palestina telah menjadi pengungsi internal akibat pertempuran selama sepekan terakhir ketika kondisi di wilayah yang dibombardir semakin memburuk.

4 dari 4 halaman

Kemlu RI: 129 WNI Tidak Ingin Dievakuasi dari Tepi Barat Palestina dan Sejumlah Wilayah Israel

Sementara itu, ada 133 Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Tepi Barat dan sejumlah wilayah Israel, dan hanya empat orang yang ingin dievakuasi ke wilayah yang lebih aman. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha.

Dari angka tersebut 39 WNI berada di Tepi Barat, termasuk Yerusalem dan wilayah lainnya di Israel, dan 94 lainnya merupakan pelajar yang tinggal di Sapir.

Judha mengatakan, sebagian besar WNI yang memilih untuk tetap berada di wilayah tersebut masih merasa aman.

"Untuk yang 133, kita sudah melakukan Zoom Meeting dan mereka menyampaikan situasinya. Kita juga menyampaikan imbauan agar mereka meninggalkan wilayah tersebut," kata Judha, dalam pernyataan pers, Jumat (13/10/2023).

"Namun berdasarkan informasi terakhir, dari 133 tersebut hanya empat yang ingin meninggalkan karena merasa aman," sambungnya. 

Tugas negara, jelas Judha, adalah mengamankan dan melindungi WNI dari wilayah pertikaian ke wilayah yang lebih aman sesuai UU No. 37 tahun 1999. Namun dalam hal ini, pemerintah tidak memaksakan keputusan para WNI tersebut.

"Tugas kami adalah memberikan informasi mengenai penilaian situasi keamanan, tapi pilihan dikembalikan kepada masing-masing," ungkapnya.

Selain 133 WNI tersebut, Judha juga mengatakan bahwa ada 10 WNI lainnya yang berada di Jalur Gaza. Pemerintah juga terus menjalin komunikasi intensif dengan para WNI tersebut sambil mempersiapkan proses evakuasi segera ketika situasi memungkinkan.

"Komunikasi intensif terus kita lakukan. Namun, hingga saat ini Israel masih terus memborbardir Gaza, jadi ini yang paling sulit dilakukan," ujarnya lagi.

Menurut catatan pemerintah, 10 WNI di Gaza terdiri dari tiga relawan MER-C yang tinggal di rumah sakit Indonesia. Sementara tujuh orang lainnya berasal dari dua keluarga Indonesia yang menikah dengan warga setempat.