Sukses

Pengacara Rafael Alun: Saksi JPU KPK Buktikan Transaksi Sewa dan Jual Beli Tanah Sah

Pengacara mantan pejabat DJP Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih, meragukan keterangan saksi yang dihadirkan JPU pada KPK soal penjualan lahan di Sentul, Bogor 20 tahun silam.

Liputan6.com, Jakarta Pengacara mantan pejabat Direktorat Jenderap Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih, meragukan keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK soal penjualan lahan di Sentul, Bogor 20 tahun silam. Pasalnya, dalam sidang, Happy Hermawati yang merupakan pihak swasta ini lebih banyak mengaku lupa.

"Saksi lupa harga yang dibayarkan oleh RAT (Rafael Alun Trisambodo) berapa, karena sudah lama sekali, transaksi hampir 20 tahun lalu," ujar Junaedi usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Junaedi menyebut keterangan Happy Hermawati tidak bisa dijadikan fakta persidangan yang kuat. Apalagi, Happy juga tak bisa memastikan nilai total pembelian tanah itu.

"Transaksi melalui agen, dibayarkan tunai, dihitung bersama tapi lupa jumlahnya," ucap Junaedi.

Junaedi menyebut Happy hanya mengamini pembelian lahan itu dilakukan oleh Rafael Alun Trisambodo. Malah, Happy menyebut transaksi tersebut tidak bermasalah.

"Hakim ketua menanyakan, apakah saksi sudah menikmati uangnya? Saksi menjawab 'iya, sudah dinikmati, tidak ada masalah'," ujar Junaedi.

Tak hanya itu, dalam persidangan, jaksa juga mengungkap adanya penjualan tanah Rafael Alun di Sentul. Informasi itu didalami tim jaksa penuntut umum dengan menghadirkan ibu rumah tangga Shielfy sebagai pembelinya.

Junaedi menyebut pembelian lahan itu juga bukan sebuah permasalahan. Sebab, kata dia, dilaksanakan secara legal.

"Hingga sekarang tanah tersebut masih dimiliki oleh Shielfy, transaksi tidak ada masalah dan transaksi juga tercatat dalam dokumen resmi PPJB format developer," kata Junaedi.

 

2 dari 4 halaman

Soal Ruko

Selain itu, Junaedi ikut mengomentari pemeriksaan wiraswasta Arifin Wongso Atmodjo dalam persidangan. Saksi itu menjelaskan soal penyewaan ruko senilai Rp550 juta selama empat tahun.

"Harga yang dibayarkan kepada RAT adalah Rp550 juta untuk durasi empat tahun, seharusnya sewa dilakukan selama enam tahun namun karena sepi, maka di tahun keempat tidak dilanjutkan," terang Junaedi.

Junaedi menyebut tidak ada permasalahan dalam penyewaan ruko itu. Dia menilai jaksa tidak bisa membuktikan pelanggaran pidana dalam dugaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat kliennya.

"Kontrak dilakukan di hadapan notaris sah dan benar ditandatangani," kata Junaedi.

Sebelumnya, Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendalami kerja sama penyewaan ruko milik mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Kontrak itu senilai Rp550 juta dalam waktu empat tahun.

"Dua tahun (pertama) Rp250 juta, sesudah periode kedua naik 20 persen (total empat tahun jadi Rp500 juta)," kata wiraswasta Arifin Wongso Atmodjo di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Arifin mengatakan ruko itu berada di Meruya Utara. Dia mengaku tertarik melakukan kontrak kerja sama karena bangunan itu setinggi empat lantai. Namun, dia mengaku tidak mengenal secara personal dengan Rafael.

"Tidak kenal, cuman karena dia (Rafael Alun) pasang spanduk, saya lihat, saya mau kontrak toko (milik Rafael)," ujar Arifin.

 

3 dari 4 halaman

Dakwaan untuk Rafael Alun

Sebelumnya, Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo didakwa menerima gratififikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dakwaan dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (30/8/2023).

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Rafael Alun menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang bersama sang istri, Ernie Meike Torondek. Rafael Alun didakwa menerima gratifikasi senilai Rp16.664.806.137,00 atau sekitar Rp16,66 miliar.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut menerima gratifikasi sebesar Rp16.664.806.137,00," ujar jaksa KPK membacakan berkas dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).

Jaksa menyebut Rafael Alun menerima gratifikasi melalui PT Artha Mega Ekadhana (PT Arme), PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Cahaya Bali Internasional Kargo. Rafael menerimanya dalam kurun waktu Mei 2002 hingga Maret 2013 bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek.

"Bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek sebagai istri terdakwa selaku sekaligus komisaris dan pemegang saham PT Arme, PT Cubes Consulting, dan PT Bukit Hijau Asri," kata jaksa.

 

4 dari 4 halaman

Dakwaan TPPU

Sementara untuk TPPU, Rafael Alun Trisambodo didakwa melakukannya bersama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek. Total, Rafael Alun dan Ernie Meike mencuci uang hasil korupsi hingga Rp100,8 miliar.

Rafael bersama-sama dengan Ernie Meike didakwa melakukan TPPU ketika bertugas sebagai PNS di Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002 hingga 2010. Jaksa menyebut Rafael Alun mencuci uang sebesar Rp36.828.825.882 atau Rp36,8 miliar selama delapan tahun.

"Bahwa terdakwa sebagai pegawai negeri pada Direktorat Jenderal Pajak, dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 menerima gratifikasi sebesar Rp5.101.503.466 sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain sejumlah Rp31.727.322.416," kata Jaksa Wawan.

Kemudian, Rafael Alun juga didakwa mencuci uang ketika menjabat sebagai PNS pada Ditjen Pajak sejak 2011 hingga 2023. Pada periode tersebut, Rafael Alun melakukan pencucian uang sekitar Rp63.994.622.236 atau Rp63,9 miliar selama 12 tahun.

Dengan perincian, sejumlah Rp11.543.302.671 atau Rp11,5 miliar dari hasil gratifikasi. Kemudian ditambah penerimaan lainnya sebesar SGD2.098.365 atau setara Rp23.623.414.153, kemudian senilai USD937.900 atau setara Rp14.270.570.555 serta Rp14.557.334.857.

"Bahwa terdakwa sebagai pegawai negeri pada Direktorat Jenderal Pajak, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2023 menerima gratifikasi sebesar Rp11.543.302.671 sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa SGD2.098.365 dan USD937.900 serta sejumlah Rp14.557.334.857," kata jaksa.

Sehingga, jika dijumlah secara keseluruhan, Rafael Alun telah melakukan pencucian uang sejak 2002 hingga 2023 sekira Rp100.823.448.118 atau Rp100,8 miliar. Dengan perincian pada tahun 2002 hingga 2010, Rafael Alun mencuci uangnya sebesar Rp36,8 miliar ditambah pada tahun 2011 hingga 2023 sejumlah Rp63,9 miliar.

Video Terkini