Sukses

BEM SI Kerakyatan soal Putusan MK: Jangan Pakai Hukum untuk Dompleng Kekuasaan

Perwakilan BEM SI Kerakyatan sekaligus Ketua BEM UI 2023 Melki Sadek mengatakan, MK seolah menunjukan adanya intrik politik dari lembaga yudikatif.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI Kerakyatan mengawal jalannya persidangan putusan soal gugatan usia capres dan cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Perwakilan BEM SI Kerakyatan sekaligus Ketua BEM UI 2023 Melki Sadek mengatakan, MK seolah menunjukan adanya intrik politik dari lembaga yudikatif.

"Jika kita melihat undang-undang yang sudah ada dahulu, batas usia minimum bagi seseorang yang kemudian mengajukan diri menjadi calon wakil presiden adalah 40 tahun, tetapi entah kenapa menjelang masa pergulatan politik yang panas pada 2024 kita dipertontonkan adanya intrik politik yang bahkan bisa saja masuk ke dalam penguasaan yudikatif melalui MK," kritik Melki melalui keterangan pers diterima, Selasa (16/10/2023).

Menurut Melki, BEM SI Kerakyatan sudah mewanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menggunakan hukum demi mendompleng kekuasaan dan mengubah hukum seenaknya. Dia menegaskan, Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan.

"Jangan pakai hukum untuk mendompleng kekuasaan dan jangan pakai kekuasaan untuk mengubah hukum seenaknya," wanti Melki.

Melki pun menyinggung, Mahkamah Konstitusi bak terasa seperti seperti Mahkamah Keluarga, apalagi setelah adanya putusan soal batas usia calon presiden dan wakil presiden yang dikabulkan sebagian.

"MK sering kali menjadi Mahkamah Keluarga, erat kaitannya dengan pernikahan Ketua MK Anwar Risman dengan adik presiden Jokowi, ini menunjukan betapa eratnya relasi antara eksekutif dan yudikatif hari ini, antara presiden Jokowi dan MK," singgung dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Politik Dinasti

BEM SI Kerakyatan menduga, putusan MK dapat membuka ruang terhadap politik dinasti yang dapat mencederai demokrasi dan tidak sesuai dengan konstitusi.

"Kami khawatirkan, kami duga dan kami takutkan akan Kemudian mengenggam politik dinasti mendatang, bagaimana Batasan usia minimum diturunkan menjadi 35 tahun, bagaimana Kemudian MK tidak lagi menjadi guardian of constitution," cemas dia.

Melki pun mengajak, kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, untuk sama-sama menggugat dan melawan putusan MK tersebut. Sebab putusan sudah mencederai demokrasi di Indonesia.

"Seluruh mahasiswa, seluruh masyarakat, apapun profesi anda, siapapun kalian dan dimanapun Anda berada, kita harus bersama bergerak, bersuara dan melawan," dia memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.