Sukses

Anwar Usman dan Arief Hidayat Dipanggil Lagi MKMK Jumat 3 November 2023 Lusa

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan kembali memanggil Ketua MK Anwar Usman untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran etik.

Liputan6.com, Jakarta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan kembali memanggil Ketua MK Anwar Usman untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran etik. Pemeriksaan itu akan dilakukan pada Jumat 3 November 2023.

"Jumat ada agenda, pertama kita akan panggil sekali lagi Pak Anwar Usman," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).

Tak hanya Anwar, MKMK bakal memanggil hakim konstitusi Arief Hidayat. Juga akan panggil panitera yang terkait dengan laporan soal putusan MK mengenai batas usia capres dan cawapres.

Menurut dia, ada sejumlah isu yang bakal ditanyakan pada pemanggilan tersebut. 

"Ada beberapa isu yang terkait dengan dia (panitera) soal prosedur administrasi, soal prosedur misalnya persidangan. Jadi ada 10 isu, nanti kita periksa CCTV juga," ujar Jimly.

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memeriksa Ketua MK Anwar Usman secara tertutup terkait laporan masyarakat atas Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Bantah Ada Lobi-Lobi

Usai diperiksa, Anwar membantah melakukan lobi-lobi terhadap hakim MK lain agar putusan itu dikabulkan.

"Enggak ada. Lobi-lobi gimana? Sudah baca putusannya belum? Ya sudah," ucap Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).

Dia tak mengungkap detail soal apa yang saja diklarifikasi oleh MKMK saat memeriksanya. Namun, dia membenarkan terkait putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Ya enggak ada, itu saja, ya masalah, kalau bisa seperti siaran pers saya itu loh, baca beberapa putusan Mahkamah Konstitusi," kata Anwar.

Dia menanggapi terkait dia tidak mundur dari perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 karena bisa menjadi konflik kepentingan. Dia menyebut, tidak akan mundur.

"Yang menentukan jabatan milik Allah yang maha kuasa," ujar dia.

"Oh tidak ada (mundur) ini pengadilan norma. Bukan pengadilan fakta," tutup Anwar.

2 dari 3 halaman

3 Opsi Sanksi

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menjelaskan tiga opsi sanksi terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam memeriksa dan memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Tiga opsi tersebut adalah sanksi berbentuk teguran, peringatan, dan pemberhentian. Ketiganya, kata Jimly, telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023.

“Kalau di PMK itu kan jelas, sanksi itu tiga macam. teguran, peringatan, dan pemberhentian,” kata Jimly ditemui di Gedung II MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023) malam seperti dilansir Antara.

Dia menjelaskan opsi pemberhentian tersebut terdiri atas pemberhentian dengan tidak hormat, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian bukan sebagai anggota hakim konstitusi, tetapi sebagai ketua.

“peringatan, ada yang tidak diuraikan, tapi kan variasinya bisa banyak. peringatan biasa, bisa juga peringatan keras, bisa juga peringatan sangat keras. Jadi, itu tidak ditentukan di dalam PMK, tapi variasinya mungkin,” sambung Jimly.

 

3 dari 3 halaman

Opsi Teguran

Kemudian terkait opsi teguran, terdiri atas teguran tertulis dan teguran lisan. Dia mencontohkan, teguran disampaikan secara lisan bersamaan dengan penyampaian putusan sehingga tidak lagi memerlukan surat khusus secara tertulis.

"Tapi bisa juga teguran dengan surat khusus. Surat khusus memberi teguran, tapi dilampirkan putusan. Jadi alhasil ada 3 (sanksi), tapi variannya bisa banyak. Jadi teguran, peringatan, pemberhentian. Variasinya tunggu saja nanti. Jadi, itu nanti kreativitas MKMK kira-kira ini baiknya bagaimana ini," kata dia.

Namun, apabila para hakim konstitusi tidak terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana yang dilaporkan, maka akan direhabilitasi.

"Jadi kan sembilan (hakim) kena, dilaporkan semua, nih. Ya mungkin ada di antara sembilan (hakim) itu direhabilitasi. ‘Ini orang baik,’ nah, kita akan sebut itu," imbuh Jimly.

Kendati demikian, Jimly belum bisa membeberkan apa indikasi sanksi yang akan diberikan.

“Ya, belum, belum bisa,” katanya.

 

Reporter: Lydia B

Sumber: Merdeka