Liputan6.com, Jakarta Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyinggung nama Mahfud Md, yang diduga pernah terlibat konflik kepentingan saat menjabat sebagai Ketua MK. Anwar menyebut, Mahfud Md juga pernah terlibat konflik kepentingan pada putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, Putusan Nomor 49/PUU- IX/2011 terkait uji materil UU 8/2011 tentang Mahkamah Konstitusi.
Menjawab hal itu, Menko Polhukam Mahfud Md mengaku tidak mengingat secara utuh. Namun, dia memastikan apa yang diputusnya kala itu sebagai Ketua MK tidak ada konflik kepentingan.
Baca Juga
"Enggak (ingat). Memang pernah dulu ada gugatan, tapi tidak ada konflik interest hakim. Itu institusi semuanya yang diuji," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, seperti dikutip Jumat (10/11/2023).
Advertisement
Menurut dia, pasal yang diuji kala itu adalah soal perubahan masa jabatan hakim konstitusi. Secara teknis, pasal itu diuji bersama seluruh hakim konstitusi pada masanya, termasuk Anwar Usman yang berstatus hakim anggota.
"Siapa yang conflict of interest? Wong sembilannya yang ngadili enggak ada yang mempersoalkan. Enggak ada yang berbeda, sikapnya sama," ujar Mahfud.
Dia menambahkan, kala beleid itu diuji, tidak ada yang mempermasalahkan masa jabatan hakim selama 2 tahun apa 2,5 tahun. Dia pun berkeyakinan, semua hakim setuju dengan berapa pun lama masa menjabatnya.
"Enggak ada maslaah kepentingan, kita setuju aja mau 2 tahun, mau 3 tahun," yakin Mahfud.
"Dan tidak ada di situ (hakim) yang tidak setuju disidangkan, karena tidak ada hakim yang sifatnya pribadi punya ikatan dengan itu. Itu institusi, semua hakim sama," Mahfud menandasi.
Pencopotan Anwar Usman
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Anwar Usman, terkait putusan uji materiil batas usia capres-cawapres.
“Hakim Terlapor terbukti melakukan pelangaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpinakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,” tutur Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor,” sambungnya.
Jimly juga memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan itu selesai diucapkan, untuk segera memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir,” katanya.
“Hakim Terlapor tidak diperkenankan teribat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilhan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilhan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” sambung Jimly.
Advertisement
Fitnah Keji
Hakim Konstitusi Anwar Usman menyebut, harkat dan martabatnya sebagai hakim selama hampir 40 tahun telah dilumat dengan fitnah keji dan kejam.
Hal itu sebagaimana diungkap Anwar saat menanggapi putusan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKMK) yang mencopot posisinya sebagai Ketua MK.
"Saat ini, harkat, derajat, martabat saya sebagai hakim karier selama hampir 40 tahun, dilumatkan oleh fitnah yang keji," kata Anwar saat konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2024).
Anwar menjelaskan bahwa dirinya merupakan Hakim Konstitusi yang berasal dari Mahkamah Agung yang telah meniti karier sejak 1985. Dalam perjalanan kariernya tersebut, ia pun mengklaim tak pernah melakukan perbuatan yang tercela.
"Saya tidak pernah berurusan dengan Komisi Yudisial atau Badan Pengawas Mahkamah Agung, juga tidak pernah melanggar etik sebagai Hakim Konstitusi sejak diberi amanah pada tahun 2011," tambah Anwar.
Meski demikian, Anwar pun mengaku bakal tetap bersemangat dalam menjaga konstitusi sebagaimana mestinya.
"Saya tidak pernah berkecil hati dan pantang mundur dalam menegakkan hukum dan keadilan dinegara tercinta. Saya tetap yakin bahwa sebaik-baik skenario manusia, untuk membunuh karakter saya, karier saya, harkat dan derajat serta martabat saya dan keluarga saya, tentu tidak akan lebih baik dan indah, dibandingkan skenario Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa," imbuh Anwar.