Liputan6.com, Jakarta - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menaikkan status bahaya vulkanik Gunung Slamet di Jawa Tengah, dari sebelumnya level I atau Normal menjadi level II atau Waspada pada Kamis 19 Oktober 2023. Hal itu disampaikan Kepala PVMBG Hendra Gunawan.
"Kegempaan yang terekam selama tanggal 1 sampai 18 Oktober 2023 adalah 2.096 kali gempa embusan," ujar Hendra dalam keterangan, melansir Antara, Jumat 20 Oktober 2023.
Kemudian dia menyampaikan, selain gempa embusan, PVMBG juga merekam ada tiga kali gempa tremor harmonik, dua kali gempa vulkanik dalam, 12 kali gempa tektonik lokal, tujuh kali gempa tektonik jauh, dan gempa tremor menerus dengan amplitudo 0,2 sampai 6 milimeter (dominan 2 milimeter).
Advertisement
"Pada tanggal 1 Oktober 2023, PVMBG merekam peningkatan amplitudo gempa tremor menerus dari 2 milimeter menjadi 3 milimeter," ucap Hendra.
Â
Pelaksana Tugas atau Plt Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid pun mengimbau masyarakat dan wisatawan untuk tidak berada di sekitar Gunung Slamet di Jawa Tengah dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak.
"Dalam tingkat waspada level II, masyarakat dan wisatawan diimbau tidak beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari puncak Gunung Slamet," ujar Wafid.
Â
Sementara itu, Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah memastikan objek wisata di Kawasan Wisata Baturraden tetap aman dikunjungi meskipun status aktivitas Gunung Slamet dinaikkan dari Normal menjadi Waspada.
Berikut sederet fakta terkait status Gunung Slamet naik dari sebelumnya level I atau Normal menjadi level II atau Waspada pada Kamis 19 Oktober 2023 dihimpun Liputan6.com:
Â
1. Naik Status Waspada, PVMBG Rekam 2.096 Kali Gempa Embusan dari 1 sampai 18 Oktober 2023
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menaikkan status bahaya vulkanik Gunung Slamet di Jawa Tengah, dari sebelumnya level I atau normal menjadi level II atau waspada pada Kamis 19 Oktober 2023.
"Kegempaan yang terekam selama tanggal 1 sampai 18 Oktober 2023 adalah 2.096 kali gempa embusan," ujar Kepala PVMBG Hendra Gunawan dalam keterangan, melansir Antara, Jumat 20 Oktober 2023.
Menurut dia, selain gempa embusan, PVMBG juga merekam ada tiga kali gempa tremor harmonik, dua kali gempa vulkanik dalam, 12 kali gempa tektonik lokal, tujuh kali gempa tektonik jauh, dan gempa tremor menerus dengan amplitudo 0,2 sampai 6 milimeter (dominan 2 milimeter).
"Pada tanggal 1 Oktober 2023, PVMBG merekam peningkatan amplitudo gempa tremor menerus dari 2 milimeter menjadi 3 milimeter," ucap Hendra.
Kemudian, lanjut dia, pada 18 Oktober 2023, terekam gempa tremor harmonik dengan durasi maksimum sekitar 1 jam 18 menit.
"Kegempaan Gunung Slamet ditandai dengan peningkatan amplitudo tremor menerus yang diikuti oleh terekamnya gempa tremor harmonik dalam durasi yang panjang," papar Hendra.
Dia mengatakan, amplitudo gempa tremor menerus menujukan adanya peningkatan pemanasan air tanah dalam tubuh Gunung Slamet pada kedalaman dangkal. Sedangkan, lanjut Hendra, gempa tremor harmonik yang terekam dalam durasi panjang menunjukkan peningkatan embusan dalam tubuh gunung api tersebut.
"PVMBG juga melakukan pengukuran deformasi untuk mengetahui peningkatan tekanan pada tubuh Gunung Slamet," kata dia.
Â
Advertisement
2. Terjadi Tekanan Sebabkan Munculnya Gempa Dangkal
Hendra menuturkan, dengan adanya inflasi pada Stasiun Tiltmeter Bambangan yang merupakan stasiun tiltmeter terdekat dengan puncak menunjukkan tekanan telah bergerak menuju puncak Gunung Slamet atau berada pada kedalaman yang lebih dangkal dari sebelumnya.
"Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan di bawah tubuh gunung api tersebut yang dapat memicu munculnya baik gempa-gempa dangkal maupun terjadinya erupsi freatik," terang dia.
"Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak di dalam radius dua kilometer. Hujan abu dapat terjadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin," jelas Hendra.
Gunung Slamet memiliki ketinggian 3.432 mdpl dan terletak di antara lima kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes.
Â
3. Siklus Lima Tahunan
Peningkatan aktivitas Gunung Slamet sering kali terjadi hampir setiap lima tahun sekali. Hal itu diakui salah seorang tokoh masyarakat Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang Sukedi, yang juga mantan Kepala Pos PGA Slamet di Gambuhan.
Kendati telah memasuki masa pensiun setelah 38 tahun bertugas di Pos PGA Slamet Gambuhan, Sukedi terkadang masih ikut mengamati aktivitas Gunung Slamet karena rumahnya tidak jauh dari pos pengamatan.
Dengan demikian, dia paham jika peningkatan aktivitas Gunung Slamet terjadi hampir setiap lima tahun sekali, dan sering kali oleh masyarakat dikaitkan dengan momentum pemilihan umum, karena hal itu terjadi setiap menjelang pemilu.
Siklus lima tahunan itu terlihat dalam 20 tahun terakhir, karena peningkatan aktivitas Gunung Slamet tercatat pernah terjadi pada tahun 2004-2005, 2008-2009, 2014-2014, 2018-2019, dan pada bulan Oktober 2023 dinaikkan dari Level I (Normal) menjadi Level II (Waspada).
Gunung Slamet memiliki sifat dan karakteristik yang tenang, tetapi menghanyutkan. Sifat dan karakteristik Gunung Slamet tersebut harus diketahui serta dipahami oleh semua pihak.
Artinya, sepanjang sifat dan karakternya tidak berubah, jika terjadi letusan freatik dan magmatik, letusan Gunung Slamet itu masih sama dengan letusan yang terjadi lima tahun sebelumnya. Tetapi bisa menghanyutkan ketika tingkat aktivitasnya sampai ke Level III atau Siaga.
"Sebab, dapat dipastikan akan ada suara dentuman yang bisa menghebohkan masyarakat sekitar seperti yang terjadi pada tahun 2014. Gunung Slamet besar dan tinggi, maka suara dentumannya menggema dan menggemparkan masyarakat sekitar," kata Sukedi.
Bahkan, pada tahun 1987-1988, Gunung Slamet juga mengeluarkan suara dentuman seperti halnya pada tahun 2014 saat tingkat aktivitasnya dinaikkan ke Level III.
Gunung Slamet merupakan gunung terbesar di Pulau Jawa dan tertinggi kedua di Jawa setelah Gunung Semeru yang berada di Jawa Timur.
Saat tingkat aktivitasnya dinaikkan ke Level III (Siaga) pada bulan Maret-Agustus 2014, peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet diikuti erupsi yang menghasilkan material abu dan lontaran material pijar di sekitar kawah (tipe letusan strombolian). Bahkan, suara dentuman dari Gunung Slamet saat itu dilaporkan terdengar hingga wilayah Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Â
Advertisement
4. Masyarakat Diimbau Tak Beraktivitas dalam Radius 2 Kilometer dan Tetap Tenang
Pelaksana Tugas atau Plt Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengimbau masyarakat dan wisatawan untuk tidak berada di sekitar Gunung Slamet di Jawa Tengah dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak.
"Dalam tingkat waspada level II, masyarakat dan wisatawan diimbau tidak beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari puncak Gunung Slamet," ujar Wafid melansir Antara, Jumat 20 Oktober 2023.
Dia mengatakan imbauan tersebut sebagai langkah antisipatif setelah level kewaspadaan Gunung Slamet resmi ditingkatkan dari level I atau Normal menjadi menjadi level II atau Waspada, sejak Kamis 19 Oktober 2023, pukul 08.00 WIB.
"Pemantauan secara intensif terus dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas vulkanik Gunung Slamet oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)," papar Wafid.
Dia juga meminta masyarakat di kawasan gunung tersebut tetap tenang dan tidak terpancing informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya mengenai aktivitas Gunung Slamet.
"Masyarakat diminta untuk mengikuti arahan dari BPBD Provinsi Jawa Tengah dan BPBD kabupaten," ucap Wafid.
Untuk mengetahui aktivitas terkini maupun rekomendasi dari peningkatan status Gunung Slamet waspada tersebut, masyarakat maupun instansi bisa melakukan pemantauan secara berkala melalui aplikasi Magma Indonesia atau website Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Â
5. Kawasan Wisata Baturraden Tetap Aman Dikunjungi
Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah memastikan objek wisata di Kawasan Wisata Baturraden tetap aman dikunjungi meskipun status aktivitas Gunung Slamet dinaikkan dari Normal menjadi Waspada.
"Peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet itu hal biasa dan merupakan dinamika kegunungapian, sehingga calon wisatawan tidak perlu khawatir untuk berkunjung ke Baturraden," ujar Kepala Dinporabudpar Kabupaten Banyumas Setia Rahendra, dikutip dari Antara, Jumat 20 Oktober 2023.
Selain itu, lanjut dia, Kawasan Wisata Baturraden yang berada di kaki Gunung Slamet jaraknya cukup jauh dari puncak gunung. Setia mengatakan, jaraknya mencapai 12 kilometer sehingga relatif aman.
Dia pun mengimbau masyarakat, khususnya para wisatawan di Baturraden untuk tetap tenang, tidak resah, dan tetap waspada dalam menghadapi peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet.
"Kemarin kami juga baru saja melakukan sosialisasi mitigasi bencana alam bersama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pesertanya pelaku-pelaku wisata, pedagang, dan karyawan Lokawisata Baturraden," ucap Setia.
Menurut dia, inti dari sosialisasi tersebut sebagai antisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat Kawasan Wisata Baturraden merupakan salah satu lokasi di Kabupaten Banyumas yang paling dekat dengan Gunung Slamet.
Ia mengharapkan melalui sosialisasi tersebut seluruh pemangku kepentingan di Kawasan Wisata Baturraden bisa mengetahui titik kumpul, jalur evakuasi, dan sebagainya.
"Semoga peningkatan status Gunung Slamet hanya sampai ke Waspada dan segera kembali ke Normal, tidak sampai ke Siaga, atau bahkan Awas. Semoga tetap sesuai namanya, Slamet," jelas Setia.
Advertisement