Sukses

HEADLINE: Gibran Kembalikan KTA PDIP dan Kegalauan Bobby Nasution, Pertanda Apa?

Wali Kota Solo sekaligus bakal cawapres KIM, Gibran Rakabuming Raka dikabarkan telah berpamitan dan mengembalikan KTA PDIP. Sementara adik iparnya, Wali Kota Medan Bobby Nasution masih galau lantaran ingin tetap di PDIP namun di Pilpres 2024 mendukung Prabowo-Gibran.

Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Solo sekaligus bakal calon wakil presiden (Cawapres) Koalisi Indonesia Maju (KIM), Gibran Rakabuming Raka resmi keluar dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu telah mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) miliknya ke DPC PDIP Kota Surakarta.

Kendati secara aturan, Gibran sejatinya secara otomatis telah keluar dari PDIP sejak dideklarasikan menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto. Sebab, PDIP telah mengusung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud Md pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Saat status politik Gibran di PDIP sudah pasti, kini kegalauan justru dirasakan Wali Kota Medan Bobby Nasution. Menantu Jokowi ini galau antara memilih kakak iparnya atau PDIP selaku partai yang telah membesarkan namanya.

Bobby sendiri telah menghadap ke Kantor DPP PDIP di Jakarta pada Senin, 6 November 2023 kemarin. Kepada Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun, Bobby mengungkapkan kegalauannya. Dia meminta izin mendukung kakak iparnya dan masuk dalam tim kampanye nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Namun di sisi lain, dia tidak ingin keluar dari PDIP. 

Komarudin menegaskan bahwa siapapun kader PDIP tidak bisa bermain dua kaki. Karena itu, PDIP memberi waktu Bobby Nasution untuk segera mengambil keputusan politiknya.

Namun sekarang yang menjadi pertanyaan besar, kemana Gibran Rakabuming Raka akan berlabuh setelah tak lagi ber-KTA PDIP?

Direktur Populi Center Usep S Akhyar menuturkan bahwa Gibran bisa saja memilih tetap tidak berpartai hingga Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti usai. Sebab, tanpa berpartai pun Gibran sudah memiiki afiliasi dari para pendukung Jokowi.

"Jadi para pendukung Pak Jokowi mengasosiasikan bahwa Gibran itu representasi dari Pak Jokowi, dan Pak Jokowi ini pendukungnya banyak. Jadi kalau pun tidak berpartai, Gibran sebenarnya sudah ada ceruknya," ujar Usep saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (7/11/2023).

Untuk saat ini, justru partai politik yang lebih membutuhkan Gibran agar bergabung dengannya. Sehingga partai tersebut akan mendapatkan coat-tail effect atau efek ekor jas dari elektabilitas Gibran di Pemilu 2024. 

Sementara jika Gibran bergabung dengan partai tertentu, menurut Usep, pasti akan berdampak pada hubungannya dengan parpol lain di Koalisi Indonesia Maju.

Namun begitu, bukan berarti Gibran akan lebih baik untuk tidak berpartai selamanya. Menurut dia, putra sulung Jokowi itu perlu memiliki partai ketika nanti sudah terpilih menjadi wakil presiden Republik Indonesia (RI).

"Karena untuk mendorong memperkuat koalisi nanti di parlemen gitu. Posisi dia (di pemerintahan) juga akan lebih kuat," kata Usep.

Lebih lanjut terkait kegalauan Bobby Nasution, Usep melihat nasibnya di PDIP tinggal menunggu waktu. Secara emosional kekeluargaan, mustahil Wali Kota Medan itu tidak mendukung Gibran di Pilpres 2024. 

"Ya kan sebenarnya tinggal nunggu waktu saja, ketegasan dari PDIP gitu. Ini kan dari kemarin juga saling menunggu apakah dari pihak keluarganya Jokowi yang akan menyerahkan (KTA), dan Gibran kan akhirnya menyerahkan itu setelah disindir-sindir," katanya.

Begitu juga dengan Jokowi. Meski tidak pernah menyatakan dukungan terhadap pasangan manapun dan menegaskan presiden netral, namun publik tetap akan melihat Jokowi berpihak pada anaknya. Ditambah lagi, sikap Jokowi juga tersirat dari keputusan para relawannya mendukung Prabowo-Gibran.

"Agak sulit ya melihat bahwa keluarga Pak Jokowi tidak solid mendukung Gibran," ujar Usep.

Meski begitu, 'pembangkangan' ini tidak serta merta bisa membuat PDIP bersikap tegas kepada Jokowi. Sebab bagaimanapun, Jokowi masih setahun menjabat sebagai presiden dan memiliki hak prerogatif untuk menentukan menteri kabinetnya.

Jika salah mengambil keputusan, bukan tidak mungkin justru akan membuat PDIP terjungkal di Pemilu 2024. Itu sebabnya, hingga saat ini Jokowi masih dibiarkan berstatus sebagai kader PDIP.

"Karena merka juga tahu kan hubungan tehadap Jokowi itu bukan hanya soal harus tegas atau tidak tegas, tapi punya efek elektoral enggak itu yang kemudian dihitung oleh GP (Ganjar Pranowo). Kalau tegas gimana, kalau tidak tegas apa efek elektoralnya, pasti dihitung," ujar Usep.

Menurut dia, PDIP saat ini dalam posisi sulit. Pasangan Ganjar-Mahfud tidak bisa menggambil sikap berseberangan dengan Jokowi. Begitu juga PDIP tidak bisa mengkritik kebijakan atau keputusan yang diambil Jokowi.

"Karena kegagalan Pak Jokowi sama saja dengan kegagalan PDIP, dan sebaliknya. Jadi posisinya itu kalau mengambil posisi berseberangan itu juga berisiko, mengambil posisi menganggap Pak Jokowi mendukung itu juga berisiko, karena pada kenyataannya enggak," kata Usep.

"Makanya mungkin sikap-sikap yang netral lunak gitu, itu mungkin justru lebih strategis bagi keduanya karena kan ini yang berebut dua ini," sambungnya.

Saat Kaesang Pangarep gabung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan langsung menjabat sebagai ketua umum, banyak yang berspekulasi Jokowi kelak akan diproyeksikan menjadi dewan pembinanya. Namun menurut Usep, hal itu tidak akan terjadi.

Setelah tidak lagi menjadi kepala negara, terlepas siapapun presidennya nanti, Jokowi diperkirakan tidak akan terjun di struktural partai. Menurut Usep, Jokowi akan kembali ke kampung halamannya di Solo dan bisa saja menjadi king maker.

"Saya tidak bisa berandai-berandai. Kalau dia bilang ya pulang ke Solo, itu lebih baik. Berarti ya king maker lah," katanya.

"Mungkin itu juga kalau anak-anaknya mapan di partai itu misalnya Gibran di partai apa Golkar, kalau Kaesang di PSI, menurut saya sudah tidak harus Pak Jokowi secara de jure masuk ke partai mana. Pasti dengan anak-anaknya, keluarganya yang masuk di partai-partai itu saya kira ya de facto-nya pasti berkonsultasi semua sama king maker-nya itu," ucap Usep menandaskan.

Hal yang sama juga disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno terkait nasib Gibran setelah tak lagi ber-KTA PDIP. Menurut dia, semua partai politik terutama yang berada di KIM pasti membuka lebar pintunya untuk Gibran.

"Saya kira yang bisa jawab apakah Gibran mau ke Golkar, PSI atau partai lain, itu hanya Gibran. Tapi yang jelas peminat Gibran ini banyak, mengingat posisi saat ini Gibran ini adalah cawapres yang berpasangan dengan Prabowo Subianto, dan kedua Gibran ini anak presiden, itu daya tarik yang cukup luar biasa," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa. 

Namun Adi tidak menampik bahwa ada kans yang cukup besar Gibran bakal bergabung dengan Golkar. Meski hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Gibran maupun Golkar.

"Kalau berani jujur, santernya Gibran itu dikaitakan dengan Golkar, meski dalam bersamaaan Kaesang juga menawarkan diri. Tapi sangat jelas tergantung dengan Mas Gibran," katanya.

Sementara terkait kegalauan Bobby Nasution, Adi melihat, nasib Wali Kota Medan itu di PDIP akan seperti kakak iparnya. Apalagi Bobby juga telah menyatakan dukungannya terhadap Prabowo-Gibran yang merupakan lawan PDIP di Pilpres 2024.

"Tinggal bagaimana menyelesaikan proses administrasi dengan PDIP, karena secara politik Bobby pasti tidak ke Ganjar, lebih ke Prabowo dan Gibran. Tinggal apakah kartu anggota akan dikembalikan atau nunggu dipecat. Tapi treatment-nya sama ke Gibran untuk mengembalikan kartu," ujarnya.

Dia yakin PDIP di Pemilu 2024 ini tidak akan bermain dua kaki, meski masih memberi kesempatan Bobby untuk memilih serta tidak memecat Jokowi yang oleh sebagian publik dianggap lebih berpihak pada Prabowo-Gibran ketimbang Ganjar-Mahfud yang diusung partainya.

"Kan ditegaskan oleh PDIP mereka enggak main dua kaki. Kalau main dua kaki, enggak bakal minta kepada Gibran dan Bobby untuk mengembalikan kartu anggotanya. Udah pecah kongsi halus itu," kata Adi menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Golkar Terbuka Tampung Gibran dan Bobby

Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar, Idrus Marham merespons isu yang menyebut Gibran Rakabuming Raka di-Golkar-kan setelah tidak lagi berstatus sebagai kader PDIP. Menurut dia, Golkar tidak pernah memaksa Gibran bergabung dengan partainya.

"Saya kira masalah politik berlabuh ke partai mana, biarlah hak individu masing-masing," ujar Idrus saat berbincang dengan Liputan6.com di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Selasa (7/11/2023).

Meski secara komunikasi politik, Golkar adalah partai yang pertama kali memandatkan Gibran sebagai bakal cawapres Prabowo melalui rapat pimpinan nasional (Rapimnas), namun bukan berarti putra sulung Presiden Jokowi itu harus bergabung dengan partainya.

"Tetap kita serahkan ke Mas Gibran secara bebas menentukan haknya mau kemana, dan saya kira Mas Gibran seorang yang berpengalaman sebagai wali kota dan sudah berpartai, tentu memiliki pertimbangan-pertimbangan yang akan dijadikan dasar untuk menentukan itu (status kepartaian)," ucap Idrus.

Dia menegaskan bahwa Golkar adalah partai yang terbuka. Idrus mengibaratkan Golkar seperti perusahaan go public yang bisa dimiliki siapa saja. Karena itu, dia memastikan bahwa pihaknya tidak akan mempengaruhi Gibran agar bergabung dengan Golkar.

"Jadi biar Gibran yang menentukan, biarkan dia yang melihat sendiri suasana di Golkar," katanya.

Begitu juga terhadap Bobby Nasution yang sedang galau dengan sikap politiknya. Meski menurut Idrus, ayah Bobby merupakan kader Golkar, namun pihaknya tetap tidak bisa memaksa agar suami Kahiyang Ayu itu mengikuti jejak orangtuanya.

"Jadi semua kita kembalikan ke mereka. Kita menghargai hak memilih masing-masing orang untuk menentukan pilihan politiknya," katanya.

"Yang perlu kami jelaskan bahwa Partai Golkar adalah milik rakyat dan bukan hanya milik satu keluarga, bukan hanya milik satu kelompok saja. Tidak ada satu pun keluarga yang boleh dan berhak mengklaim Golkar itu miliknya. Itu yang penting," ujar Idrus menambahkan.

Saat ditanya soal sikap Bobby Nastution mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 sebagai pertanda apa, Idrus hanya menjawab. "Saya kira ini proses dari dialektika yang terjadi, jadi biar mengalir saja," katanya memungkasi.

Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan, partainya terbuka terhadap siapapun, termasuk Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution. Menurut dia, Golkar terbuka sebagai kendaraan politik Bobby setelah nanti keluar dari PDIP, karena punya kesamaan sikap pada Pilpres 2024.

"Ya Golkar sendiri adalah partai yang terbuka, partai yang inklusif. Siapapun yang memiliki kesamaan sikap politik dan pandangan politik dalam menghadapi pemilihan presiden, tentu ya kami sangat terbuka," katanya di DPR, Jakarta, Selasa (7/11/2023).

Golkar sendiri tidak ingin ikut campur pada masalah Bobby dengan internal PDIP. Keputusan apakah keluar dari partai berlambang banteng itu diserahkan sepenuhnya kepada Bobby.

"Nah soal PDIP sendiri tentu kami tidak mau ikut campur urusan internal PDIP, dan itu saya kira dikembalikan kepada Bang Bobby karena setiap pilihan politik tentu ada konsekuensinya, termasuk soal kemungkinan risiko politik yang dihadapi oleh siapapun kalau memang sudah melakukan, sudah memilih pilihan politik," ujar Ace.

Dukungan Bobby Nasution kepada pasangan Prabowo-Gibran dinilai sesuatu yang wajar. "Karena bagaimanapun beliau punya kedekatan khusus dengan Prabowo dan Mas Gibran," kata Ace menandaskan.

3 dari 4 halaman

Beda Cerita Soal KTA PDIP Gibran

Sebagai informasi, Wali Kota Solo sekaligus bakal cawapres KIM, Gibran Rakabuming Raka sudah resmi keluar dari PDIP. Putra sulung Presiden Jokowi itu dikabarkan telah mengembalikan KTA PDIP setelah diusung menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto.

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut, Gibran Rakabuming Raka telah mengembalikan kartu tanda anggotanya ke Kantor DPC PDI Perjuangan Kota Surakarta. Dia juga sudah berpamitan.

"Ya sudah. Jadi, sudah diselesaikan oleh DPC PDI Perjuangan Kota Surakarta karena Mas Gibran 'kan menerima KTA dari DPC Kota Surakarta sehingga tidak lagi beranggota PDI Perjuangan karena sudah pamit," kata Hasto di Denpasar, Bali, Sabtu 4 November 2023 lalu.

Lebih lanjut, Hasto menuturkan bahwa secara perundang-undangan, calon presiden dan calon wakil presiden harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik. PDIP bersama PPP, Perindo, dan Hanura sudah mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Sementara Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah diusung oleh gabungan partai Koalisi Indonesia Maju.

"Ini 'kan berbeda dengan undang-undang tentang partai politik, sehingga otomatis ketika seseorang sudah dicalonkan partai lain, ya, otomatis KTA-nya tidak boleh rangkap," kata Hasto, dilansir dari Antara.

Ditegaskan pula bahwa seseorang dilarang menjadi anggota di dua partai politik, tak terkecuali Gibran putra sulung Presiden Joko Widodo.

"Memangnya karena menjadi anak pejabat lalu boleh KTA-nya tiga? 'Kan tidak boleh, ini undang-undang, ini konstitusi. Jadi, pamitnya sudah diterima," kata Hasto memungkasi.

Namun pernyataan berbeda justru disampaikan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo. Dia menyebut Gibran hingga kini belum mengembalikan KTA. Meski begitu, ia menegaskan bahwa putra sulung Presiden Jokowi itu otomatis tak lagi jadi bagian PDIP sejak menjadi bakal cawapres dari Prabowo Subianto.

"Mas Gibran sudah sah tidak menjadi bagian dari PDI Perjuangan lagi sejak menjadi bacawapres untuk koalisi partai lain," kata Hadi dilansir dari Antara, Selasa (7/11/2023).  

Hadi mengaku, dirinya sudah tidak lagi mempermasalahkan soal pengembalian KTA. Hadi juga enggan memaksa Gibran mengembalikan KTA.

"Hingga saat ini KTA belum dikembalikan. Akan tetapi, dikembalikan atau tidak silakan. Pokoknya sudah tidak jadi masalah. Sudah tutup buku. Persoalan tersebut sudah tutup buku," tambah Hadi.

Disinggung soal surat permohonan darinya agar Gibran mengembalikan KTA, Rudy mengaku, tidak lagi berharap balasan.

Dalam surat tersebut, dia hanya menyarankan Gibran untuk mengembalikan KTA agar tidak muncul anggapan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri berdiri di dua kaki.

"Suratnya jelas, untuk menghilangkan isu supaya Bu Mega tidak dianggap bermain di dua kaki, Pak Jokowi tidak dianggap bermain di dua kaki. Maka, saya hanya menyarankan untuk dikembalikan KTA. Yang namanya menyarankan 'kan tidak ada batas waktu," tutur Hadi.

4 dari 4 halaman

PDIP Beri Waktu Bobby Nasution Memilih

Sementara itu, Wali Kota Medan Bobby Nasution telah memenuhi pemanggilan DPP PDI Perjuangan (PDIP). Bobby menghadap ke kantor DPP PDIP di Jakarta, Senin (6/11/2023) sekitar pukul 15.48 WIB.

Bobby yang menumpangi mobil hitam terlihat mengenakan kemeja berwarna putih. Sementara, terlihat seragam merah khas PDIP tergantung di dalam mobilnya.

"Dipanggil Pak Sekjen," katanya saat memasuki kantor PDIP.

Sementara itu, Bobby mengaku belum mengetahui apa yang akan dibahas bersama Hasto Kristiyanto. "Belum tahu. Nanti saya kasih tahu," kata dia.

Tak berselang lama, Bobby keluar dari Kantor DPP PDIP. Namun dia enggan mengungkap apa yang dibahas di dalam.

"Sudah saya sampaikan pada Pak Komarudin Watubun, tadi sudah," kata Bobby usai pertemuan.

Menantu Presiden Jokowi ini tidak banyak memberikan keterangan terkait pemanggilannya. Ia hanya mengatakan akan ada yang disampaikan dalam beberapa hari ke depan.

"Beberapa hari lagi akan disampaikan," kata Bobby singkat.

Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun mengungkap alasan Wali Kota Medan Bobby Nasution memilih mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024. Menurut Komarudin, dukungan Bobby diberikan karena hubungan keluarga.

"Ya pasti alasan hubungan kekerabatan lah tanya Mas Bobby jangan tanya saya," kata Komarudin di kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (6/11/2023).

Tetapi, Komarudin membantah Bobby memilih Prabowo-Gibran karena perintah Presiden Joko Widodo.

"Enggak-enggak," kata dia.

Pada pemanggilan hari ini, Bobby menjelaskan bahwa ia galau karena masih ingin di PDIP namun mendukung Prabowo-Gibran. Bobby pun meminta izin kepada PDIP untuk bergabung dengan Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran.

"Akhirnya dia minta kalau diizinkan boleh ke sana bergabung dengan Pak Prabowo, timnya Pak Prabowo dalam pemenangan Pak Prabowo. Tidak mau berpindah ke partai di sana, tetap di PDI Perjuangan," ujar Komarudin.

Komarudin mengaku memahami perasaan Bobby yang tetap ingin berada di PDIP. Karena telah dibantu untuk menjadi wali kota Medan.

"Saya mengerti lah perasaan dia, dia sampaikan 'aduh bagaimana pun saya besar seperti hari ini karena seluruh kekuatan PDI Perjuangan dikerahkan waktu saya mencalonkan diri jadi Wali Kota Medan'. Termasuk masalah-masalah pribadi yang waktu itu kita bagaimana menjaga dia menjadi wali kota," ujarnya.

Tetapi, di PDIP dilarang kadernya untuk bersikap dua kaki di pemilu. Maka PDIP memberi pilihan untuk mendukung Ganjar Pranowo dan Mahfud Md atau keluar sebagai anggota partai.

"Nah kita mengerti perasaan itu, makanya tadi kami sampaikan, oke kalau begitu kamu tetap harus memilih salah satu, enggak bisa main dua kaki. Kembali beberapa hari ini silakan pikir baik-baik, lalu kembalikan KTA partai sebagai pengunduran diri di DPC PDIP Kota Medan," ujar Komarudin.

Perlakuan Beda kepada Bobby dan Gibran

PDI Perjuangan memberikan kesempatan kepada Wali Kota Medan Bobby Nasution untuk mengambil keputusan selama 1-2 hari apakah mengundurkan diri atau tetap di PDIP dan mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Bobby sebelumnya diketahui menyatakan mendukung Prabowo-Gibran.

Berbeda dengan Gibran yang otomatis keluar dari PDIP, Bobby masih diberikan waktu memilih. Komarudin Watubun menjelaskan, Gibran tidak diberi kesempatan memilih karena dianggap membuat masalah dan membangkang.

Komarudin mengungkit bahwa Gibran pernah dipanggil oleh PDIP dan menyatakan untuk tegak lurus keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat dipanggil. Tetapi akhirnya malah membangkang menjadi cawapres mendampingi Prabowo.

"Kalau Mas Gibran itu kasusnya agak beda ya. Mas Gibran itu kita sudah panggil, panggil resmi, kita tanya di ruangan ini dia bilang saya tegak lurus dengan ibu Ketum," ungkap Komarudin di kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (6/11/2023).

"Semua TV kayaknya hadir waktu itu, kemudian dikasih tugas, jadi kepala daerah kampanye milenial keliling daerah semua dikasih tugas-tugas, tapi diabaikan. Itu pembangkangan yamg jelas ya," tegasnya.   

Berbeda, Bobby sampai menyatakan dukungan kepada Prabowo-Gibran tidak pernah membuat masalah dengan partai.

"Kalau Mas Bobby kan enggak. Dia selama ini enggak ada masalah dengan partai, dia deklarasi, lalu dia sampaikan relawan ke sana," ujar Komarudin. 

Maka itu, PDIP hari ini meminta klarifikasi kepada Bobby. Disampaikan oleh menantu Presiden Joko Widodo itu bahwa hatinya tetap berada di PDIP. Tetapi, ia ingin mendukung Prabowo-Gibran. Bahkan sampai minta izin untuk masuk Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran.

Hanya saja PDIP punya aturan bahwa kadernya dilarang untuk punya sikap politik dua kaki di pemilu.

"Tadi dia sampaikan aduh pak saya besar ini karena PDI, ya tapi kita enggak bisa. Kau harus pilih salah satu," tegas Komarudin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini