Liputan6.com, Jakarta - Fraksi PKS DPR RI menilai sulit untuk melakukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi. Karena MK bukan objek hak angket DPR.
Begitu juga, sulit dibuktikan adanya intervensi kepada hakim konstitusi Anwar Usman oleh pihak lain. Karena hak angket hanya bisa dilakukan terhadap masalah yang terjadi dengan nyata.
Baca Juga
"Iya dong, artinya sesuatu yang diangket itu di lapangannya real terjadi, kenapa itu terjadi, nah itu baru dia suruh jawab, kan itu bos," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini di DPR, Jakarta, Kamis (9/11).
Advertisement
Menurut Jazuli, sulit apabila yang menjadi objek hak angket adalah Presiden Joko Widodo. Karena intervensi oleh presiden masih sebatas dugaan.
Tidak ada bukti kuat yang mengikat Jokowi dengan putusan MK yang meloloskan putranya, Gibran Rakabuming Raka.
"Kalau kaitannya dengan putusan MK, kalau MK, Pak Jokowi apanya, kalau Pak Jokowi intervensinya apa, ada buktinya gak? Ada gak?" katanya.
Harus Sesuai Aturan
PKS tidak dalam posisi menolak wacana hak angket. Tetapi, untuk mendukung hak angket perlu sesuai dengan aturan yang ada.
"Kita itu semangatnya itu kan harus berdasarkan aturan gitu loh, bukan gak boleh. Orang semangat-semangat ya DPR ini kan lembaga, harusnya orang-orang terdidik yang membuat undang-undang dan komitmen terhadap undang-undang," ujar Jazuli.
"Ini bukan persoalan takut atau tidak takut, bukan persoalan suka atau tidak suka," sambungnya.
Advertisement
Anwar Usman Diberhentikan dari Ketua MK, Jokowi: Itu Kewenangan Yudikatif
Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara soal putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK karena terbukti melanggar kode etik dalam putusan batas usia capres-cawapres. Jokowi mengatakan putusan MKMK merupakan wilayah yudikatif.
"Itu wilayah yudikatif," kata Jokowi usai meninjau SMK 1 Purwakarta Jawa Barat, Kamis (9/11/2023).
Dia enggan berkomentar banyak soal putusan MKMK. Sebab, kata Jokowi, putusan tersebut merupakan kewenangan lembaga yudikatif.
"Saya tidak ingin komentar banyak. Sekali lagi, karena itu kewenangan di wilayah yudikatif," jelas Jokowi.
Sumber: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com