Sukses

MKMK Kantongi Bukti CCTV Kejanggalan Laporan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

MKMK akan memanggil kembali Ketua MK Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat berkaitan dengan tugas panitera.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengantongi bukti rekaman CCTV soal kejanggalan pendaftaran gugatan batas usia capres-cawapres. Video CCTV itu berkaitan dengan proses penarikan permohonan yang kemudian diajukan kembali oleh Almas Tsaqibbirru.

"Itu bagian dari persoalan manajemen registrasi dan persidangan. CCTV yang berkaitan dengan penarikan permohonan dan pencabutan dan kemudian diajukan lagi. Kita periksa salahnya di mana, belum tentu salah juga," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 1 November 2023.

Selain itu, MKMK juga akan memeriksa panitera yang menangani perkara 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres cawapres terkait dugaan pelanggaran administrasi.

Jimly mengatakan, pelanggaran administrasi tersebut merupakan salah satu isu dugaan pelanggaran etik yang dipermasalahkan oleh para pelapor.

Tak hanya itu, MKMK juga akan memanggil kembali Ketua MK Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat karena berkaitan dengan tugas panitera.

"Ada kaitannya dengan tugas panitera juga, ada beberapa isu yang terkait dengan mereka juga soal prosedur administrasi, misal prosedur persidangan," imbuhnya.

Kejanggalan penarikan dan pengajuan ulang berkas Almas diketahui dari pendapat berbeda atau dissenting opinion Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Arief merinci, panitera MK menerima surat penarikan gugatan dari kuasa hukum Almas pada Jumat (29/9/2023). Surat itu bertanggal 26 September 2023.

Namun, MK menerima surat baru dari kuasa hukum Almas bertanggal 29 September 2023 pada Sabtu (30/9/2023) yang isinya pembatalan surat pencabutan gugatan yang sudah diserahkan sehari sebelumnya itu.

Lalu, pada Selasa (3/10/2023), MK menggelar sidang untuk mengonfirmasi pencabutan dan pembatalan pencabutan gugatan Almas.

Menurut kuasa hukum Almas, surat pembatalan penarikan gugatan itu diterima oleh petugas keamanan bernama Dani pada Sabtu (30/9/2023) malam.

Namun pada Tanda Terima Berkas Perkara Sementara, surat pembatalan penarikan gugatan itu baru diterima pada Senin (2/10/2023) pukul 12.04 WIB. Yang menerima surat itu pun bernama Safrizal.

Arief pun heran karena hari Sabtu merupakan hari libur. Oleh karena itu, ia menilai Almas memainkan kehormatan MK.

2 dari 3 halaman

MKMK Sebut Hakim Konstitusi Dilarang Bocorkan Dapur RPH

 

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, hakim konstitusi dilarang untuk membocorkan hal-hal yang terjadi selama Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Menurutnya, hal ini juga bisa menjadi salah satu pelanggaran etik hakim MK.

"Itu termasuk masalah, nggak boleh itu. Ini kan harus kolektif kolegial, bersembilan dan masing-masing adalah tiang keadilan, tiang kebenaran konstitusional," kata Jimly kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 1 November 2023.

Jimly menilai, seharusnya para hakim berdebat secara dewasa saat RPH berlangsung. Jadi, ketika hasil putusna sudah final, para hakim bisa menerimanya secara lapang dada dan tak ada yang merasa dirugikan hingga berani membocorkan isi RPH.

"Itu sembilan hakim ini sendiri-sendiri ya ngotot silakan atas nama aspirasi pendapat rasa keadilan yang tumbuh dalam masyarakat. Tapi kalau sudah putus, Anda harus bersatu. Jadi tidak boleh sembarangan jangan baperan," ujar Jimly.

Sebelumnya, Hakim Konstitusi (MK) Arief Hidayat mencium adanya kejanggalan dalam pembahasan tiga gugatan terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden yang ditolak MK. Sedangkan, satu perkara mengenai syarat usia capres-cawapres justru dikabulkan sebagian.

Arief menyebut, Ketua MK Anwar Usman tidak hadir pada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) ketika membahas perkara yang ditolak. Namun, malah ikut pembahasan pada satu perkara yang telah dikabulkan sebagian.

"Pada saat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada hari Selasa, tanggal 19 September 2023 terkait pengambilan putusan terhadap beberapa Perkara, yakni Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, ketua tidak hadir, oleh karena itu, RPH dipimpin oleh Wakil Ketua " ucapnya dalam ruang sidang MK, Jakarta, Senin (16/10).

 

3 dari 3 halaman

Arief Pertanyakan Kehadiran Anwar Usman

Arief pun mempertanyakan ketidakhadiran paman Gibran Rakabuming Raka itu saat RPH. Arief lalu dijelaskan alasan Anwar absen untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang disebabkan isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi capres dan cawapres.

"Di mana kerabat ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," ucapnya.

Pada akhirya, kata Arief, ketiga perkara a quo, yakni perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 diputus dengan komposisi mayoritas hakim menyatakan menolak permohonan a quo, meskipun ada pula hakim yang berpendapat lain.

Namun, pada Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara nomor 91/PUU-XX1/2023 dengan isu konstitusionalitas yang sama, yaitu berkaitan dengan syarat minimal calon presiden dan calon wakil presiden, Anwar Usman malah hadir.

"Ketua malahan ikut membahas dan memutus kedua perkara a quo dan khusus untuk Perkara Nomor 90/PUU-XX1/2023 diputus dengan amar dikabulkan sebagian. Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang wajar," tuturnya.

Arief mempertanyakan tindakan ipar Presiden Jokowi Usman dalam RPH itu. Dia mengatakan, setelah dilakukan konfirmasi pada sidang RPH hari Kamis, tanggal 21 September 2023, Anwar menyampaikan bahwa ketidakhadirannya pada pembahasan dan forum pengambilan keputusan pada perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 karena alasan kesehatan dan bukan untuk menghindari konflik kepentingan sebaga mana disampaikan Wakil Ketua pada RPH terdahulu.

"Hal ini lah yang menurut saya aneh dan tak bisa diterima rasionalitasnya. Peristiwa ini turut menguji pula sisi integritas dan kenegarawanan seorang hakim konstitusi," ujarnya.

 

 

Reporter: Lydia Fransisca

Sumber: Merdeka.com