Liputan6.com, Jakarta - Demi mencapai predikat negara maju sumbangan sektor ekonomi biru harus mencapai 12,45%. Kontribusi ekonomi biru terhadap PDB nasional hingga saat ini hanya mencapai 3,6%. Padahal Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan potensi maritim yang sangat besar yang mencapai 1,33 Triliun dolar AS namun hingga saat ini realisasinya baru mencapai 85,08 miliar dolar AS.
Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi (FPIK UNSRAT) dan Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) Sulawesi Utara mengadakan Seminar Transformasi Ekonomi Biru Menuju Indonesia Emas 2045, Jumat (27/10/2023).
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa, khususnya FPIK dan FEB serta masyarakat umum terhadap potensi ekonomi biru di Indonesia.
Advertisement
Seminar dibuka dengan pemaparan oleh keynote speaker yaitu Fransiscus E. Manumpil, selaku Asisten Administrasi Umum Setda Provinsi Sulawesi Utara.
"Perlu adanya transformasi lain yaitu melalui mekanisme pendekatan ekonomi biru dengan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan perairan yang optimal namun dengan konteks hemat ramah lingkungan dan berkelanjutan, tidak hanya sektor perikanan ataupun pariwisata, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam menjaga iklim salah satunya melalui potensi Blue Carbon yang dapat menjadi ujung tombak penurunan emisi di Indonesia," kata Fransiscus.
Selanjutnya, dalam seminar ini, Riza Damanik selaku Senior Fellow Lab 45 membahas hasil kajian mengenai potensi ekonomi biru serta proyek-proyek strategis yang dilakukan pada tahun 2021 dan 2023. Kajian ini menunjukkan bahwa pengembangan sektor ekonomi biru masih belum terdiversifikasi dan hanya berfokus pada perikanan dan pariwisata.
Demi mengoptimalkan potensi ekonomi biru Indonesia diperlukan investasi proyek strategis hingga lebih dari Rp 3.600 Triliun termasuk untuk konservasi, pengembangan nelayan dan wilayah pesisir, serta pemanfaatan EBT kelautan yang dibagi mulai dari tahun 2022, 2035, hingga 2045.
“Demi mencapai target tersebut, setidaknya terdapat 5 hal penting yaitu; konsistensi regulasi, tata kelola kelembagaan, pemutakhiran data dan informasi, teknologi dan inovasi pengungkit, serta realisasi investasi," ucap Riza.
Jaga Kelestarian Alam
Pada kesempatan yang sama, Meizani Irmadhiany selaku Senior Vice President & Executive Chair Konservasi Indonesia juga memberikan pandangannya terkait pentingnya menjaga kelestarian alam dalam memanfaatkan potensi dan keberlanjutan Ekonomi Biru di Indonesia, menyebutkan “Potensi pengembangan ekonomi Indonesia dari sumber daya pesisir dan maritim atau ekonomi biru menjadi salah satu fondasi memajukan kesejahteraan masyarakat serta untuk menaikkan PDB negara. Untuk memastikan aktualisasi potensi tersebut, perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan ekosistem, serta pengembangan sumber daya manusia, teknologi dan kebijakan berbasis sains menjadi pilar penting pembangunan ekonomi biru ke depannya."
Selanjutnya, sama Guru Besar FPIK Universitas Sam Ratulangi, Prof Rene Charles Kepel memberikan pemaparan mengenai pemanfaatan sumber daya kelautan Indonesia yang sangat kaya, seperti rumput laut dan perikanan.
“Transformasi ekonomi untuk pengelolaan dalam hilirisasi SDA melalui perencanaan sesuai dengan RPJPN Indonesia 2025-2045 dengan mekanisme secara bertahap dan gambaran melalui potensi biru Indonesia melalui kebijakan terkait ekosistem, kelautan dan ekonomi secara keseluruhan dalam mencapai transformasi ekonomi tersebut," kata Rene.
Potensi ekonomi biru Indonesia belum secara optimal dimanfaatkan. Saat ini masih hanya terfokus pada beberapa sektor saja. Optimalisasi tiap sektor juga perlu memerhatikan aspek keberlanjutan ekosistem serta kesejahteraan masyarakat pesisir. Perlu kerja sama seluruh pihak dan lintas disiplin ilmu untuk tetap menjaga keberlanjutan gelombang potensi sumber daya ekonomi biru demi generasi yang akan datang.
Advertisement