Liputan6.com, Semarang Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah Komjen Pol (P) Nana Sudjana meminta kepada pemerintah kabupaten/kota dan tim pengendalian inflasi daerah (TPID) di kabupaten/kota, untuk mewaspadai masalah volatile food. Lantaran volatile food masih menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi inflasi di Jawa Tengah, Nana pun memberi arahan khusus.Â
"Barusan kami mengikuti evaluasi terkait dengan masalah perkembangan inflasi di Jawa Tengah. Sebagaimana kita ketahui memang dampak daripada perubahan iklim dan fenomena elnino menimbulkan terjadinya suatu kekeringan di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah," kata Nana Sudjana saat menghadiri Rapat Koordinasi Wilayah dan Capacity Building TPID se-Jawa Tengah di Hotel Tentrem, Kota Semarang, Kamis (19/10).
Baca Juga
Fenomena elnino dan kekeringan tersebut berpengaruh terhadap penurunan produksi sejumlah komoditas pertanian. Belum lagi dinamika global yang mengakibatkan terjadinya krisis pangan di beberapa negara dan muncul kebijakan pengetatan impor pangan sehingga berimplikasi pada peningkatan harga sejumlah komoditas pangan.
Advertisement
"Beberapa kebutuhan pokok ada kenaikan, di antaranya beras kemudian gula. Ini yang juga ada kenaikan tapi masih kecil seperti tadi cabai. Inilah yang memang banyak mempengaruhi inflasi," ujar Nana Sudjana.
Maka dari itu, lanjut Nana Sudjana, evaluasi TPID terus dilakukan secara berkala mulai tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota. Tujuannya untuk memaksimalkan pengendalian inflasi. Untuk itu ada delapan arahan yang disampaikan Nana Sudjana kepada pemerintah daerah dan TPID kabupaten/kota.
Delapan arahan itu antara lain optimalkan pelaksanaan sembilan langkah konkret arahan Menteri Dalam Negeri atas upaya penanganan inflasi daerah dan laporkan secara mingguan kepada Pemprov Jateng; lakukan pencermatan kembali terhadap anggaran (tagging) inflasi pada APBD Kab/Kota; optimalkan perencanaan anggaran tahun berjalan sehingga tidak menumpuk di akhir tahun; lakukan pencermatan dalam inputing data harga harian pada laman SP2KP Kemendag dalam rangka meminimalisir kesalahan yang berdampak pada kenaikan IPH Tertinggi daerah; lakukan terobosan-terobosan baru dalam upaya percepatan pengendalian harga beras Jateng; lakukan pemanfaatan lahan kosong untuk di-tanami pangan lainnya; TPID bersama Satgas Pangan agar segera turun ke lapangan untuk mengecek keberadaan oknum mafia beras dalam jaringan rantai pasok distribusi beras Jawa Tengah; dan perkuat sinergi TPID dengan instansi vertikal dan atau antar daerah.
"Evaluasi ini sangat penting, jadi harus ada langkah konkret, harus ada terobosan maupun inovasi untuk menjaga stabilitas inflasi ini," katanya.
Â
Sementara itu untuk menstabilkan harga beras yang memiliki andil besar dalam inflasi bulan September 2023, Pemprov Jateng sudah melakukan sejumlah langkah konkret. Di antaranya melaksanakan Gerakan Pangan Murah (GPM) yang tercatat per tanggal 6 Oktober 2023 sudah terlaksana 445 kali di 35 kabupaten/kota. Berikutnya memotong rantai distribusi pangan melalui pemberian subsidi transportasi kepada para petani/peternak/kelompok tani/gapoktan/para pelaku usaha pangan lainnya.Â
Per 6 Oktober 2023, jumlah subsidi transportasi sebesar Rp287,709 juta atau setara 204 ton. Pengoptimalan Pemanfaatan Beras Cadangan Pangan Provinsi (CPP) dengan catatan per tanggal 17 Oktober 2023 telah disalurkan sebesar 151 ton beras CPP ke daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan ekstrim dan rawan pangan. Selain itu juga ada pemberian subsidi harga pangan kepada produsen atau konsumen dalam upaya intervensi harga pangan yang mengalami gejolak harga.Â
Pemberian subsidi harga untuk beras medium pada Gerakan BUMD Peduli Inflasi sebesar Rp10.200,00/Kg atau sebesar Rp510.000.000,00 untuk 170 ton beras di 17 titik pada Kabupaten/Kota dengan IPH tertinggi sesuai rilis BPS melalui penggunaan Corporate Social Responsibility (CSR). Terakhir pemantauan Penyaluran Bantuan Pangan Pemerintah Tahap II hingga November 2023.
"Presiden juga sudah memerintahkan kepada badan pangan nasional dan Bulog sudah menggelontorkan beras, ini dalam rangka menstabilkan harga beras agar tidak naik terus. Kami juga dari Pemprov punya cadangan beras, ini sudah kami gelontorkan juga di kabupaten/kota untuk menstabilkan harga pangan dan beras. Juga lebih fokuskan pada bantuan masyarakat dengan kemiskinan ekstrem," katanya.
Langkah lain yang dilakukan adalah memantau dan mengevaluasi distribusi pemasaran hasil panen, khususnya padi atau beras, yang ada di Jawa Tengah. Sebab berdasarkan data dari Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, pemasaran hasil panen di Jawa Tengah hanya sekitar 20%. Sisanya sebanyak 50% lari ke daerah lain dan 40% masuk ke food station.
"Jadi memang hasil panen kita ini, Jawa Tengah kan seharusnya surplus beras. Tetapi terkadang beras-beras ini sudah diambil para tengkulak. Ini yang menjadi PR kami. Kami akan lebih merangkul para petani untuk peredaran beras ini di Jawa Tengah bisa mencukupi. Ini yang akan kami lakukan ke depan. Ini terus kami evaluasi," katanya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwi Saputro, mengatakan pada September 2023 kalau tercatat ada enam kabupaten/kota yang inflasinya tinggi. Capaian inflasi di enam kabupaten/kota itu berada di atas inflasi nasional. Menurut Rahmat, kondisi tersebut sudah harus diwaspadai karena disebabkan karena inflasi beras.Â
"Kami akan membuat Kota TPID sebagai langkah terobosan selain operasi pasar. Kami bekerjasama dengan Pemerintah Kota Semarang, Toko TPID akan berada di Pasar Kannjengan. Semoga ini bisa direplikasi di lima kabupaten/kota lain pencatat inflasi, yaitu Kudus, Tegal, Purwokerto, Cilacap, dan Solo," ujar Rahmat.Â
Â
Â
(*)