Sukses

Peneliti Senior BRIN Ingatkan Dampak Jangka Panjang Munculnya Dinasti Politik bagi Demokrasi

Prof Lili menyebut, banyak kasus dinasti politik yang sudah terjadi di Indonesia. Hal itu disebabkan proses elektoral elektoral yang hanya sekedar langkah formalitas. Bahkan, dinasti politik dapat menunjukkan tindakan-tindakan koruptif.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli menilai dinasti politik memiliki dampak jangka panjang terhadap demokrasi. Menurut Prof Lili, dinasti politik juga membajak dan membonsai demokrasi.

"Dinasti politik saat berkuasa dan untuk mempertahankan kekuasaannya memberlakukan aturan main tertutup atau close game,” kata Prof Lili dalam keterangan diterima, seperti dikutip Selasa (7/11/2023).

Prof Lili menyebut, banyak kasus dinasti politik yang sudah terjadi di Indonesia. Hal itu disebabkan proses elektoral elektoral yang hanya sekedar langkah formalitas. Bahkan, dinasti politik dapat menunjukkan tindakan-tindakan koruptif.

"Hal itu terjadi karena semua kekuatan politik dikendalikan, media massa dilemahkan, dan civil society dikooptasi," nilai Prof Lili.

Prof Lili meyakini, dinasti politik tidak semuanya di negara-negara memiliki hal yang positif. Alasannya, karena prosesnya yang membajak demokrasi dan ketika berkuasa mereka koruptif.

Pada negara maju, Prof Lili mengatakan dinas politik juga terjadi. Namun hal itu dilakukan sesuai dengan prosedur demokrasi dengan melihat kualifikasi dan kapasitas yang baik sehingga ketika berkuasa juga berhasil dengan baik, tidak koruptif.

"Jadi tidak ujug-ujug berkuasa, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui melalui pengkaderan dan rekrutmen politik yang sama seperti kader-kader lain, Jika gagal, publik tidak akan memilihnya kembali, ada punishment,” singgung Prof Lili.

Prof Lili menilai, jika kondisi politik dinasti berlanjut, bukan tidak mungkin demokrasi akan meradang. Kemudian, untuk proyeksi ke depan, jika politik dinasti tetap bercokol dan menang dalam pemilu, maka demokrasi Indonesia akan terancam.

"Sekarang saja demokrasi Indonesia mengalami kemunduran, apalagi nanti jika yang berkuasa dinasti politik,” Prof Lili menandasi.

2 dari 3 halaman

Prabowo Tak Permasalhkan Politik Dinasti

Bakal calon presiden Koalisi Indonesia Maju (KIM) sekaligus Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan bahwa dinasti politik merupakan hal yang biasa.

Hal ini disampaikan Prabowo usai deklarasi dukungan oleh PSI di Jakarta Theatre, Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2023. Menurut dia, semua partai politik ada dinasti politik.

"Dinasti politik itu adalah sesuatu yang wajar. Kalau kita jujur, Anda lihat di semua partai, termasuk PDIP, ada dinasti politik dan itu tidak negatif," kata Prabowo dilansir dari Antara, Rabu (25/10/2023).

Prabowo menanggapi banyaknya kritik yang ditunjukkan kepada bakal calon wakil presiden (cawapres) pendampingnya, Gibran Rakabuming Raka, yang dianggap merepresentasikan dinasti politik keluarga Presiden Jokowi.

Prabowo mengaku, bangga mengatakan bahwa dirinya adalah putra dari Soemitro Djojohadikoesoemo, ekonom dan politikus Indonesia. Prabowo juga bangga pada kakeknya, Margono Djojohadikoesoemo, pendiri Bank Negara Indonesia.

"Saya dari dinasti politik, saya putranya Soemitro Djojohadikoesoemo, saya cucunya Margono Djojohadikoesoemo. Kami dinasti dalam arti keluarga, kami selalu berjuang untuk rakyat," ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa dua pamannya juga telah berkorban untuk Indonesia sehingga ia meminta semua pihak untuk mengambil pengertian positif dari dinasti politik.

"Dua adik orang tua saya gugur untuk Republik Indonesia. Jadi, kita ambil pengertian positif dari pengertian dinasti politik adalah keluarga patriotik, keluarga yang ingin berbakti kepada bangsa dan negara. Salahnya apa? Jangan dipolitisasi," tambahnya.

Prabowo justru berterima kasih kepada ayah dan kakeknya yang telah mendidik dirinya untuk berbakti kepada bangsa.

Menurut Prabowo, banyak pihak yang ingin mencari celah dari dirinya dan Gibran yang berpasangan sebagai bakal capres-cawapres. Bahkan, ada pihak yang menyebut Gibran terlalu muda, ada pula yang menilai Prabowo terlalu tua.

"Yang satu terlalu muda, satu terlalu tua, jadi yang benar yang mana? Yang benar lo aja. Kalau lo boleh, kalau kita enggak boleh? Enak aja," kata Prabowo.

 

 

3 dari 3 halaman

Kemunculan Gibran Praktek Politik Dinasti

Sebanyak 49,3 persen publik setuju bahwa majunya Wali Kota Solo sekaligus putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 merupakan bentuk politik dinasti.

Hal ini sebagaimana hasil survei nasional yang dirilis lembaga Charta Politika, Senin (6/11/2023).

"Sebanyak 49,3 persen responden menyatakan setuju bahwa keikutsertaan Gibran Rakabuming sebagai calon Wakil Presiden merupakan salah satu bentuk dinasti politik,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya dalam konferensi pers, Senin (6/11/2023).

Sementara itu, sebanyak 31,9 persen responden menyatakan tidak setuju sebagai bentuk politik dinasti. Di sisi lain, 18,8 persen responden menyatakan tidak tahu.

Selain itu, hasil survei Charta Politika juga menunjukkan sebanyak 59,3 persen responden dari survei tersebut menolak atau tidak setuju dengan adanya praktik politik dinasti di Indonesia.

Sedangkan, ada 19,2 persen responden setuju dengan politik dinasti dan 21,5 persen responden menjawab tidak tahu.

"Mayoritas responden 59,3 persen tidak setuju dengan politik dinasti," jelas Yunarto.

Sebagai informasi, survei yang diselenggarakan oleh Charta Politika dilakukan pada 26-31 Oktober 2023 terhadap 2.400 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.

Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka (face to face interview) terhadap responden yang minimal usianya 17 tahun atau sudah memenuhi syarat pemilih.

Survei yang dilakukan menggunakan metode sampling multistage random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of error) 2 sampel dan quality control 20 persen dari total sampel.