Sukses

&quotInul Membuat Kita Tertawa"

Titiek Puspa yang pernah "di-Inul-kan" berharap yang senior mendorong, bukan mencaci junior. Persaingan bisnis jangan dibawa ke masalah moral, apalagi agama.

Liputan6.com, Jakarta: Kontroversi aksi panggung Inul masih bergoyang-goyang. Hingga kini, belum ada kata final soal pelarangan tarian ngebor yang dipopulerkan pedangdut asal Pasuruan, Jawa Timur, itu. Inul memang cenderung menutup diri setelah berurai air mata dan meminta maaf setelah diceramahi Haji Rhoma Irama. Bahkan, Oma yang juga Ketua Umum Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia ini mengultimatum Inul agar tak menyanyikan lagunya.

Masalah ini kembali diangkat SCTV dalam Dialog Khusus bertajuk Heboh Goyang Inul, Pertanda Apa yang digelar di Studio SCTV Jakarta, Rabu (7/5) malam. Bincang-bincang yang dipandu Arief Suditomo ini menampilkan artis serba bisa Titiek Puspa, aktivis perempuan Myra Diarsi, budayawan M. Sobari, dan pedangdut A. Rafieq.

Titiek Puspa yang tampil sebagai pembicara pertama termasuk dalam kelompok yang melihat pertunjukan Inul sebagai hiburan. "Saya bingung kok bisa begitu. Saya menonton Inul, semua itu rame kayak nonton bola. Membuat kita tertawa," kata penyanyi kawakan ini. Dia bersimpati karena pernah mengalami hal yang nyaris sama seperti Inul. Ketika kariernya melesat instan bak meteor, dia dilarang tampil di radio dan media cetak. Lantaran itu, nenek lincah ini meminta Inul tidak putus asa. Apalagi sampai berhenti tampil di televisi segala.

Pencipta lagu dan komposer ini juga menyayangkan sikap Rhoma terhadap Inul. Sebagai senior, kata Titiek, sebaiknya membimbing juniornya. "Memperingatkan dengan bahasa seniman, dengan halus. Mencaci maki, tidak ada haknya sama sekali," kata perempuan kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan, 1 November 1937 ini. "Masa urusan yang sekecil ini memporak-porandakan kesenangan orang," ujar pencipta lagu yang sudah diganjar beberapa penghargaan internasional itu.

A. Rafieq yang pada jumpa pers antara Inul dan Rhoma di Depok juga hadir, membantah bahwa ketua umumnya melarang Inul tampil di televisi. Dia menegaskan, tujuan Rhoma murni agar Inul tampil lebih santun. "Dia (Rhoma) bukan mencekal, tapi mengimbau untuk dikurangi. Pencekalan ogah. Kita tidak punya hak," kata pedangdut yang mengklaim goyangannya memiliki komposisi seni dan harmonis, dibanding Inul itu.

Kang Sobari--begitu M. Sobari biasa disapa-- melihat persoalan ini menyeruak berangkat dari kemunafikan. "Ada kecenderungan melihat orang lain tidak boleh hebat, yang hebat adalah saya, kita. Dalam situasi yang jenuh ini melahirkan orang yang ingin menang sendiri, " ujar budayawan yang juga peneliti ini. Gawatnya, moral dan agama dipakai untuk membatasi kebebasan ekspresi. "Cara kita memandang hidup sangat agama sentris. Agama sudah maju, tapi orang-orang masih primitif," kata Kepala Kantor Berita Antara ini.

Myra Diarsi juga melihat gonjang-ganjing Inul timbul karena persaingan bisnis. Inul yang ndeso dalam sekejap menyedot begitu banyak perhatian. Pro-kontra meletup lantaran masyarakat melihat ada ketidakadilan. "Seseorang yang mewakili rezim penguasa, memonopoli kebenaran, yang mengatakan ini lo dangdut yang baik, ini dangdut yang comberan," kata aktivis Kalyanamitra itu. Padahal, dangdut adalah budaya populer. Artinya, masyarakatlah yang menentukan apakah dangdut yang dinikmati masuk dalam kategori elite, kampungan atau comberan sekalipun. "Biarlah warna-warni itu ada di sana," kata dia.

Myra menambahkan, protes terhadap goyangan Inul menunjukkan budaya dan industri dangdut yang patriarkis. Tubuh perempuan masih menjadi stigma, sensualitas kaum hawa terus dikulik. "Yang ngeres laki, tapi yang disalahkan kok yang bergoyang," kata Wakil Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), tersenyum dingin. Dia menambahkan, dalam kasus ini jelas sudah terjadi pelanggaran dan Inul menjadi korban. "Kepolosoannya dijadikan sasaran,"kata Myra.

Seorang penelepon mengatakan, kasus ini tak akan mencapai kata akhir. Menurut dia Inul dan Rhoma tak sepenuhnya salah. Seorang penelepon dari Medan, mengatakan, berpijak pada moral, orang yang beriman biasa-biasa saja menonton liukan bokong dan bodi Inul. Tapi, dia menyarankan agar inul merapikan pakaiannya. Sobari juga solusi yang terbilang radikal. "Mengakhiri ini jangan ada siaran (dialog) seperti ini," kata dia, santai.(TNA)
    Video Terkini