Sukses

Konsisten Reformasi Perpajakan, DJP Kemenkeu Implementasikan Core Tax System di 2024

DJP Kemenkeu sedang mengimplementasikan Reformasi Perpajakan Jilid III yang dimulai sejak 2016 dengan ditopang oleh lima pilar, yaitu penguatan organisasi, peningkatan kualitas SDM, perbaikan proses bisnis, pembaruan sistem informasi dan basis data, serta penyempurnaan regulasi.

Liputan6.com, Jakarta Pajak merupakan salah satu komponen APBN dengan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara. Dari penerimaan pajak yang optimal, APBN dapat bekerja secara maksimal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. 

Penerimaan pajak yang optimal menjadi salah satu faktor untuk memastikan APBN dapat bekerja maksimal demi mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Di tahun mendatang, penerimaan perpajakan, secara total pada tahun 2024 ditargetkan sebesar Rp2.309,9 triliun dalam APBN 2024, yang mengalami peningkatan dari target APBN 2023 yaitu sebesar Rp2.021,2 triliun. Adapun kebijakan Perpajakan Tahun 2024 diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan. 

Untuk mencapai target penerimaan pajak, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus melanjutkan reformasi pajak, baik dari sisi administrasi maupun regulasi. Saat ini, DJP Kemenkeu sedang mengimplementasikan Reformasi Perpajakan Jilid III yang dimulai sejak tahun 2016 dengan ditopang oleh lima pilar, yaitu, penguatan organisasi, peningkatan kualitas SDM, perbaikan proses bisnis, pembaruan sistem informasi dan basis data, serta penyempurnaan regulasi.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti menyampaikan, Reformasi Perpajakan ini dilakukan secara simultan. Tidak hanya berorientasi ke dalam (internal DJP), tetapi juga keluar (eksternal). Artinya, reformasi tidak hanya tentang bagaimana DJP memenuhi target penerimaan, tetapi juga tentang meningkatkan layanan kepada wajib pajak. 

“Hal itulah yang kami coba susun dengan menetapkan 10 Business Direction dalam Core Tax Administration System (CTAS). Business Direction tersebut di antaranya, digitized and automated process, data and knowledge driven, risk-based compliance approach, dan omnichannel and borderless service,” ujar Dwi.

Dengan konsisten melakukan reformasi perpajakan, Dwi meyakini, DJP termasuk institusi pemerintah yang paling maju dan modern dalam menerapkan teknologi informasi untuk menjawab kebutuhan zaman. Cara DJP berinteraksi dengan wajib pajak dengan mengedepankan 3C (Click, Call, Counter) adalah salah satu bukti nyata bahwa DJP sangat bersahabat dengan perkembangan teknologi informasi. 

“Kami terus berupaya memudahkan wajib pajak untuk mendapatkan akses layanan dan informasi perpajakan. Salah satu upaya itu, kembali kami manifestasikan dalam beberapa layanan perpajakan baru yang akan diluncurkan pada siang hari ini. Layanan tersebut yaitu Web Edukasi Perpajakan, aplikasi Renjani (Relawan Pajak untuk Negeri), chat bot atau live chat pajak, dan chat bot khusus UMKM,” jelas Dwi.

2 dari 4 halaman

Luncurkan Aplikasi Renjani dan Virtual Assistant

Situs web edukasi perpajakan sebenarnya bukan sebuah situs web baru. Namun, karena materi dalam situs web yang sebelumnya masih terlalu tersegmentasi dan hanya berfokus pada pendidikan formal, DJP perlu melakukan pengkinian untuk menarik minat dan memudahkan wajib pajak menjelajahi situs web edukasi pajak. 

Pada situs web tersebut ada enam modul utama program edukasi, yakni inklusi kesadaran pajak, aplikasi Renjani, ruang belajar pajak, anjangsana edukasi, kunjung perpustakaan DJP, dan modul business development service (BDS). Serta satu modul lainnya masih dikembangkan, yaitu modul anak usia dini.

Salah satu modul utama yang sudah diluncurkan adalah aplikasi Renjani. Aplikasi ini menjadi wadah daring untuk menampung relawan pajak yang akan membantu DJP dalam mengedukasi wajib pajak ataupun calon wajib pajak. Di dalam aplikasi ini nantinya calon relawan pajak dapat mendaftarkan diri dan akan diberikan pelatihan khusus kerelawanan pajak.

Selain itu, peluncuran aplikasi Renjani, juga ada chat bot DJP. Chat bot ini adalah virtual assistant berbasis kecerdasan buatan yang dapat diakses melalui www.pajak.go.id. Virtual assistant yang diberi nama Fiska dan Fisko dapat digunakan secara mudah dan cepat dalam waktu 24 jam 7 hari dalam seminggu. 

Fiska dan Fisko bisa digunakan untuk beberapa informasi utama, seperti NPWP, lupa EFIN, pelaporan SPT, pemadanan NIK-NPWP, dan lain-lain. Untuk pertanyaan-pertanyaan yang lebih kompleks, wajib pajak juga tetap dapat terhubung dengan petugas live chat dengan mengetik 1500200 di kolom chat pada jam kerja yaitu Senin-Jumat pukul 08.00 sampai dengan 16.00 WIB.

Khusus untuk wajib pajak UMKM, DJP juga telah menyiapkan WA-bot khusus UMKM. WA-bot ini akan dapat memberikan layanan informasi perpajakan daring untuk UMKM melalui media Whatsapp dengan nomor seluler 08115615008 yang dilakukan secara otomatis, tanpa melalui agen. Beberapa informasi yang dapat diakses di antaranya, informasi NPWP, perubahan data, pajak penghasilan, UMKM dalam perpajakan, dan lain sebagainya. Fitur baru seperti chat bot dan WA-bot di pajak.go.id ini telah mengidentifikasi lebih dari 600 layanan administrasi DJP. 

Ke depan, peran pajak akan menjadi semakin strategis dalam mendukung kebijakan pemerintah di tengah kondisi nasional dan global yang semakin menantang. Dengan telah digariskannya arah kebijakan nasional untuk menjaga perekonomian Indonesia sebagai upper middle income country dan bahkan mulai mempersiapkan diri untuk melangkah menuju high income country, negara memerlukan sumber pendanaan lebih banyak yang harus dipenuhi melalui pengumpulan pajak secara berkesinambungan.

Meskipun Indonesia belum sampai menjadi high income country, namun banyak perubahan besar dan signifikan yang telah dilakukan oleh DJP Kementerian Keuangan untuk meningkatkan layanan kepada wajib pajak khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya. 

3 dari 4 halaman

Implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan di 2024

Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah menggulirkan beberapa kebijakan yang memberikan kemudahan kepada wajib pajak, antara lain pemberian restitusi bagi wajib pajak tertentu yang semakin dipercepat hanya melalui penelitian, penerbitan Surat Keterangan Bebas secara otomatis dengan prinsip trust and verify, serta pengaturan baru terkait natura yang lebih berkeadilan bagi pemberi kerja maupun bagi penerima penghasilan.

“​​Pada pertengahan tahun 2024, Sistem Inti Administrasi Perpajakan (CTAS), insyaallah secara resmi akan diimplementasikan. Sistem inti ini mengubah sistem informasi DJP menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat,” kata Dwi.

CTAS tidak hanya berdampak pada sisi teknologi, tetapi juga pada semua pilar Reformasi Perpajakan. Bagi Ihsan, pegawai DJP memegang peran kunci dalam keberhasilan Reformasi Perpajakan. Oleh karena itu, Dwi tak henti-hentinya mengajak dan merangkul masyarakat agar mengambil bagian dalam mengawal reformasi yang sedang berlangsung untuk satu tujuan yang mulia bagi bangsa dan negara.

Implementasi CTAS tentunya membutuhkan dukungan besar dari berbagai pihak, termasuk dukungan pemerintah daerah sebagai mitra DJP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pasalnya, tanpa didukung data dan informasi yang berkualitas serta interoperabilitas dengan sistem lain di luar DJP, CTAS tidak akan berfungsi maksimal.

Peran lembaga internasional sangatlah esensial. DJP banyak belajar praktik terbaik perpajakan dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), ATO (Australian Taxation Office), GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit), IBFD (Internationaal Belasting Documentatie Bureau), JICA (Japan International Cooperation Agency), AFD (Agence Française de Développement), NTA (National Tax Association), NTS (National Tax Service), dan Prospera. 

Salah satu pembelajaran praktik terbaik itu adalah CTAS. CTAS nantinya akan menjadikan Indonesia memiliki sistem administrasi perpajakan yang setara dengan negara maju. Dengan CTAS, sistem informasi DJP menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat. 

Selain itu, asosiasi pengusaha, seperti KADIN, HIPMI dan APINDO, dapat berperan dalam penyusunan kebijakan perpajakan. Dalam menyusun kebijakan, DJP Kementerian Keuangan memerlukan masukan agar kebijakan perpajakan yang akan diterbitkan tidak membebani masyarakat.

Demikian pula dengan asosiasi konsultan pajak, seperti IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia), P3KPI (Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia), AKP2I (Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia), Perkoppi (Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia), dan Pertapsi (Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Indonesia) yang terus membantu DJP Kementerian Keuangan dalam menjelaskan kondisi langsung yang dialami masyarakat.

 

4 dari 4 halaman

Reformasi Perpajakan: Implementasi Penggunaan NIK Sebagai NPWP

Dalam rangka mewujudkan sistem perpajakan yang efektif dan efisien, DJP juga selalu berupaya melakukan peningkatan dalam berbagai aspek administrasi, aturan, dan praktik pemungutan pajak. Salah satu upaya perbaikan yang sedang dilakukan oleh DJP adalah implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP sebagaimana diatur dalam UU HPP.

Melalui implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP, terdapat berbagai manfaat dan nilai positif yang bisa didapatkan oleh para wajib pajak, seperti efisiensi administrasi, kemudahan identifikasi wajib pajak, peningkatan keakuratan data pajak, meningkatkan akses ke layanan publik, serta memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak. 

“Hal ini tentu membutuhkan dukungan besar dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah sebagai mitra DJP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. CTAS tanpa didukung data dan informasi yang berkualitas serta interoperabilitas dengan sistem lain di luar DJP tidak akan berfungsi maksimal,” tutur Dwi. 

 

 

(*)

Video Terkini