Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo, Galumbang Menak Simanjuntak mengkritisi pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menilai kekerasan di Papua merupakan hal yang biasa terjadi dan tidak termasuk kategori force majeure.
Menurutnya, insiden karyawan ditembaki kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua bukanlah hal biasa, layaknya gunung meletus ataupun banjir bandang. Pembangunan BTS 4G di Papua sudah seharusnya mendapatkan perlindungan dari negara, terlebih proyek tersebut bagian dari kepentingan pembangunan bangsa.
“Jadi bukan diputarbalikkan menjadi suatu keadaan yang biasa-biasa saja. Saya khawatir jika hal ini dibenarkan maka perusahaan mana pun jadi enggan membangun di Papua dengan alasan keamanan,” tutur Galumbang di sela pembacaan pleidoi saat gelaran sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Advertisement
Terdakwa kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo ini menyebut, sampai saat ini pihaknya sudah membangun 70 ribu kilometer kabel laut yang menghubungkan pulau-pulau utama di Indonesia, termasuk daerah terpencil di Natuna dan Papua.
“Pulau ini sebelumnya tidak mendapatkan akses internet, sekarang sudah menikmati layanan Internet,” jelas dia.
Galumbang juga mempertanyakan apakah sampai dengan saat ini manfaat internet tersebut senilai dengan pengorbanan dan trauma yang dialami oleh karyawan PT Moratelindo.
“Selain pengorbanan nyawa puluhan karyawan, prajurit yang tewas dengan tragis dalam proyek itu, banyak karyawan kami yang mengalami trauma akibat tindakan keji dan sadis orang yang tidak bertanggung-jawab khususnya di daerah konflik,” ucap Galumbang menandaskan.
Johnny G Plate Cs Didakwa Rugikan Negara Rp8 Triliun
Diketahui, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate didakwa merugikan keuangan negara lebih dari Rp 8 triliun terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022.
Jaksa menyebut Johnny Plate merugikan keuangan negara bersama-sama dengan Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dan Kuasa pengguna Anggaran (KPA), Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI), Irwan Hermawan sebagai Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Mukti Ali selaku Account Director PT Huawei Tech Investment, Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, dan Muhammad Yusriki Muliawan selaku Direktur PT Basis Utama Prima.
Advertisement
Nilai Kerugian Berdasarkan Audit BPKP
Jaksa menyebut dalam korupsi ini telah memperkaya Johnny sebesar Rp17.848.308.000, memperkaya Anang Achmad Latif sebesar Rp5 miliar, Yohan Suryanto, Yohan Suryanto Rp453.608.400, Irwan Hermawan Rp119 miliar, Windi Purnama sebesar Rp500 juta.
Kemudian Muhammad Yusrizki sebesar Rp50 miliar dan USD 2,5 juta, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955,00, Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600.
Jaksa menyebut, kerugian keuangan negara sebesar Rp8 triliun dalam kasus ini dihasilkan dari Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Republik Indonesia.