Sukses

Jelang Putusan MKMK Soal Pelanggaran Etik Hakim, Istana: Ini Urusan Hukum Murni, Jangan Ikut-ikutan

Moeldoko mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga suasana politik agar tetap damai, dengan tidak mencampuri urusan hukum.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta semua pihak tak ikut mencampuri putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) soal dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman dan hakim konstitusi. Dia menegaskan bahwa putusan MKMK tersebut murni urusan hukum.

"Ini urusan hukum murni, udah. Jangan ikut-ikutan," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (6/11/2023).

Dia tak mau mengomentari soal desakan agar Ketua MK Anwar Usman dipecat dengan tidak hormat.

Moeldoko pun mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga suasana politik agar tetap damai, dengan tidak mencampuri urusan hukum.

"Saya pikir ini persoalan hukum murni ya. Kita menginginkan situasi yang baik lah. Dalam rangka pemilu ini pasti sudah ada ya, oh ini grup ini, grup ini, grup ini. Di wa saja bisa ribet, apalagi urusan politik. Jadi kita sekali lagi berharap mari kita jaga sama sama kondisi ini. Kita menjaga situasi politik ini jangan mengalahkan yang lain lain," jelasnya.

Menurut dia, Indonesia saat ini memiliki banyak urusan seperti, pangan, energi, dan ekonomi. Moeldoko menyebut urusan tersebut jauh lebih penting daripada masalah politik.

"Banyak kok urusan negara yang lain gitu. Kita menghadapi urusan pangan, menghadapi urusan energi, ekonomi global, dst. Itu jauh lebih penting daripada sekedar urusan politik. Pada akhirnya malah bikin unstability. Pada akhirnya so what gitu," tutur Moeldoko.

Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa seluruh bukti terkait dengan kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh Mahkamah Konstitusi (MK) telah lengkap, termasuk keterangan saksi dan ahli.

"Sebenarnya kalau ahli, para pelapor ahli semua," kata Jimly saat ditemui di Gedung II MK, Jakarta, Jumat, 3 Novembr 2023

2 dari 3 halaman

MKMK Siap Bacakan Putusan

Jimly menuturkan bahwa tidak sulit untuk membuktikan kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim terkait dengan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres/cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

"Apalagi, kami sudah memeriksa CCTV. Kenapa ada perubahan yang kemudian ditarik kembali? Kenapa ada kisruh internal? Beda pendapat kok sampai keluar (publik)?" kata Jimly.

Ketua MKMK itu mempertanyakan informasi rahasia yang bocor kepada publik. Hal tersebut membuktikan adanya masalah.

"Tentu ada masalah kolektif, ini sembilan hakim ada masalah. Ada soal pembiaran, ada soal budaya kerja," kata Jimly.

Jimly mengemukakan bahwa hakim MK seharusnya bersikap independen, boleh mempengaruhi antarhakim asal menggunakan akal sehat.

"Akal sehat pakai ya, jangan akal bulus. Kasak-kusuk kepentingan itu 'kan akal bulus juga," ujar Jimly.

Seluruh saksi, kata Jimly, telah dimintai keterangan, MKMK tinggal merumuskan putusan atas 21 laporan yang diterima.

3 dari 3 halaman

Kembali Rapat Internal Jelang Putusan

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar rapat tertutup jelang pengumuman sanksi atas dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya. 

"Rapat internal tertutup," tutur Ketua Sekretariat MKMK Fajar Laksono saat dikonfirmasi, Senin (6/11/2023).

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) sendiri ada tiga jenis sanksi, yaitu teguran, peringatan, dan pemberhentian. Untuk sanksi pemberhentian, akan ada beberapa bentuk baik terhadap hakim atau Ketua MK yang terbukti melanggar etik.

Sanski pemberhentian bisa dengan hormat, dengan tidak hormat, serta hanya pemberhentian dari jabatan Ketua MK.

Untuk sanksi peringatan, terbagi menjadi peringatan biasa, peringatan keras, dan peringatan sangat keras.

Adapun sanksi paling ringan berupa sanksi teguran, baik secara teguran lisan dan teguran tertulis.