Sukses

Anwar Usman soal Putusan MK Tuai Polemik: Harus Dipandang Sebagai Keberkahan

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengatakan, apa yang terjadi dengan lembaganya hari ini merupakan sebuah ujian.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengatakan, apa yang terjadi dengan lembaganya hari ini merupakan sebuah ujian. Namun, dia berpandangan cobaan tersebut harus dipandang sebagai keberkahan.

Adapun ini disampaikan dalam pidatonya saat melantik tiga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), di Jakarta, Selasa (24/10/203).

"Meski saat ini Mahkamah Konstitusi untuk kesekian kalinya dinilai banyak orang sedang menghadapi suatu ujian, namun bagi saya apa yang dialami oleh Mahkamah Konstitusi harus dipandang sebagai suatu keberkahan. Yang jelas Allah tidak akan mencoba hambanya di luar batas kemampuannya," kata Anwar.

Menurut dia, sorotan yang diberitakan kepada publik merupakan tanda perhatian masyarakat kepada MK.

"Perhatian publik kepada MK merupakan suatu bentuk kepedulian dan kecintaan publik terhadap lembaga MK," tambahnya. 

"Namun, tentunya setiap persoalan yang terjadi harus didudukan sesuai dengan proporsinya dan publik nantinya juga memahami bahwa setiap peristiwa atau permasalahan yang terjadi, tidak dieskalasi melampaui batas persoalan," sambung Anwar.

Lebih lanjut, Anwar juga menyebut bahwa ketentuan yang MK putuskan itu tak bisa memuaskan semua pihak.

"Hal ini juga menjadi penting bagi pembelajaran kita semua. Sebagai bagian dalam menegakkan hukum dan keadilan, meski apapun putusannya, maka sulit untuk memuaskan semua pihak dan sulit untuk menghindari adanya pro dan kontra," ucap Anwar.

2 dari 3 halaman

Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo Tak Hadiri Pelantikan Mahkamah Kehormatan MK

Mahkamah Konstitusi (MK) melantik tiga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa (24/10/2023). Pelantikan ini dipimpin langsung oleh Ketua MK Anwar Usman.

MKMK ini akan bekerja selama satu bulan untuk mengusut dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terkait putusan yang mengubah syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Adapun ketiga anggota MKMK adalah Wahiduddin Adams, Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R. Saragih.

Meski demikian, tiga hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) soal kepala daerah yang di bawah umur 40 tahun bisa maju dalam Pilpres tak menghadiri pelantikan tersebut. Tiga hakim itu adalah Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. 

Ketua MK Anwar Usman mengatakan, absennya tiga hakim konstitusi itu karena ada sidang yang sedang berjalan.

"Masih sidang. Sidang saja," kata Anwar kepada wartawan.

Meski demikian, ia memastikan bahwa seluruh hakim diundang dalam pelantikkan ini.

"Diundang semua. Bu Enny tadi telat, Daniel tuh baru selesai sidang," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Jimly Asshiddiqie Tuai Kontroversi

Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) meragukan integritas para anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang baru diumumkan Senin 23 Oktober 2023.

Sebab, komposisi keanggotaan majelis etik MK saat ini mengandung potensi konflik kepentingan dari sebagian anggotanya dengan adanya nama mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie.

“Jimmly pernah menemui Prabowo pada awal Mei 2023. Dari pertemuan itu, Jimly pernah mengakui dukungannya kepada Prabowo dalam Pilpres 2024. Kemudian, salah seorang anak Jimmly, yaitu Robby Ashiddiqie juga merupakan calon legislator Partai Gerindra pimpinan Prabowo,” kata Direktur Eksekutif PVRI, Yansen Dinata melalui keterangan pers diterima, Selasa (24/10/2023).

Yansen menambahkan, dalam sistem politik ketatanegaraan, MK memiliki kewenangan memutus perselisihan pemilu, termasuk jika ada pelanggaran oleh Presiden yang sedang berkuasa atau peserta Pemilu.

Apalagi pada pekan kemarin, putusan MK yang meloloskan batas usia minimal di bawah 40 tahun bisa menjadi calon presiden atau calon wakil presiden selama pernah menjadi kepala daerah seakan memuluskan langkahGibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi untuk maju berkontestasi di Pilpres 2024 bersama Prabow Subianto.

“Pemilu yang adil memerlukan kekuasaan kehakiman yang berani melakukan check and balances atas penyelenggara negara eksekutif. Dengan kondisi MK saat ini serta komposisi Majelis Kehormatan yang kental konflik kepentingan, sulit berharap adanya putusan yang berkeadilan jika ada sengketa politik peserta Pemilu,” tambah Yansen.

 

Reporter: Lydia Fransisca/Merdeka.com