Sukses

Survei Indikator: 42,9 Persen Masyarakat Tak Khawatirkan Politik Dinasti

Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menjelaskan, ada 39,2 persen publik mengkhawatirkan terkait politik dinasti tersebut. Namun, publik yang khawatir terkait politik dinasti menurun dibandingkan temuan Oktober.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan, mayoritas publik tidak khawatir terkait munculnya isu politik dinasti, dampak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batasan usia calon presiden dan calon wakil presiden.

"Ada 42,9 persen masyarakat yang merasa isu politik dinasti tidak terlalu mengkhawatirkan, biasa saja," kata Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat merilis hasil survei bertajuk "Efek Gibran dan Dinamika Elektoral Terkini" secara virtual, Minggu (12/11/2023).

Dia menjelaskan, ada 39,2 persen publik mengaku mengkhawatirkan terkait politik dinasti tersebut. Namun, publik yang khawatir terkait politik dinasti, menurun dibandingkan temuan Oktober.

"Pada rentang 16-20 Oktober, terdapat 47,9 persen yang merasa khawatir soal politik dinasti. Pada awal November, terjadi sedikit penurunan, menjadi 39,2 persen," ujar dia seperti dilansir dari Antara.

Sebaliknya menurut dia, persepsi publik yang tak mengkhawatirkan isu politik dinasti terjadi peningkatan yaitu pada 16-20 Oktober sebesar 33,7 persen, dan pada November menjadi 42,9 persen.

Pada temuan lain, mayoritas publik juga menilai politik dinasti tidak akan mengganggu demokrasi. Ini karena pesta demokrasi dilakukan secara langsung oleh rakyat.

"Sekitar 52,6 persen lebih berpendapat politik dinasti tidak menjadi persoalan selama masih melalui proses pemilu secara langsung oleh rakyat. Sementara yang berpendapat sebaliknya, masih cukup besar, mencapai 36,3 persen," kata Burhanuddin.

Survei Indikator dilakukan pada 27 Oktober-1 November 2023 dengan melibatkan sebanyak 1.220 responden yang diwawancara melalui wawancara tatap muka. Tingkat kepercayaan survei tersebut mencapai 95 persen dengan margin of error sebesar 2,9 persen.

 

2 dari 4 halaman

Survei Charta Politika: 49,3 Persen Publik Setuju Pencalonan Gibran Cawapres Bentuk Dinasti Politik

 Sebanyak 49,3 persen publik setuju bahwa majunya Wali Kota Solo sekaligus putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 merupakan bentuk politik dinasti.

Hal ini sebagaimana hasil survei nasional yang dirilis lembaga Charta Politika, Senin (6/11/2023).

"Sebanyak 49,3 persen responden menyatakan setuju bahwa keikutsertaan Gibran Rakabuming sebagai calon Wakil Presiden merupakan salah satu bentuk dinasti politik,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya dalam konferensi pers, Senin (6/11/2023).

Sementara itu, sebanyak 31,9 persen responden menyatakan tidak setuju sebagai bentuk politik dinasti. Di sisi lain, 18,8 persen responden menyatakan tidak tahu.

Selain itu, hasil survei Charta Politika juga menunjukkan sebanyak 59,3 persen responden dari survei tersebut menolak atau tidak setuju dengan adanya praktik politik dinasti di Indonesia.

Sedangkan, ada 19,2 persen responden setuju dengan politik dinasti dan 21,5 persen responden menjawab tidak tahu.

"Mayoritas responden 59,3 persen tidak setuju dengan politik dinasti," jelas Yunarto.

Sebagai informasi, survei yang diselenggarakan oleh Charta Politika dilakukan pada 26-31 Oktober 2023 terhadap 2.400 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.

 

3 dari 4 halaman

Djarot: PDIP Anti Dinasti Politik, Megawati dan Puan Bangun Karier dari Bawah

Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Syaiful Hidayat menyatakan partainya antipolitik dinasti. Hal itu menurutnya tercermin dari aturan internal yang melarang satu keluarga maju di daerah pemilihan (dapil) yang sama.

"PDIP itu anti loh membikin dinasti itu. Contohnya suami istri, misalnya, tidak boleh dicalonkan menjadi anggota DPR atau legislatif di tingkatan yang sama. Misalkan saya sebagai caleg dari Sumut, istri saya juga anggota DPR, itu enggak boleh. Jangankan di satu dapil, beda dapil enggak boleh," kata Djarot dalam diskusi di kawasan Matraman, Jakarta, Senin (30/10/2023).

"Jadi kita PDIP itu melawan dinasti politik, kita batasi," sambung Djarot.

Djarot lantas membantah tudingan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang merupakan anak dari Presiden pertama RI Soekarno juga merupakan bagian dari politik dinasti. Menurut Djarot, Megawati merintis karier dari bawah dan juga saat ayahnya sudah meninggal dunia.

"(Mega) jadi wakil presiden, presiden, ketua partai juga ya. Oh itu dinasti politiknya Bung Karno, kan begitu. Saya katakan, enggak benar. Betul bahwa Ibu Mega itu (anak) Bung Karno, tapi beliau melalui proses penggemblengan di dalam politik itu dari bawah. Dan ketika Bung Karno sudah wafat, puluhan tahun," jelas Djarot.

Djarot kembali menjelaskan bahwa Megawati masuk PDI 86 sebagai anggota DPR. "Sebagai ketua umum partai itu juga dari bawah. Beliau itu ketua DPC Jakarta Selatan, dari bawah," kata Djarot.

Sementara itu, terkait tudingan politik dinasti yang dilakukan Puan Maharani, Djarot menyebut Puan merintis karier juga dari bawah, bukan saat Megawati menjabat presiden.

"Terus ada yang mengatakan bagaimana dengan Mbak Puan? Sama. Mbak Puan juga dari bawah. Mbak Puan dicalonkan sebagai anggota DPR RI itu ketika Ibu Mega sudah bukan presiden, tidak lagi berkuasa ya kan. Jadi itu by process juga," kata dia.

"Dari DPR RI dan suaranya terbanyak sehingga kemudian ditugaskan sebagai Menko PMK, dari bawah juga. Ini kalau masalah dinasti dari keturunan," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Prabowo: Semua Partai Ada Dinasti Politik, Itu Tidak Negatif

Bakal calon presiden Koalisi Indonesia Maju (KIM) sekaligus Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan bahwa dinasti politik merupakan hal yang biasa.

Hal ini disampaikan Prabowo usai deklarasi dukungan oleh PSI di Jakarta Theatre, Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2023. Menurut dia, semua partai politik ada dinasti politik.

 

"Dinasti politik itu adalah sesuatu yang wajar. Kalau kita jujur, Anda lihat di semua partai, termasuk PDIP, ada dinasti politik dan itu tidak negatif," kata Prabowo dilansir dari Antara, Rabu (25/10/2023).

Prabowo menanggapi banyaknya kritik yang ditunjukkan kepada bakal calon wakil presiden (cawapres) pendampingnya, Gibran Rakabuming Raka, yang dianggap merepresentasikan dinasti politik keluarga Presiden Jokowi.

Prabowo mengaku, bangga mengatakan bahwa dirinya adalah putra dari Soemitro Djojohadikoesoemo, ekonom dan politikus Indonesia. Prabowo juga bangga pada kakeknya, Margono Djojohadikoesoemo, pendiri Bank Negara Indonesia.

"Saya dari dinasti politik, saya putranya Soemitro Djojohadikoesoemo, saya cucunya Margono Djojohadikoesoemo. Kami dinasti dalam arti keluarga, kami selalu berjuang untuk rakyat," ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa dua pamannya juga telah berkorban untuk Indonesia sehingga ia meminta semua pihak untuk mengambil pengertian positif dari dinasti politik.

"Dua adik orang tua saya gugur untuk Republik Indonesia. Jadi, kita ambil pengertian positif dari pengertian dinasti politik adalah keluarga patriotik, keluarga yang ingin berbakti kepada bangsa dan negara. Salahnya apa? Jangan dipolitisasi," tambahnya.

Prabowo justru berterima kasih kepada ayah dan kakeknya yang telah mendidik dirinya untuk berbakti kepada bangsa.

Menurut Prabowo, banyak pihak yang ingin mencari celah dari dirinya dan Gibran yang berpasangan sebagai bakal capres-cawapres. Bahkan, ada pihak yang menyebut Gibran terlalu muda, ada pula yang menilai Prabowo terlalu tua.

"Yang satu terlalu muda, satu terlalu tua, jadi yang benar yang mana? Yang benar lo aja. Kalau lo boleh, kalau kita enggak boleh? Enak aja," kata Prabowo.