Sukses

Profil Arief Hidayat, Salah Satu Hakim MK yang Ikut Ambil Putusan Terkait Batas Usia Capres-Cawapres

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menjadi salah satu hakim yang turut mengambil keputusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim terkait batas usia capres-cawapres minimal 35 tahun dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Liputan6.com, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menjadi salah satu hakim yang turut mengambil keputusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim terkait batas usia capres-cawapres minimal 35 tahun dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Seperti diketahui, pada hari ini, Senin (16/10/2023), Mahkamah Konstitusi atau MK membacakan putusan terkait batas usia capres-cawapres tersebut.

Selain Arif Hidayat, delapan hakim Mahkamah Konstitusi atau MK lain yaitu Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota, Saldi Isra, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic, Enny Urbaningsih, Guntur Hamzah, Suhartoyo, dan Wahiddudin Adams.

Lalu siapakah sebenarnya Arif Hidayat? Melansir laman resmi www.mkri.id, Arif pertama kali dilantik sebagai hakim konstitusi pada 1 April 2013 di Istana Negara oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Arief menggantikan Mahfud Md yang mengakhiri masa jabatan yang telah diembannya sejak 2008.

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut mengaku tak pernah sekali pun terlintas untuk menjadi hakim MK. Ia mengaku hanya memiliki satu cita-cita, yakni menjadi seorang pengajar.

Arief Hidayat lahir di Semarang, Jawa Tengah pada 3 Pebruari 1956 dan mengenyam pendidikan di kota kelahirannya dari SD sampai SMA. Ia menuntaskan pendidikan Sarjana S1 Fakultas Hukum di Universitas Diponegoro (Undip) pada 1980.

Sepanjang kariernya, Arief fokus di dunia pendidikan dengan tujuan untuk mencerdaskan generasi muda. Tak hanya itu, ia bercita-cita untuk menyebarkan virus-virus penegakan hukum kepada generasi muda.

Arief menamatkan pendidikan S2 di Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair) pada 1984 dan S3 di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) pada 2006.

Arief menikah dengan Tundjung Herning Sitabuana dan sudah dikaruniai 2 anak yaitu Adya Paramita Prabandari dan Airlangga Surya Nagara. Ia juga telah memiliki 3 cucu yaitu Indrasta Alif Yudistira, Diandra Paramita Surya Nagara, dan Darajatun Herjendra Surya Nagara.

 

2 dari 4 halaman

Mulai Jadi Hakim MK

Arief menjadi Guru Besar dari Undip pada 2008, selain itu menjadi Dekan adalah jabatan puncak lainnya. Kemudian, setelah selesai menjabat dekan, dia pun memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR.

Keberanian tersebut diperoleh Arief berkat dukungan dari berbagai pihak terutama para guru besar Ilmu Hukum Tata Negara, seperti Guru Besar HTN Universitas Andalas Saldi Isra.

Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk 'Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945'.

Dinilai konsisten dengan paparan yang telah disampaikan dalam proses fit and proper test tersebut, Arief pun terpilih menjadi hakim konstitusi, dengan mendapat dukungan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR, mengalahkan dua pesaingnya yakni Sugianto (5 suara) dan Djafar Al Bram (1 suara).

Bagi Arief, MK bukanlah merupakan lembaga yang asing. Selain aktif mengajar, Arief juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.

Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dia hasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.

Sebagai bagian dari friends of court, Arief juga sering terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MK. Ia aktif menjadi narasumber maupun menjadi juri dalam setiap kegiatan MK berkaitan dengan menyebarluaskan mengenai kesadaran berkonstitusi.

Setelah dua tahun menjadi hakim konstitusi, sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, Arief justru mendapatkan kepercayaan lebih besar dengan terpilih secara aklamasi menjadi Ketua MK periode 2014-2017.

Jabatan di MK

Ketua Mahkamah Konstitusi:

Periode Pertama:

- Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Januari 2015 - 14 Juli 2017)

Periode Kedua:

- Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Juli 2017 – 1 April 2018)

- Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (6 November 2013 - 12 Januari 2015)

Hakim Konstitusi:

- Periode Pertama (1 April 2013 - 1 April 2018)

- Periode Kedua (1 April 2018 – 27 Maret 2026)

3 dari 4 halaman

Karier, Penghargaan, dan Tanda Jasa Arief Hidayat

Berikut karier Arief Hidayat:

- Staf Pengajar Fakultas Hukum UNDIP

- Staf Pengajar Program Magister Ilmu Hukum (S2 Ilmu Hukum), Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum, dan Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP

- Dosen Luar Biasa pada Fakultas Hukum Program S2 dan S3 di berbagai PTN/PTS di Indonesia

- Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum; Sekretaris Badan Koordinasi Mahasiswa (BKK)/ Sekretaris Pembantu Rektor III; Pembantu Dekan II Fakultas Hukum; Pembantu Dekan I Fakultas Hukum; Dekan Fakultas Hukum; dan Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum; kesemuanya di UNDIP

- Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP, Semarang (2008)

- Hakim Konstitusi (2013-2018).

Penghargaan dan Tanda Jasa:

- Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Republik Indonesia

- Bintang Demokrasi oleh Presiden Kazhakstan

- Satya Lencana Karya Satya 30 Tahun dari Presiden Republik Indonesia

- Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden Republik Indonesia

- Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun dari Presiden Republik Indonesia

- Satya Lencana Pengabdian 25 Tahun dari Universitas Diponegoro.

 

4 dari 4 halaman

MK Tolak Gugatan PSI yang Meminta Batas Usia Capres-Cawapres Minimal 35 Tahun

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait batas usia capres-cawapres di Jakarta, Senin (16/10/2023). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.

Dalam sidang, MK memutuskan menolak gugatan yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengajukan gugatan usia calon presiden dan wakil presiden minimal 35 tahun.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan.

Menurut MK, penentuan usia minimal presiden dan wakil presiden menjadi ranah pembentuk undang-undang.

Putusan tersebut diketok untuk gugatan nomor 29/PUU-XXI/2023 dengan pemohon partai politik PSI, Anthony Winza Prabowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhael Gorbachev Dom. Dalam petitumnya mereka meminta usia minimal capres-cawapres 35 tahun.