Sukses

KPK Periksa Ahok Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Gas Alam Cair Pertamina

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina. Ahok diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.

"Hari ini (7/11) bertempat digedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik me njadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Basiki Tjahaja Purnama (Komisaris PT Pertamina)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (7/11/2023).

Ali mengatakan, Ahok sudah memenuhi panggilan dan tengah menjalani pemeriksaan di lantai dua bersama penyidik KPK. Ali berjanji membeberkan materi pemeriksaan terhadap Ahok saat penyidik merampungkan pemeriksaan.

"Informasi yang kami peroleh saksi sudah hadir di Gedung Merah Putih KPK dan masih dilakukan pemeriksaan tim penyidik," kata Ali.

KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau atau liquefied natural gas (LNG) pada PT Pertamina Persero tahun 2011 sampai 2021.

Karen langsung ditahan di Rutan KPK terhitung 19 September 2023 hingga 8 Oktober 2023.

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut perbuatan Karen merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,1 triliun.

"Dari perbuatan GKK alias KA (Karen) menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," ujar Firli dalam jumpa pers kasus korupsi gas alam cair di gedung KPK, Selasa (19/9/2023).

 

2 dari 3 halaman

Konstruksi Kasus

Firli mengungkap konstruksi kasus yang menjerat Karen. Semua bermula pada 2012, saat itu PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan liquefied natural gas (LNG) sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.

Defisit gas yang diduga akan terjadi di Indonesia dikurun waktu 2009 hingga 2040 membuat PT Pertamina mengadakan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), Industri Pupuk, dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.

Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan dan keputusan, Karen secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina.

Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.

 

3 dari 3 halaman

Oversupply yang Berujung Rugi

Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibelidari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

"Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero," kata Firli.

Karen disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Karen Agustiawan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Karen tak terima dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada PT Pertamina Persero tahun 2011 sampai 2021.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, gugatan itu diajukan pada Jumat 6 Oktober 2023). Permohonan berkaitan dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK.

Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 113/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Dalam SIPP itu, belum ada petitum permohonan yang ditampilkan. Rencananya, sidang pertama praperadilan ini digelar pada 16 Oktober 2023.

Video Terkini